Pada fraktur maksila maupun mandibula dapat pula terjadi fraktur dentoalveolaris, berikut uraiannya.
Klasifikasi
Fraktur prosesus alveolaris biasanya terbuka, kadang- kadang terjadi kominusi, dan sering mengalami pergeseran tingkat sedang maupun parah. Penatalaksanaannya bias dilakukan oleh dokter gigi umum. Mengingat bahwa fraktur terbuka maka ini berarti bagian fraktur terpapar terhadap kontaminasi organism rongga mulut, yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Adanya kominusi menunjukkan bahwavperiosteum kemungkinan mengalami cedera berat dan pemisahan. Apabila dinding alveolar mengalami kominusi, akan terjadi peningkatan mobilitas/luksasi dari gigi yang terlibat. Pergeseran yang luas sering melibatkan suatu kondisi dimana pasien tidak mungkin melakukan oklusi sentrik. Diagnosis mengenai luas fraktur bias ditentukan dengan rontgen. Informasi tersebut bias didapatkan dari film periapikal, okusal, atau panoramic.
Penatalaksanaan
Perawatan fraktur prosesus alveolaris yang sebaiknya dilakukan 48-72 jam sesudah kecelakaan, sering dilakukan dengan bantuan anestesi local, dan apabila diperlukan bias ditambah dengan sedasi yang sesuai . segmen fraktur direduksi sebelum pemasangan alat-alat fiksasi atau stabilisasi. Hal tersebut memerlukan usaha ekstra dengan melakukan penekanan yang kuat dengan jari terutama apabila frakmen impaksi. Pemakaian arch bar komersial dengan perluasan paling tidak 2 sampai 3 gigi disebelah distal dari frakmen (bilateral), biasanya diikatkan dengan kawat baja tahan karat ukuran 0,018-0,020 inchi ( 0,45-0,5 mm), pada setiap gigi dari frakmen dan rahang yang utuh didekatnya. Apbila diperlukan stabilisasi tambahn, bias dibantu dengan akrilik swa-polimerisasi. Pada fraktur prosesus alveolaris yang luas, yang melibatkan beberapa gigi atau bila imobilisasi dengan splint kurang memadai, fiksasi maksilomandibular akan memberiakn hasil oklusi pasca perawatan yang lebih baik.
Jangan mencabut gigi
Pencabutan gigi pada segmen fraktur atau prosedur lain yang mengarah pada intervensi terbuka dengan menyertakan pembukaan periosteum sebaiknya dihindari. Pencabutan gigi sering mengakibatkan hilangnya tulang dalam waktu singkat, sedangkan pembukaan flap yang menyertakan periosteum bisa mengakibatkan gangguan suplai darah yang biasanya diikuti dengan resorbsi atau nekrosis tulang. Apabila segmen sudah direduksi dan diimobilisasi dengan baik, luka-luka pada mukosa kemudian ditutup, biasanya dengan chronic gut ukuran 3-0 atau 4-0. Oklusinya diperiksa dan apabila ada kontak prematur, diperbaiki. Rotgen pasca reduksi dianjurkan karena hasilnya bias digunakan sebagi pembanding dengan hasil perawatan pada masa yang akan datang. Perawatan pendukung meliputi diet makanan lunak atau cair untuk menghindar kerusakan segmen karena proses mengunyah, aplikasi dingin pada jaringan lunak di derah tersebut, dan obat analgesik. Banyak kasus fraktur prosesus alveolaris dirawat tanpa menggunakan antibiotik. Apabila terdapat kontaminasi lokalyang luas, atau pasien termasuk dalam kelompok risiko tinggi, maka perlu diberika terapi antibiotic.
Tindak lanjut
Tindak lanjut yang pertama bersifat klinis, meliputi pemeriksaan yang teliti mengenai ada tidaknya infeksi, perubahn oklusi, dan stabilitas alat. Apabila fiksasi dilakukan dengan splint/ fiksasi maksilomandibular , maka fiksasi biasanya diakhiri setelah 4-6 minggu.setelah alat dilepas, maka segmen dites mobilitasnya dan dilakukan rontgen. Pengamatan jangka panjang diarahkan terutama untuk mendeteksi nekrosis pulpa. Perubahan vitalitas gigi ditentukan dengan melihat perubahan warna dan hilangnya opasitas pada mahkota, atau perkembangan radiolusensi periapikal. Pulihnya respon terhadap tes pulpa elektrik, atau tes rangsang termis mungkin memerlukan waktu 6 bulan sampai lebih dari 1 tahun.
PENATALAKSANAAN FRAKTUR PROSESUS ALVEOLARIS
Diagnosis
Klinis
Pemeriksaan: pergeseran segmen, adanya diskontinuitas lengkung rahang dan terjadi halangan oklusi. Juga cedera pada jaringan lunak di atasnya misalnya luka-luka atau hematom
Palpasi: kegoyangan gigi, segmen atau keduanya, nyeri tekan dan rasa tidak enak pada garis fraktur serta pergeseran.
Radiograf:
Proyeksi oklusal dan periapikal.
Garis fraktur dengan /tanpa adanya pemisahan frakmen.
Perubahan ligamentum periodontium, melebarnya celah, atau ruang kosong di apikal atau keduanya jika terjadi luksasi yang cukup besar.
Penatalaksanaan
Menenangkan pasien dan member sedative sesuai kebutuhan.
Anestesi: sering lokal sudah cukup, biasanya dilakukan blok V2 pada kasus maksilar.
Mungkin diperlukan anestesi umum apabila anestesi lokal tidak berhasil,atau pada pasien yang sangat penakut.
Gerakkan semen dengan jari dan periksa hubungan oklusalnya (reduksi).
Imobilisasi segmen pada posisi sudah direduksi dengan pesawat yang dibonding, arch bar atau splint.
Perlu dipertimbangkan untuk melakukan fiksasi maksilomandibular apabila melibatkan segmen yang luas. Rontgen pada posisi reduksi.
Telitilah hubungan oklusi. Apabila mungkin, gigi pada segmen fraktur dibebaskan dari oklusi apabila tidak digunakn fiksasi maksilomandibular.
Resep obat untuk menghilangkan rasa sakit, dan kadang-kadang diperlukan antibiotik.
Instruksi untuk melakukan aplikasi es pada bagian yang fraktur, dan pemberian makanan lunak atau cair, serta tindakan higiene mulut.
Jangan mencabut gigi pada segmen kecuali bila dad kemungkinan terjadi avulse/aspirasi.
Jangan melakukan suatu prosedur diman harus membuka flap dan mengangkat periosteum.
Tindak lanjut
Segera
Lakukan rontgen, jiak tidak dilakukan diakhir perawatan.
Perisalah stabilitas fiksasi.
Periksalah kondisi penyembuhan pada lesi jaringa lunak.
Aturlah pengobatan untuk rasa sakitnya.
Jangka panjang
Alat dilepas setelah 4-6 minggu.
Evaluasi mobilitas gigi dan segmen.
Lakukan pemotretan.
Jadwalkan kunjungan berikutnya ( kunjungan konrol ) untuk melihat status pulpa gigi yang terliabat.
Pertimbangkan untuk melakukan rujukan endodontic apabila terjadi gigi nonvital.
0 comments:
Post a Comment