skip to main | skip to sidebar

About me

My Photo
Putri Ferina Aprilia
View my complete profile

Arsip

  • ► 2018 (6)
    • ► January (6)
  • ▼ 2012 (30)
    • ▼ January (30)
      • GIGI TERPENDAM/ gigi impaksi
      • FRAKTUR
      • fraktur tulang alveolar
      • Infeksi Orofacial
      • PENATALAKSANAAN PASIEN BEDAH OROMAKSILOFASIAL
      • Komplikasi Anestesi Lokal dan Penanganannya
      • ILMU BEDAH MULUT
      • Carcinoma metastatic
      • KEGAGALAN FOTO RADIOGRAFIS ”FOGGED FILM”
      • Apical Scar
      • insufficient contrast
      • AMELOBLASTIC FIBROMA
      • KESALAHAN PADA FOTO PANORAMIK AKIBAT POSISI PASIEN...
      • TORUS MANDIBULARIS
      • “TEKNIK,KEGAGALAN,PROTEKSI RADIASI PADA KEDOKTERAN...
      • KEGUNAAN DAN PENATALAKSANAAN RADIOGRAFIS DI KEDOKT...
      • Radiografi ekstra oral
      • Perawatan Refractory periodontitis, Aggressive per...
      • TEMPOROMANDIBULAR JOINT
      • PENGARUH KELAINAN DAN PENYAKIT SISTEMIK TERHADAP P...
      • Cairan rongga mulut
      • benign Neoplasma
      • Infection sialadenitis
      • Reactive Lessions
      • Malignant gland Salivary neoplasma
      • LINEA ALBA
      • Frictional Keratosis
      • Pengukuran panjang saluran akar dengan alat elektrik
      • cukup klik 1 survey 1 hari dapat 20.000 rupiah
      • $6.00 Welcome Survey After Free Registration!
  • ► 2011 (54)
    • ► December (47)
    • ► April (7)

Mrs Pinky

FRAKTUR

Saturday, January 7, 2012


BAB I
PENDAHULUAN


Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu tulang frontal, temporal, orbitozigomatikus, nasal, maksila dan mandibula.

Fraktur maksilofasial lebih sering terjadi sebagai akibat dari faktor yang datangnya dari luar seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja , kecelakaan akibat olah raga dan juga sebagai akibat dari tindakan kekerasan. Tujuan utama perawatan fraktur maksilofasial adalah rehabilitasi penderita secara maksimal yaitu penyembuhan tulang yang cepat, pengembalian fungsi okuler, fungsi pengunyah, fungsi hidung, perbaikan fungsi bicara, mencapai susunan wajah dan gigi-geligi yang memenuhi estetis serta memperbaiki oklusi dan mengurangi rasa sakit akibat adanya mobilitas segmen tulang.
Wajah dapat dibagi menjadi tiga daerah (sub-unit), setiap daerah memiliki kegunaan yang berbeda-beda. Sub-unit paling atas terdiri dari tulang frontal yang secara prinsip berfungsi berfungsi sebagai pelindung otak bagian lobus anterior tetapi juga sebagai pembentuk atap mata. Sub-unit bagian tengah wajah memiliki struktur yang sangat berbeda, dengan ciri struktur dengan integritas yang rendah dan disatukan oleh kerangka tulang yang terdiri dari pilar-pilar atau penopang. Pilar-pilar ini disebut juga buttresses yang terdiri dari pilar frontonasal maksila pada anteromedial, zigomatiko-maksila sebagai pilar lateral dan procesus pterigoid sebagai pilar posterior. Sub-unit bagian bawah adalah mandibula. Bagian ini memilki struktur integritas yang paling baiksebagai konsekuensi dari fungsinya dan berhubungan dengan perlekaan otot-otot. Masalah yang paling spesifik pada fraktur mandibula dihubungkan dengan fraktur midfasial adalah peranan mandibula untuk mengembalikan lebar wajah secara tepat.

Manson yang dikutip oleh Mahon dkk (4) menggambarkan fraktur panfasial dengan membagi daerah wajah menjadi dua bagian yang dibatasi oleh garis fraktur Le Fort I. Setengah wajah bagian bawah dibagi menjadi dua bagian yaitu daerah oklusal yang terdiri dari prosesus alveolaris maksila dan mandibula serta tulang palatum dan bagian bawah terdiri dari vertikal ramus dan horisontal basal mandibula. Setengah wajah bagian atas terdiri dari tulang frontal dan daerah midfasial.
Sutura palatina memiliki struktur yang sama dengan sutura daerah kranial. Pearsson dan Thilendar menemukan bahwa sinostosis pada sutura palatina akan terjadi pada usia antara 15 dan 19 tahun, yang akan menyatukan segmen lateral palatal, sehingga jika terjadi trauma akan menimbulkan fraktur para sagital yang merupakan daerah tulang yang tipis. Seperti yang dikemukakan oleh Manson bahwa fraktur sagital lebih sering terjadi pada individu yang lebih mugah sedangkan fraktur para sagital lebih sering terjadi pada orang dewasa.
Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan penyembuhan frakturbaik itu malunion ataupun ununion. Ada beberapa faktor risiko yang secara specifik berhubungan dengan fraktur mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinyamalunion ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak  menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.
Terjadinya gangguan bentuk lengkung pada fraktur mandibula seringkali merupakan akibat dari reduksi yang kurang adekuat. Kegagalan pada penyusunan kembali bentuk lengkung secara anatomis akan menimbulkan keadaan prematur kontak dan gangguan fungsi pengunyahan. Kurang tepatnya aposisi segmen fraktur ini merupakan akibat dari perawatan yang terlambat ataupun fraktur yang tidak dilakukan perawatan. Pada beberapa kasus untuk untuk membantu reduksi fraktur dilakukan pembuatan model studi pra-operasi dan juga pembuatan model studi bedah.



BAB II
ISI
KLASIFIKASI :



Cedera tulang
a.       Fraktura sepertiga atas muka
b.      Fraktura sepertiga tengah muka
1.      Fraktura hidung
2.      Fraktura maksilari
LeFort I, fraktura maksilari transversa
            LeFort II, fraktura piramidal
            LeFort III, disjunksi kraniofasial
3.      Fraktura zigomatika
4.      Fraktura orbital
c.       Fraktura sepertiga bawah muka 
      (fraktura mandibular)
 
Cedera Tulang
               Fraktura sepertiga atas muka relatif kurang sering  di banding duapertiga bawah, namun lebih mungkin bersamaan dengan cedera otak. Fragmen tulang harus direposisi dari pada dibuang, dan ekstirpasi sinus frontal harus di cegah sedapat mungkin.
               Fraktura  sepertiga tengah muka sering akibat  cedera dashboard pada penderita yang tanpa pengaman  pada mobil. Fraktura nasal paling sering dari semua fraktura fasial  dan terbaik dideteksi secara  klinis,  tampilan foto  sinar-x  kurang layak pada cedera  ini.  Gambaran klinik antaranya perdarahan hidung, deviasi piramid nasal  dan krepitasi pada palpasi. Walau  fraktura  nasal tanpa  geseran tidak memerlukan reduksi, fraktura  yang         bergeser harus mendapatkan reduksi dan immobilisasi dengan bidai plester untuk seminggu. Kebanyakan kasus bereaksi atas reduksi tertutup, yang dilakukan satu hingga  tiga minggu setelah cedera bila edema sudah  berkurang  dan besarnya pergeseran dapat ditaksir lebih  tepat.
               Fraktura maksilari klasifikasinya dibagi tiga pola oleh ahli Perancis LeFort 1901. Biasanya fraktura  maksilari merupakan modifikasi atau kombinasi pola klasik. LeFort I adalah fraktura maksilari transversa yang  sering akibat dari pukulan pada daerah diatas bibir.  Bagian yang lepas terdiri dari proses alveolar,  palatum, proses pterigoid. LeFort II adalah fraktura piramid  akibat impak sedikit diatas tengah muka. Segmen  maksila yang terisolasi berbentuk piramid. Gerakan dapat  diperiksa  pada medial lantai orbital  dengan  menggerakkan gigi atas kebelakang dan kedepan. LeFort III, atau disjunksi  kraniofasial, merupakan separasi  yang  lengkap tulang  fasial dari basis tengkorak. Fraktura  maksilari  ditindak  dengan reduksi  dan  immobilisasi  batang lengkung  dan pemegang kawat dari arkus zigomatik  atau tulang frontal. LeFort III memerlukan juga pengikatan pada sutura zigomatikofrontal.
             Fraktura zigomatika urutan insidennya kedua  setelah  fraktura nasal. Fraktura zigomatika paling  sering adalah depresi eminens malar dan disebut fraktura tripod.  Fraktura  biasanya ditemukan  pada  garis  sutura zigomatikotemporal dan zigomatikofrontal serta pada foramen infraorbital. Tindakan berupa reduksi terbuka dan fiksasi  interoseus  internal pada dua dari  tiga  sisi fraktura. Cedera saraf infraorbital dengan baal  diatas daerah pipi kadang-kadang terdapat pada fraktura ini.
             Fraktura orbital dapat mengenai semua tulang  yang membentuk  dinding orbital,  yaitu  zigoma,  maksilla, frontal, sfenoid dan ethmoid. Cedera paling sering adalah mengenai baik lantai maupun atap orbit.  Mereka setipis kertas dan merupakan bagian paling rapuh dari orbit.  Fraktura  lantai orbital dapat  bersamaan  dengan        fraktura  depressed zigoma atau setelah suatu  benturan pada  bola mata, suatu fraktura 'blow-out'  yang  khas. Intervensi  bedah segera dianjurkan, dan  lantai  orbit sering diperkuat dengan lembaran silastik saat operasi.  Elevasi  akut  TIK, seperti yang terjadi  pada  pukulan yang hebat terhadap atap tengkorak, dapat berakibat robeknya atap orbital yang setipis kertas, baik uni maupun bilateral, suatu fraktura 'blow-in' yang khas.
               Fraktura  sepertiga bawah muka (fraktura  mandibuler) menduduki frekuensi ketiga setelah hidung dan  zigoma. Ia agak diperrumit oleh tarikan otot yang melekat padanya. Fraktura mandibular unilateral yang tak bergeser  biasanya ditindak dengan  fiksasi  intermaksillari dengan gigi dioklusi memakai batang lengkung.  Fraktura yang lebih rumit memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi interosseus.
 
II.1FRAKTUR RAHANG BAWAH
Klasifikasi :
1.      “ Simple Fracture”                       
Yaitu fraktura yang sederhana  seperti fraktura kondilus, prosessus    koronoidues.
2.      “Compound Fracture”     
Yaitu fraktura  yang terdapat pada beberap rahang dan dapat terjadi laserasi
3.      “Communited Fracture”
Yaitu fraktura yang terjadi karena trauma yang hebat atau benda-benda tajam yang masuk ke rahang yang menyebabkan rahang tersebut pecah atau patah kecil-kecil (remuk).
4.      “Phatological Fracture”
Yaitu fraktura yang terjadi karena adanya  penyakit pada tulang rahang bawah seperti osteomyelitis, kista, ameloblastoma, dan lain-lain.
5.      “Greenstick Fracture”
Yaitu fraktur sederhana yang dijumpai pada anak-anak.

Untuk suatu keperluan diagnosa dan perawatan, maka cukup dilakukan beberapa klasifikasi sebagai berikut :
1.      Fraktura Unilateral
Merupakan fraktur satu sisi pada mandibula, pada umumnya tunggal. Tetapi kadang-kadang lebih dari satu dan jika terjadi biasanya dengan pergeseran yang besar daripada fragmen.
Tipe-tipe fraktur yang  dapat terjadi:
a.       Dento-alveolar
b.      Condylar
c.       Coronoid
d.      Ramus
e.       Angulus
f.       Corpus
g.      Midline/samping
h.      Lateral ke midline dalam area incisor

2.      Fraktura Bilateral
Fraktura dua sisi dari mandibulla, kemungkinan yang sama dapat terjadi seperti pada fraktura unilateral. Daerah yang selalu mengalami fraktura bilateral misalnya :
-          Leher prosessus condyloideus dengan angulus mandibularis pada sisi lawannya.
-          Regio caninus dengan angulus mandibularis pada sisi lawannnya.

3.      Fraktura Multipel
Disini terjadi fraktura di beberapa tempat, fraktura multipel yang sering terjadi ialah “triple frakture” yang terjadi daripertengahan rahang bawah (mentum) dengan fraktur kedua leher prosessus condyloideus yang terjadi bila pasien jatuh kujat pada daerah dagu, pada umumnya terjadi karena tiba-tiba hilangnya kesadaran.

Etiologi
Kebanyakan fraktura yang terjadi pada rahang bawah disebabkan oleh karena trauma langsung terhadap rahang.

Pemeriksaan Klinis
1.      Pemeriksaan umum daripada pasien
kadang-kadang trauma ini juga menyebabkan injury pada daerah tubuh lain seperti dapat terjadinya  cerebral haemorrhage, rupturnya spleen, rupturnya mesenteric arteries, haemothorax, rupturnya ginjal dan frakturtulang yang lain.
2.      Pemeriksaan lokal daripada fraktura mandibulla
Sebelum kita memeriksa daerah fraktur pada rahang bawah, maka wajah harus dibersihkan dengan baik dengan air hangat untuk membuang gumpalan darah, kotoran jalan dan lain-lain untuk dapat memeriksa sebaik-baiknya jaringan yang laserasi atau echymosis. Rongga milut diperiksa apkah ada gigi yang patah, atau hilang. Juga diperiksa dari darah, diperiksa apkah ada gigi palsu yang patah dan kalau ada yang patah apakah ada yang masuk ke kerongkongan. Setelah pembersihan wajah dilakukan, lalu kepala da leher diperiksa dengan hati-hati

Ekstra Oral
Inspeksi :
Diatas daerah fraktura biasanya terjadi echymosis dan pembengkakkan.

Palpasi:
Palpasi dengan hati-hati dengan ujung jari diatas regio condylar kanan dan kiri dan dilanjutkan ke bawah sepanjang rahang bawah.

Intra Oral
Inspeksi :
Jika ada gigi yang patah atau gigi palsu, harus dikelurkan dari mulut. Periksa apakah daerah sulcus bukalis dan lingualis terdapat echymosis atau hematom. Kemudian periksa occlusal plane atau alveolar ridgenya. Gigi yang fraktur, luksasi atau subluksasi dicatat. Jika ada bagian yang hilang maka dibuatkan foto dada.

Palpasi :
Periksa pada daerah sulcus bukalis dan lingualis. Daerah yang diduga fraktur diperiksa dengan ibu jari dan telunjuk
 
Tanda-tanda, simptom dan antomi pembedahan dari fraktur mandibula menurut sisi fraktur
            Fraktur mandibula dapat dibagi menurut lokalisasi anatominya dalam 8 tipe pokok yaitu :
a.       Dento-alveolar
b.      Condylar
c.       Coronoid
d.       Ramus
e.        Angulus mandibula
f.        Body (molar dan premolar area) corpus
g.       Midline
h.       Lateral ke midline dalam area insisivus


a.    Faktor dento alveolar
Dento-alveolar injury biasanya diikuti dengan hilangnya gigi, masuknya gigi ke dalam rahang atau fraktur dari gigi dengan tanpa fraktur alveolar dan dapat terjadi sendiri atau bersama dengan tipe fraktur rahang bawah lain.

Kerusakan gigi
      Hal yang sering terjadi pada trauma rahang adalah kerusakan mahkota gigi dengan atau tanpa terbukanya pulpa. Fraktur dari akar gigi dapat juga terjadi. Subruksasi dari satu atau lebih gigi menjurus menjadi goyah dan pergeseran yang menyebabkan gangguan pada oklusi.
Fraktur alveolar
      Fraktur alveolar dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan gigi. Dapat dalam bentuk yang remuk, tetapi umumnya dalam bentuk fragmen alveolar yang sederhana.

Pemeriksaan klinis pada fraktur dento alveolar :
Inspeksi     :  Kemungkinan adanya lika pada bibir dan umumnya terjadi oedema.
Palpasi       : Palpasi yang hati-hati pada bibir digunakan untuk merasakan apakah ada benda/gigi di dalam jaringan tersebut. Palpasi pada alveolus dapat merasakan bentuk perubahan bentuk tulang-tulang.
           
b.    Fraktur condylar
      Merupakan salah satu fraktur yang sering terjadi pada rahang bawah. Fraktur condylus dapat diklasifikasikan sebagai ”intra capsilar dan ekstra capsular” dan unilateral atau bilateral.
      Fraktur intra capsular jarang terjadi, tetapi fraktur ekstra capsular pada leher condylus sering dijumpai. Ekstra capsular fraktur dapat terjadi dengan atau tanpa adanya dislokasi pada kepala condylus dan fragmen bagian atas dapat mengalami pergesaran ke arah bukal atau lingual.

Fraktur condylar unilateral
Inspeksi     : Pada inspeksi ekstra oral terlihat adanya pembengkakan di sekitar persendian rahang dan mungkin disertai dengan pendarahan dari kuping pada sisi yang terkena.
Palpasi       : Palpasi pada pasien yang mengalami luka baru, akan memperlihatkan kelembutan pada daerah condylar.

Inspeksi intra Oral
      Akan terlihat penyimpangan oklusi ke arah sisi fraktur dan ini terutama nyata terlihat bila pasien membuka mulutnya. Jika pergerakan rahang bawah di coba ke lateral ke arah sisi fraktur, akan dapat berhasil tanpa banyak gangguan. Tetapi gerakan terhadap sisi lawannya hanya dapat sedikit saja dan terasa sakit. Pergerakan rahang bawah ke depan adalah sedikit dan terasa sakit.

Fraktur condylar bilateral
Inspeksi     : Pemeriksaan intra oral pada fraktur condylar bilateral dapat dibagi dalam dua grup besar yakni : 1. oklusi tidak kacau (baik) tidak terjadi dislokasi. 2. dengan anterior open bite

      Perawatan yang khusus dan lama dibutuhkan untuk group open bite. Dalam kedua variasi tersebut terdapat rasa sakit dan terbatasnya pembukaan mulut pada percobaan gerakan lateral atau protrusi dari mandibula. Fraktur condylar bilateral sering berhubungan dengan midline fraktur pada mandibula dan area shympisis/mentalis pada mandibula harus diperiksa hati-hati.

c.     Fraktur Processus coronoideus
      Merupakan fraktur yamg jarang terjadi, dan bila fragmen tersebut lepas maka akan tertarik ke atas ke fossa infra temporalis oleh m. Temporalis. Processus coronoideus kadang-kadang dapat patah selama operasi berlangsung misalnya pada operasi kista yang besar pada ramus atau pengambilan gigi impaksi molar 3 mandibula dengan posisi yang menyimpang.
Hal ini sukar untuk diagnosa pada pemeriksaan klinis tetapi pada intra oral mungkin terdapat ecchymosis pada daerah tersebut dan terasa lunak pada palpasi di atas regio tersebut. Pada daerah tersebut mungkin terasa sakit dan terdapat pergerakan yang minimal pada rahang bawah terutama pada pergerakan ke depan.

d.    Fraktur Ramus Mandibularis
Fraktur yang terbatas pada regio ramus dapat dibagai 2 tipe:
1.      Fraktur tunggal yang menyilang ramus.
Dapat juga dipandang sebagai ekstra kapsular kondilar, kepalanya terletak di atas fragmen.
2.      Comminuted Fraktur dari Ramus
Fragmen dari fraktur seperti ini biasanya tertahan diantara m.masetter dan m.pterygoideus internus dan hanya sedikit perubahan letak yang terjadi, kecuali oleh trauma yang keras.
Pemeriksaan klinis
Pada inspeksi extraoral dan intra oral kadang-kadang terjadi pembengkakan dan ecchymosis. Palpasi pada daerah tersebut (ramus) terasa lunak, baik pada extra dan intra oral. Pergerakan rahang bawah, menyebabkan rasa sakit pada daerah tersebut dijumpai dis oklusi keterbatasan membuka mulut.

Pergeseran dari fragmen pada fraktur angulus dan corpus mandibula.
Pergeseran fragmen tulang ini tergantung pada sisi fraktur, arah garis fraktur pada tulang dan tarikan pada perlekatan muskulus pada fragmen.

e.     Fraktura Angulus Mandibularis
Sesudah fraktur leher condylus, maka fraktur angulus mandibula menduduki  posisi kedua, pada kasus-kasus fraktur rahang bawah. Pergeseran disini disebabkan oleh tarikan pada m. Masseter dan m. Pterygoideus eksternus, besarnya pergeseran tergantung arah pada garis fraktur yang melalui tulang. Jika arah garis fraktur vertikal menyokong aksi yang tidak dihalang-halangi pada internal pterygoid, fragmen posterior akan didorong  kelingual dan jika arah garis fraktur horizontal akan menyokong aksi yang tidak dihalangi m. Masseter dan pterygoideus externus ke arah atas maka fragmen bagian posterior akan bergeser ke atas.
 f.      Fraktur badan mandibula (area molar dan premolar) corpur
Terjadinya pergeseran corpus mandibula dari fragmen dapat terjadi pada unilateral fraktur dari rahang bawah pada daerah molar dan premolar. Serat-serat milohyoid pada sisi lain pada garis fraktur sangat berperan dalam mengurangi terjadinya pergeseran pada tipe fraktur ini.

g.    Fraktur sympisis
Pada fraktur ini terjadi pergeseran yang minimal, dan tarikan m.geniohyoid dan genioglossus cenderung untuk menekan ujung fraktur. Kadang-kadang pergeseran tersebut sangat kecil sekali sehingga tidak kelihatan. Pada pasien yang jatuh dengan dagu lebih dahulu maka kita harus curiga adanya fraktur pada garis tengah rahang bawah dan condylar.


h.    Lateral to midline in the incisor region
Trauma pertama akan menyebabkan terjadinya pergeseran. Daerah yang sering terkena adalah daerah caninus. Disini sebagian akan terdesak dilingual.

Tanda-tanda dan symptom daripada fraktur angulus dan corpus mandibula
Inspeksi  :  terdapat perubahan bentuk yang jelas pada wajah dan terjadinya extra dan intra oral oedema dengan atau tanpa laserasi jaringan lunak. Terjadinya jaringan oklusi atau pergeseran alveolus pada pasien yang ompong.
Palpasi  : terasa lembut pada regio fraktur dan pergerakan yang tidak biasa terjadi pada penekanan yang perlahan-lahan menyilang sisi fraktur. Jika n. Mandibularis terlibat maka terjadi parestesi pada bibir sebelah bawah pada distribusi n. Mentalis.
Pergerakan  : Pergerakan rahang bawah menyebabkan rasa sakit dan terbatas.

Bilateral dan comminuted fraktur
1.      Fraktur bilateral pada rahang bawah
Pada umunya pergeseran terlihat lebih nyata dan ini terutama terlihat pada fraktur bilateral pada batang rahang bawah. Dalam keadaan seperti itu tarikan pada otot-otot yang melekat pada genital tuberkel cenderung membawa fragmen ke belakang yang dapat menyebabkan bahaya penekanan jalannya lobang pernapasan, tetapi hal ini lebih sering terjadi pada comminuted fraktur pada area mentalis. Pada beberapa kasus arah garis fraktur yang terjadi pada tulang, akan merintangi pergeseran kearah belakang pada fragmen anterior dan akan terletak miring disebabkan karena tarikan muskulus yang melekat pada genial tuberkel. Dan sebagai akibatnya gigi rahang bawah akan berpindah ke depan dan pada waktu menggigit berada disebalah depan insisivus atas.
2.      Comminuted fraktur
Dapat terjadi karena trauma yang kuat atau oleh benda tajam mengenai tulang serta peluru senjata. Communited fraktur pada arcus horizontalis menyebabkan banyak terjadi pergeseran pada fragmen dan jika hal ini terjadi pada daerah dagu maka terjadi pergeseran pada lidah yang menyebabkan gangguan jalannya pernapasan.

Radiologi
Diperlukan macam/cara pengambilan seperti  :
1.      Oblique lateral kanan-kiri
2.      Postero anterior
3.      Peri apikal intra oral
4.      Occlusal dan oblique occusal menyilang garis fraktur
5.      T.M.J
6.      Tomogram pada kepala condylar

Perawatan Pendahuluan
  1. Pertolongan pertama
Pasien dengan tipe fraktur pendarahan bawah yang tidak berhubungan dengan keadaan lebih serius yang lain  pada bagian tubuh, jarang memerlukan pertolongan pertama.
Disini jarang terjadi shock tidak terjadi pendarahan yang besar, tetapi kadang-kadang dengan fraktur bilateral pada regio mentalis lidah cenderung tertarik ke belakang, dan hal ini mengganggu pernapasan. Jadi harus di jaga agar lidah tidak terjatuh ke belakang. Pemeriksaan mulut dilakukan dengan seksama dan tiap bagian pada gigi palsu yang patah, gigi yang patah atau tulang, harus di ambil agar jangan tertelan.
Untuk rasa sakit, pasien yang sadar umumnya dapat menjaga agar tidak menggerakkan fragmen. Pemberian antibiotik diberikan secepat mungkin dan kebersihan mulut harus di jaga.
  1. Laserasi jaringan lunak
Jika terjadi laserasi, maka harus sudah di tutup dalam tempo 24 jam untuk menghindari infeksi. Dan jika operasi untuk reduksi dan immobilisasi fraktur ditunda, maka jaringan luka yang mengalami laserasi di jahit.
Cara membersihkan luka yang efektif adalah dengan bahan-bahan misalnya desinfektan seperti savlon, betadine, atau perhydrol.
  1. Makanan dan cairan
Diberikan makanan yang lunak, kadang-kadang dengan bantuan keteter, cairan diberikan hingga pasien stabil dalam jumlah cairan yang memuaskan.
  1. Sedasi/analgesik
Pasien dengan fraktur rahang bawah biasanya tidak merasa sakit sekali dan pemberian sedasi tidak perlu dilakukan. Harus diingat pemakaian analgesik kuat seperti morphine merupakan kontra-indikasi karena akan menekan refleks batuk dan pusat pernapasan dan menghilangkan rasa sakit yang tersembunyi (seperti rupturnya limpa atau peritonitis).
Juga merupakan suatu resiko pemberian sedatif berat /keras pada pasien dengan fraktura rahang bawah yang hebat akan dapat menyebabkan kematian karena obstruksi jalan pernafasan yang disebabkan karena lidah jatuh ke belakang atau darah yang masuk ke dalam trakea.
  1. Transportasi
Adalah penting, bahwa pasien dengan trauma maksilofasial yang hebat tidak diletakkan terlentang. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi jalan pernapasan dan mempercepat kematian pasien.
Hal ini terjadi terutama pada kasus ”communited mandibular fracture”. Pasien seperti ini harus dibawa tergelatak dalam posisi miring dengan lidah jatuh ke depan dan sekresi keluar dari mulut.
Sebaiknya suatu alat penghisap darah/saliva terdapat pada kendaraan tersebut.

PERAWATAN DEFINITIF PADA FRAKTURA RAMUS DAN ARKUS MANDIBULA
            Prinsip umum daripada perawatan fraktura rahang bawah tidak banyak berbeda dengan fraktur dimana saja di dalam tubuh. Fragmen dikembalikan pada posisi yang baik dan lakukan immobilisasi sehingga suatu waktu terjadi persatuan tulang (bony union).
Reduksi (reposisi)
            Reduksi sebaiknya dengan anastesi umum, dan dapt juga dengan anastesi lokal atau sedatif  + analgesik dengan morphine. Jika hanya terjadi pergeseran yang minimal, kadang-kadang reduksi dlakukan tanpa anastesi.
            Jika gigi terdapat di daerah fragmen maka reduksi secara perlahan-lahan dapat dilakukan dengan ”elastic traction”. Untuk hal ini, cap splint atau kawat dipakai untuk menyatukan dengan baik gigi-gigi pada rahang bawah dan rahang atas pada daerah fragmen dan ” mandibular maxillary elastic traction” dipakaikan diantaranya.
Metode ini sangat populer, tetapi hal ini tidak terlalu efektif dilakukan dengan anastesi umum.
Merupakan kenyataan jika gigi dikembalikan ke posisi normal maka fragmen tulang akan bersambung dengan baik. Reduksi yang baik akan dapat dilakukan bila ada gigi, tetapi hal ini akan lebih sulit pada pasien yang ompong,kecuali dengan open reduction.
Reduksi terbuka

Adanya gigi pada garis fraktur
            Jika suplai darah terhadap pulpa mengalami kerusakan sebagai akibat daripada fraktur rahang bawah maka hal ini akan dapat menyebabkan matinya pulpa. Infeksi dari apeks gigi ini terhadap garis fraktur akan mengakibatkan terhalangnya penyembuhandaripada rfraktur atau bahkan akan terjadi non-union. Jadi kalau letak gigi di garis fraktur adalah jelek, maka gigi tersebut dicabut saja.



Fiksasi & Immobilisasi (membuat tidak bergerak) istirahat
            Setelah dilakukan reduksi yang tepat maka fragmen tersebut harus difiksasi & immobilisasi selama lebih kurang 5 minggu (pada pasien dewasa dalam kesehatan yang baik tanpa infeksi pada daerah fraktur). Penyatuan daripada fragmen terjadi lebih cepat pada anak-anak dan immobilisasinya antara 3 minggu sampai 1 bulan.
Orang tua, dan kasus fraktur dengan infeksi, memerlukan waktu yang lebih panjang untuk immobilisasinya yaitu lebih kurang 6-7 minggu lamanya.
Pemilihan teknik immobilisasi
            Sesudah pemeriksaan keadaan umum dan pemeriksaan lokal pada fraktur maka kita sudah dapat menetukan metode mana yang cocok dipakai.
Metode untuk fiksasi & immobilisasi fraktur rahang bawah :    
1        Dental Wiring :
a.       Direct
b.      Indiret
2        Arch bar
3        Siver-copper alloy cap splints
4        Gunning type splint
5        Transosseus wiring
a.       Upper border wiring
b.      Lower border wiring
6        External pin fixation
7        Bone clamps
8        Bone plating
9        Trans fixation dengan steinmann pins atau kirschner wires

1        Dental Wiring
Dalam hal ini tentunya jika pasien masih mempunyai gigi yang lengkap dan baik. Kawat yang sering dipakai ialah ”stainless-steel” dengan diameter: 0,35 mm
a.       Direct wiring
Kawat dililitkan 2 kali pada gigi, kemudian baru diputar kedua ujungnya hingga bersatu. Ujung putiran sebelah atas kemudian disatukan dengan yang bawah. Demikianlah seterusnya untuk seluruh gigi yang dianggap perlu.

2        Arch Bar
Bar yang dipakai adalah bar yang sudah disiapkan oleh pabrik. Banyak macam-macamnya seperti yang dibuat oleh winter, Jalenko,Schuchardt dan lain-lain. Bar ini ada yang kaku dan ada yang lunak bar diikatkan kegigi pada rahang atas dan rahang bawah dengan kawat. Kemudian rahang atas dan bawah dioklusikan dan diikat pula (inter maxillary wiring).

3        Cap Splints
Disini kita harus lebih dahulu memeriksa model untuk cast. Pasien dicetak lebih dahulu. Pada cetakan dibuat cap metal  (oleh tekhniker) cap dibuat sebaian lain pada fragmen sebelahnya. Untuk menghubungkannya dibuatkan dengan memakai skrup. Untuk merapatkan rahang atas dan rahang bawah dipakai karet traksi.
4        Modifikasi gunning-type splints
Tehnik ini dipakai jika pasientidak bergigi pada satu atau kedua rahangnya.jika pasien ompong pada rahang atas atau rahang bawah maka fiksasi dan immobilisasi dilakukan dengan gunning type splint dengan pengikatan per alveolar wires pada rahang atas dan circumferensial pada rahang bawah dan kemudian dihubungkan dengan mandibular-maxillary fixation dengan karet traksi.

5        Tranosseus Wiring
Adalah suatu metode yang efektif untuk immobilisasi dan fiksasi fraktur rahang bawah. Tulang dilobangi dengan bur pada kedua ujung dari fragmen dan sesudah reduksi kita masukkan wires stailess-steeldengan diameter 0,5 mm ke dalam lobang yang sudah dibuat, kemudian kedua ujungnya diikat.
Cara ini sangat cocok untuk fraktur rahang bawah pada pasien yang ompong. Yang perlu diperhatikan ialah tidak terjadi inflamasi pada fraktur tersebut. Jika transosseus wire dimasukkanpada daerah yang infeksi akan mengakibatkan resiko terjadinya nekrosis pada kedua ujung tulang. Metode ini dapat dipakai untuk semua fraktur rahang bawah. (lihat gambar).

6        Extra-oral pin fixation
     Cara ini jarang dipakai untuk perawatan tipe fraktur rahang bawah. Caranya yaiu menancapkan ke dalam fragmen stainless-steel pin (3mm) pada tiap sisi fraktur. Kedua pin dihubungkan dengan suatu cross-bar dan dapat distel.
      Dalam hal ini kadang-kadang mandibular-maxillary fixation masih dibutuhkan. Elektric action dapat terjadi pada pin fixation dan hal ini dapat menyebabkan terjadinya ring sequester pada tulang dan ulserasi pada kulit dimana pin ditancapkan. Perwatan ini harus diliakukuan di rumah sakit. Bila perewatan pada fraktur yang infeksi dengan cara transosseus wiring tidak dapat dilakukan, maka cara extra oral pin fixation ini sangat menolong.
7.   Bone Clamps
      Disini caranya hampir sama dengan di atas dan juga memakai pin yang ditancapkan.
8.   Bone plating
Dengan cara ini pasien dapat lebih senang terhadap makan dan mengurangi masa perawatan. Kekurangannya pekerjaan dari luar dan tentunya akan meninggalkan cacat atau jaringan perut dan kulit. Plat tersebut adalah “vitallium metacarpal bone plate” yang panjangnya bermacam-macam dan  mempunyai 4 lobang dan vitallium skrup. Ada juga ostoeosynthese, bahkan ada juga yang mempunyai kompressi. Merek osteo, Synthes dan lain-lain.

9.  Transfixation
Perawatan fraktur pada daerah symphysis dapat juga dirawat dengan cara ini yaitu dengan menanam Steinman pin atau Kirschner wire melalui fragmen.

Perawatan pasca bedah
Perawatan pasca bedah pada fraktur rahang bawah dapat dibagi dalam 3 fase yaitu :
1.      “Immediate post operative phase”, bila pasien telah sadar dari nekrose.
2.      “Inter mediate phase”, selama fixatie mandibula-maxillary dalam posisinya.
3.      “Late post operative phase” termasuk pengambilan mandibular-maxillary fixation, rehabilisasi gigitan, immobilisasi sendi rahang dan perawatan selanjutnya.

1.      Immediate post operative phase
Pada suatu rumah sakit yang lengkap disediakan suatu “intensive care unit” recovery room untuk merawat pasien yang yang dibawa dari kamar bedah dan dijaga perawat-perawat yang sudah ahli. Pasien dijaga sampai sadar betul, baru dipindahkan keruangannya kembali.
Jika mandibula-maxillary fixation yang dipakai, maka sebaiknya diletakan alat-alat seperti tang pemotong kawat sehingga kalau perlu fiksasi dapat dibuka pada kasus darurat. Demikian juga adanya suktor untuk mengambil cairan saliva atau darah yang keluar. Disini harus dijaga benar-benar jalan udara agar tetap lancar. Untuk itu lidah tidak boleh jatuh kebelakang dan juga penumpukan saliva dan lain-lain.

2.   Intermediate postoperative phase
Perawatan disini ialah selalu memeriksa keadaan fiksasi apakah masih kuat, dilihat apakah ada oedem yang hebat.
Pasien dengan fraktura rahang bawah akan merasa lebih enak dengan posisi duduk. Pencegahan infeksi pada daerah fraktura dilakukan dengan pemberian antibiotic dan lain-lain selama 4 hari kebersihan mulut harus dijaga, misal dengan memberikan obat-obat kumur. Makanan pasien dapat diberikan dalam bentuk lunak atau cair.

Pengawasan Umum
            Pasien dengan luka maxillo-facial dan dirawat di rumah sakit harus diperiksa baik-baik setiap hari.
Fiksasi harus diperiksa apakah masih baik atau sudah longgar. Pembengkakan yang bertambah di daerah sisi fraktur atau rasa sakit yang memuncak atau naiknya temperatur tubuh haruslah mendapat perhatian kita. Pasien dengan fraktur rahang bawah merasa lebih enak jika dalam keadaan posisi duduk dengan lurus kedepan.

Sedasi/Analgesik
            Bila reduksi dan fiksasi diakukan dengan baik, maka rasa sakit akan terasa sedikit sehingga analgesik jarang diberikan.
Pemberian analgetik kuat seperti morphin harus hati-hati karena menyebabkan penekanan pusat pernafasan dan refleks batuk.

Pencegahan terhadap infeksi
            Untuk mencegah terjadinya infeksi, pasien harus kita berikan anti biotika. Karena mencegah lebih mudah daripada merawatnya.

Kebersihan rongga mulut
Kebersihan rongga mulut mempunyai peranan penting dalam pencegahan infeksi pada garis fraktur. Pasien yang sadar kita suruh kumur-kumur. Setiap habis makan dan sesudah mendapat perawatan, kawat, bar, harus digosok dengan gosok gigi agar tetap bersih. Jika pasien tidak dapat melakukannya, maka perawat akan atau harus membersihkannya.
Langsung sesudah operasi, saliva pasien cendrung menjadi kental dan keadaan berlangsung sekitar 24 jam. Pada kedaan ini sebaiknya mulut selalu dibersihkan dan bibir diolesi atau diminyaki dengan petrolueum jelly.

Makanan
            Kalau pasien sadar, pasien dapat diberikan makan. Biasanya cairan atau bubur. Apabila pasien tidak bisa menelan maka dipasang transnasal gastric tube (sonde). Kalori yang dibutuhkan adalah sekitar 2000-2500kalori.
Pada pasien yang tidak sadar maka harus diperhatikan cara pemberian makanannya.

Keseimbangan cairan
Pada pasien penderita luka maxillo facial maka suatu daftar keseimbangan cairan harus dibuat sampai  suatu waktu yang memuaskan bahwa “fluid intake” yang memadai dapat ditelan oleh pasien.
Kebutuhan normal perhari-hari adalah sekitar 3000ml dan out put sekitar 1500ml yang keluar melalui kulit, keringat dan lai-lain. Sisanya 1500ml lagi keluar melalui urine. Harus selalu dingat bahwa semua bentuk dari trauma dan operasi menyebabkan suatu gangguan metabolisme yang kompleks, yang mana dapat langsung terjadi sesuai dengan besar dan durasi dan trauma atau operasi pada pasien yang tidak bisa menelan karena suatu fraktur rahang bawah yang hebat, maka dehidrasi dapat terjadi dalam 24-48 jam, hal ini terutama pada pasien yang sudah tua.

“Parenteral fluid therapy” (pemberian cairan makanan secara parental)
            Cairan diberikan secara intravenous drip. Selama masa dimana penderita masih susah makan melalui sonde atau pipet. Kekurangan makan dan cairan dapat dibantu dengan cairan ini sehingga penderita akan cepat stabil dalam kondisi penyembuhannya. Selanjutnya makanan diberikan peroral melalui pipet yang disedot diantara retro molar sehingga semua makanan harus jenis saring, demikian juga obat-obatan semua digerus.

Pemeriksaan terhadap union dan pengambilan fiksasi
            Terjadinya union daripada tulang diperiksa dengan cara menggerakan rahang bawah dengan tangan kanan kiri ditambah dengan permeriksaan rontgent foto. Jika sudah baik, fiksasi dapat dibuka. Kalau fiksasi dilakukan didalam tulang misal plat, intraosseus wiring, maka benda tersebut dapat dibiarkan disitu untuk waktu yang agak lama.

Penyesuaian oklusi
            Penyusuaian/perbaikan kecil daripada oklusi kadang-kadang dibutuhkan. Abnormalitas yang lebih besar dirawat dengan melakukan grinding daripada cuspis.

Mobilisasi sendi rahang
            Sisanya pasien tidak mengalami kesulitn menggerakan sendi rahang sesudah immobilisasi daripada rahang bawah. Jadi tidak dibutuhkan perawatan khusus. Tetapi jika terjadi “intracapsular fracture” atau fraktur pada region kondilar, maka sebaiknya perawatan dilakukan dengan plat, intraosseus wiring, agar pergerakan mandibula masih bisa dilakukan.

Anestesi dan parastesi bibir bawah
            Jika n. mandibularis terlibat maka dapat terjadi dalam bentuk neuraphatia (lesi pada nervus yang menyebabkan paralyse) atau neurotmesis (kerusakan syarat) dan untuk perbaikannya tergantung daripada berat ringannya kerusakan syarat. Neurophatia biasanya sembuh sekitar 6 minggu, tetapi neurotmesis dapat mencapai 18 bulan. Pada kerusakan yang hebat penyembuhan kemungkinan tidak terjadi dan pasien akan mengeluh akan adanya adanya perobahan terhadap rasa pada daerah tersebut.
  
Kemungkinan hidupnya gigi yang rusak
            Gigi yang terkena trauma pada waktu kecelakaan harus diobservasi apakah masih hidup tau sudah mati karena pulpa yang sudah mati dapat mendatangkan komplikasi yang terjadi kemudian.

Gingivitis
          Pada keadaan dimana kebersihan mulut kurang dijaga maka dapat terjadi gingivitis. Diajurkan menjaga kebersihan mulut selama perawatan misalnya menggosok gigi dengan brush yang halus dan pemberian obat kumur.

Ad.3 Late post-operative phase
Periode immobilisasi tergantung dari kasus dan keadaannya. Pengambilan atau pembukaan dari fiksasi dapat dilakukan tetapi sebelumnya lakukan testing apakah terjadi union dari tulang.
Lalu lakukan penyesuaian oklusi. Pasien disuruh menggerakkan persendiannya, yang mula-mula terasa kaku dan pasien harus selalu melatihnya hingga normal.
Dilakukan pemeriksaan gigi yang rusak, apakah masih vital atau tidak. Biasanya penderita mendapat gingivitis

PENATALAKSANAAN FRAKTUR MANDIBULA
Ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula yaitu cara tertutup/ konservative dan terbuka / pembedahan.
Pada teknik tertutup, reduksi fraktur dan immobilisasi mandibula dicapai dengan jalan penempatan peralatan fiksasi maksilomandibular. Pada prosedur terbuka, bagian yang fraktur dibuka dengan pembedahan, dan segmen direduksi dan difiksasi secara langsung dengan memakai plat atau kawat. Teknik terbuka dan tertutup tidaklah dilakukan sendiri, tetapi kadang- kadang dikombinasikan.
Pendekatan ketiga, merupakan modifikasi dari teknik terbuka, yaitu metode fiksasi skeletal eksternal. Pada teknik fiksasi skeletal eksternal pin ditelusupkan kedalam kedua segmen untuk memdapatkan tempat perlekatan alat penghubung (connecting appliance), yang bisa dibuat dari logam atau akrilik, yang menjembatani bagian yang fraktur dan menstabilkan segmen tanpa melakukan immobilisasi mandibula. Semua metode perawatan masing-masing memiliki indikasi, keuntungan da kekurangan. Dasar pemikiran perawatan yang baik adalah respon fleksibe, yaitu kemauan untuk menggunakan teknik yang ada (alat alat yang diperlukan ), dengan profesionalitas yang memadai.

1.      REDUKSI TERTUTUP
Indikasi : untuk kasus dimana gigi terdapat pada semua segmen atau segmen edentulus disebelah proksimal denga pergeseran yang hanya sedikit.
            Malleable arch bars.
Tersedia dalam bentuk gulungan atau potongan-potongan dengan panjang tertentu. Arch bar dengan mudah dapat bisa dipasang dengan menggunakan anestesi lokal atau umum, dengan jalan mengikatkannya dengan gigi menggunakan kawat baja tahan karat ukuran 0,018 atau 0,20 inchi, 0,45 atau 0,5 mm. Kawat diinsersikan melingkari tiap-tiap gigi (melalui diatas arch bar pada satu sisi dan dibawah arch bar pada sisi yang lain), ujung-ujung kawat dipilin searah jarum jam. Jika terjadi pergeseran segmen yang nyata, biasanya diatasi dengan memotong arch bar pada bagian yang mengalami fraktur, karena apabila bar menjembatani fraktur, maka akan cenderung memisahkan atau mengganggu segmen-segmennya.
            Fiksasi
Fiksasi maksilomandibular dilakukan dengan menggunakan elastik atau kawat untuk menghubungkan loop (lug) arch bar atau alat maksilar dan mandibular yang lain. Apabila suatu segmen mengalami pegeseran yang cukup banyak, maka lakukan immobilisasi segmen yang pergeserannya lebih sedikit dahulu, kemudian melakukan reduksi dan immobilisasi segmen yang lain secara digital atau manual. Apabila suatu fraktur belum lam,a terjadi yakni 72- 96 jam, reduksi biasanya dilakukan dengan manipulasi. Pada fraktur yang sudah lama terjadi , stabilisasi dari elemen yang tidak bergeser atau hanya bergeser sedikit, dilakukan pertama kali dengan menggunakan kawat atau elastik dan kemudian memasang elastik yang cukup kuat tarikannya terhadap segmen yang pergeserannya lebih banyak. Kawat bersifat pasif. Elastik bersifat aktif. Elastik yang dikenakan pada gigi yang tidak punya antagonis akan mengakibatkan ekstrusi atau, pada kasusu yang lebih hebat mengakibatkan gigi lepas. Semua pasien dengan pengawatan maksilomandibular harus dibekali alat pemotong kawat yang bis digunakan setiap saat.

Arch bar memberikan daerah perlekatan untuk fiksasi maksilomandibular, tetapi secara teknik tidak berfungsi sebagai splint, karena jarang memberikan immobilisasi dan stabilisasi segmen fraktur dengan baik.
            Sistem eyelet
Pengawatan langsung yang sering digunakan adalah teknik eyelet (ivy loop).
Caranya :
Kawat dipilinkan satu sama lain mebentuk loop. Kedua ujung kawat dilewatkan ruang interproksimal dan kawat tetap di permukaan bukal. Satu ujung dari kawat dilewatkan di sebelah distal dari gigi distal dan kembalinya melalui atau dibawah loop, sedangkan ujung yang lain ditelusupkan pada celah interproximal mesial dari gigi mesial. Kedua ujung alat dipilinkan satu sama lain , dipotong dan dilipat pada aspek mesial gigi mesial. Akhirnya loop dikencangkan dengan jalan memilinya.

Sistem eyelet tidak rumit dan mudah dilakukan.

Indikasi : ideal untuk penanganan kasus yang cepat apabila dilakukan stabilsasi sementara, atau apabila durasi anastesi umum dikurangi.

            Splint logam / akrilik
Merupakan alat individu yang ditujukan untuk imobilisasi atau memantu imobilisasi segmen – segmen fraktur. Pembuatan splint memerlukan bahan cetak, fasilitas laboratorium, dan waktu yang relatif lama.
Indikasi : apabila terjadi kehilangan substansi tulang (luka kena tembak) untuk mencegah kolaps atau unutk mendapatkan kembali panjang lengkung rahang.

            Gunning splint
Fraktur edentulus membawa problema tersendiri dalam immobilisasi. Apabila mempunyai protesa gigi maka bisa digunakan untuk fiksasi maksilomandibular. Salah satu cara dengan membuat lubang pada basisi akrilik di regio interproksimal gigi dari geligi tiruan dan kemudian dilakukan pengawatan arch bar terhadap basis protesa .
Apabila pasien tidak memakai geligi tiruan, maka lakukan pencetakan dan buatkan ginning splint yang mirip basis protesa dengan bite plane dan dilapisi dengan kondisioner jaringan.

            Pengawatan sirkummandibular
Geligi tiruan atau splint mandibular sering distabilisasi dengan menggunakan 3 pengawatan sirkummandibular, satu melingkari mandibula pada regio parasimfisis dan dua pada daerah posterior dari foramen mentale. Kawat – kawat diinsersikan dengan jarum penusuk (awl) atau metode jarum lurus ganda (double straight needle). Awl adalah sebuah jarum yang dilengkapi dengan pegangan.
Pada teknik awl, jarum tersebut ditusukkan pada kulit dibawah mandibula dan muncul pada dasar mulut. Awl tersebut ditelusupi kawat, ditarik dan dilewatkan pada aspek bukal mandibula kedalam vestibulum, disini kawat dilepas. Kemudian kawat dilewatkan diatas geligi tiruan dan ujung-ujungnya dipuntir/ dipilin agar terjadi stabilisasi.
Pada teknik  jarum lurus ganda, suatu jarum dilewatkan sebelah lingual dari mandibula , masuk kedasar mulut dan kawat ditarik. Yang lain diinsersikan dari bagian bukal pada titik insersi sama untuk menuju ke vestibulum dan kemudian ditarik. Ujunng-ujung kawat  tersebut dilewatkan diatas geligi tiruan kemudian dikencangkan satu sama lain.
            Fiksasi tulang eksternal
Yang sering dioakai aldalah alat fiksasi bi-phase. Dengan alat ini, pin- pinnya diinsersikan melalui insisi kutan kedalam tulanh yang sebelumnya dilubangi dengan bur. Pin dimasukkan melalui korteks bukal dan tulang konselusn dan sedikit tertanam pada tulang kortiksl lingual. Paling tidsk dua pin untuk tiap- tiap segmen fraktur. Kemudian pin- pin itu dijembatani dengan bar (dengan memakai klem), dan reduksi diamati dengan sinar –X. Kemudian bar dignatikan dengan konektor akrilik, yang bentuknya disesuiakan dengan peralatan khusus.
Fiksasi eksternal untuk fraktur mandibular memberikan keuntungan dalam mereduksi dan stabilisasi segmen proksimal yang mengalami pergeseran apabila reduksi terbuka merupakan kontraindikasi., untuk mencegah kolaps dimana tulang banyak yang hilang.



Reduksi terbuka
Untuk melakukan reduksi terbuka pada fraktur mandibula bisa melalui kulit atau oral. Antibiotik dan peralatan intraoral yang baik memberikan dukungan tambahan pada pendekatan peroral. Secara teknis, setiap daerah pada mandibula dapat dicapai dan dapat dirawat secara efektif secara oral kecuali pada daerah subkondilar. Walaupun jalan masuk lewat mulut tidak semudah perkutan, modifikasi pengawatan langsung ( pengawatan tepi atas atau transalveolar dan transirkumferensial ) menjadikan teknik ini mempunyai keberhasilan tinggi, dengan rasa sakit dan komplikasi yang minimal. jika digunakan pelat tulang, pendekatan oral sering dikombinasikan dengan pendekatan perkutan dengan menggunakan teknik instrumentasi transkutan.

Reduksi tulang peroral

Reduksi tulang peroral dari fraktur mandibula sering dilakukan untuk mengendalikan frakmen edentulus proksimal yang bergeser. Situasi ini umumnya pada fraktur yang melalui alveolus gigi molar tiga yang impaksi/erupsi sebagian. Tindakan dilanjutkan dengan anestesi lokal atau sedasi atau anestesi mum. Arch bar atau alat fiksasi yang lain pertama – tama diikatkan pada tempatnya, dan suatu flap envelope mukoperiosteal yang di modifikasi  lebih besar dan terletak lebih ke arah bukal) di buat untuk jalan masuk ke daerah molar ketiga. Molar ketiga dikelurkan, biasanya bisa dilakukan dengan mudah dengan menggunakan elevator dan distraksi anterior dari segmen distal. Lubang unikortikal dibuat pada dinding alveolar sebelah bukal dari kedua fragmen ,dan sebuah kawat baja tahan karat ( 0,018 atau 0,020 inch, 0,45 atau 0,5 mm) di telesupkan kedalam nya. Reduksi diakhiri dengan manipulasi minimal. Stabilitas awal didapatkan dari banyaknya gerigi fraktur yang mengunci. Ujung – ujung di pilin untuk mengencangkan segmen pada posisi reduksi. Dan ditempatkan kawat atau elastik untuk fiksasi maksilo-mandibular. Bagian tersebut di irigasi dengan larytan saline steril, diperiksa, dan kawat disesuiakan, di potong serta di tekuk. Penutupan flap dilakukan dengan jahitan kontinu memakai chromic gut 3-0. Reduksi ini dikatakan berhasil apabila segmen edentulus proksimal yang dapat digerakan tadi nya bergeser dicekatkan ke frakmen distal /anterior yang sudah diimbolisasi ( fiksasi maksilomandibular ).

Reduksi terbuka pada simpisis

Fraktur para simpisis ini dapat dirawat dengan pengawatan transalveolar pada tepi atas, apabila gigi didekat garis fraktur tidak ada. Pada situasi tipikal yang lain, fraktur parasimfisis yang bergeser distabilsasi pada tepi bawah melalui jalan masuk yang diperoleh dengan membuka simfisis. Flap dibuat dengan menempatkan insisi 3-4 mm dibawah pertemuan mukosa bergerak dan tidak bergerak. Insisi submukosal dibuat sedemikian rupa sehingga periosteum diiris di bawah origo m.mentalis. pemisaham periosteum dimulai dengan elevator periosteal, dan pengelupasan dilakukan dengan tekanan digital ke arah inferior. Perhatian perlu diarahkan untuk mempertahankan bundel neurovaskular mentalis, dengan hati – hati menggeser/melindunginya hanya jika bundel kemungkinan bisa cedera yakni apabila digunakan instrumen putar.lubang dibuat pada kedua segmen pada tepi bawah, dan sebuah kawat tahan karat ( 0,020 atau 0,022 inch, 0,5 atau 0,55 mm ) dilewatkan, sering dibuat seperti angka 8. Keuntungan dari teknik bentuk angka 8 ini karena tidak diperlukannya insersi kawat lingual. Segmen – segmen di atur letaknya dan ujung kawat dipilin,dipotong , dan dibengkokan. Fiksasi maksilomandibular diakhiri dengan menempatkan kawat atau elastik yang menghubungkn arch bar atau alat yang lain. Bagian tersebut kemudian diirigasi denan larutan saline steril, diperiksa, dan ditutup. Kemungkinan terjadinya dehisensi ( pemisahan) dari garis jahitan bisa dikurangi apabila m.mentalis terjga dengan baik. Submukosa dan mukosa dijahit dengan chromic gut 3-0 ( atau polyglycolic acid,Dexon) dengan teknik kontinu sederhana atau matres, pembalut dengan tekanan di pertahankan untuk mempertahankan posisi jaringan lunak terhadap tulang sehingga bisa mengurangi pembentukan rongga mati dam hematom. Pendekatan dari angulus mandibulae dan symphysis mandibulae bisa dimodifikasi sehingga memungkinkan pembedahan dilakukan pada setiap bagian dari mandibula bagian anterior, yakni corpus mandibulae dan regio mentalis. 
  
TINDAK LANJUT

            Perawatan pendukung pasca bedah terdiri atas analgesik, dan bila diindikasikan ditambah antibiotik, aplikasi dingin dan petunjuk diet. Rontgen pasca-reduksi dan pasca-imobilisasi perlu dilakukan. Reduksi terbuka bisa memperpendek masa fiksasi maksilomandibular, dan pembukaan percobaan yang dilakukan pada minggu keempat atau kelima kadang-kadang dilakukan untuk mengetahui derajat kesembuhan klinis, terutama pada anak yang masih muda. Normalnya, kawat transoseus untuk stabilisasi segmen tidak dilepas. Jika kawat teraba di bawah mukosa daerah edentulus yang akan diberi protesa atau terbuka selama dilakukan bedah praprostetik, kawat harus dilepas. Pelepasan tersebut dilakukan dengan bantuan anestesi lokal. Pelepasan dilakukan dengan membuat insisi di atas kawat, kemudian kawat tersebut dibebaskan dan dipotong.

REDUKSI TERBUKA PERKUTAN

            Reduksi terbuka perkutan pada fraktur mandibular diindikasikan apabila reduksi tertutup atau peroral tidak berhasil, terjadi luka-luka terbuka, atau apabila akan dilakukan graft tulang seketika. Fraktur subkondilar tertentu dan fraktur yang sudah lama atau yang mengalami penggabungan yang keliru atau tidak bergabung juga merupakan indikasi untuk reduksi perkutan terbuka (Gbr. 10-32). Pendekatan terbuka biasanya dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular untuk mendapatkan stabilisasi maksimum dari segmen fraktur. Apabila terjadi luka-luka terbuka, jalan masuk langsung ke daerah fraktur bisa didapatkan hanya dengan sedikit modifikasi (Gbr. 10-33). Fraktur pada daerah angulus dan corpus mandibulae dicarikan jalan masuk melalui diseksi submandibular, misalnya dengan pendekatan Risdon, dimana insisi ditempatkan sejajar garis tegangan kulit pada daerah inframandibular. Bagian yang mengalami fraktur dibuka dengan diseksi tumpul dan tajam, dengan tetap mempertahankan n. mandibularis marginalis cabang dari n. fascialis. Fraktur symphysis dan parasymphysis mandibulae dirawat dengan membuat insisi submental. Seperti pada semua reduksi terbuka, pengelupasan periosteum diusahakan minimal, dan hanya dilakukan pembukaan flap secukupnya saja untuk jalan masuknya alat. Lubang dibuat pada tepi inferior dari kedua fragmen, dan kawat baja tahan karat (0,018 atau 0,02 inch, 0,45 atau 0,5 mm) ditelusupkan. Reduksi dilakukan pertama kali dengan manipulasi dan kemudian dipertahankan dengan memilinkan kedua ujung kawat transoseus satu sama lain. Dasar dari teknik stabilisasi konservatif adalah meninggalkan bahan asing sesedikit mungkin misalnya lebih memilih menggunakan kawat dibanding pelat, dan memakai kawat sesedikit mungkin. Bagian yang direduksi kemudian diirigasi dan diamati. Periosteum pertama-tama dirapatkan dengan jahitan chromic gut 2-0 atau 3-0. Selanjutnya luka ditutup lapis demi lapis dan kemudian dipasang pembalut tekanan, yakni berupa kasa penyerap dengan anyaman serat yang halus, yang diberi bismuth tribromphenate/petrolatum (Xeroform) dan gulungan pembalut elastik yang lebarnya 4-5 inch (Kerlix).

PEMASANGAN PELAT TULANG

            Jika pasien mengalami gangguan mental/inkompeten, memiliki gangguan konvulsif yang kurang terkontrol, atau seorang pemabuk atau pecandu obat bius; jika mobilisasi awal dari mandibula diinginkan agar dapat mengurangi kemungkinan terjadinya ankilosis (beberapa fraktur subkondilar); dan untuk fraktur edentulus mandibular tertentu, reduksi dan imobilisasi kaku dengan pelat tulang (Vitallium, Titanium) akan sangat bermanfaat. Teknik ini tidak dipilih untuk kasus kontaminasi yang luas, atau fraktur kominusi yang lebar, dan jika penutupan primer baik mukosal atau dermal, tidak bisa dicapai. Pada beberapa kasus pelat tulang bisa dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular, splinting, atau fiksasi skeletal eksternal. Dalam menangani masalah yang sulit ini, pendekatan individual dan orisinil sangat dibutuhkan. Pembedahan biasanya dilakukan di dalam kamar bedah karena menggunakan anestesi umum. Bagian yang mengalami fraktur dibuka secara peroral atau dengan pendekatan submandibular (Risdon) atau submental. Sering digunakan pelat kompresi, dimana bidang insersi dari sekrup ditempatkan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan penutupan bagian fraktur secara aktif dan bukannya pasif (pelat adaptasi) (Gbr. 10-34). Pelat kemudian dikunci dengan memasukkan sekrup setelah dilakukan reduksi dan diperiksa dengan mengamati oklusinya. Periosteum kemudian didekatkan satu sama lain dan dilakukan penutupan. Walaupun beberapa pelat mungkin tetap ditingggal di tempatnya,  tetapi pengeluaran sesudah terjadi penyembuhan dianjurkan oleh pabrik-pabrik tertentu sehingga diperlukan pembedahan ulang. Pada keadaan edentulus, pemasangan pelat mungkin mengganggu pembedahan praprostetik atau rehabilitasi praprostetik. Kegagalan sistem imobilisasi dengan pelat tulang kebanyakan disebabkan oleh karena ketidakstabilan dan infeksi/osteomielitis. Pelat tulang merupakan teknik yang relatif sensitif, dan kegagalan kadang-kadang harus dihadapi oleh seorang ahli bedah.

REDUKSI TERBUKA PADA FRAKTUR SUBKONDILAR

            Banyak fraktur subkondilar mandibular bilateral dan kebanyakan fraktur kondilar pada orang dewasa memerlukan reduksi terbuka. Pada kasus fraktur subkondilar bilateral, baik segmen yang pergeserannya paling besar, maupun fragmen yang lebih besar bisa direduksi sendiri-sendiri atau bersama-sama. Fraktur dislokasi yang parah dan tidak direduksi sering mengakibatkan cacat permanen. Cacat ini termanifestasi berupa perubahan rentang gerakan, keterbatasan dan oklusi yang tidak tepat. Pendekatan pembedahan yang biasanya dilakukan pada regio subkondilar adalah preaurikular. Insisi vertikal sepanjang 4-5 cm dibuat sebelah anterior dari kartilago telinga.
            Dengan diseksi tumpul dan tajam yang dilakukan hati-hati untuk melindungi cabang-cabang n. facialis, maka bisa dicapai daerah yang mengalami fraktur. Segmen fraktur yang mengalami pergeseran sering terletak pada fossa infratemporalis, yang cenderung menyulitkan pengembaliannya ke tempat semula. Stabilisasi dilakukan dengan pengawatan transoseus atau pemasangan pelat (Gbr. 10-35). Fiksasi maksilomandibular idealnya sudah dipasang di tempatnya sebelum dilakukan penutupan untuk memastikan bahwa stabilitas fragmen kondilar telah dicapai.

PERAWATAN YANG TERTUNDA

            Penatalaksanaan fraktur yang sudah lama, baik yang umurnya sudah lebih dari 14 hari atau sudah tahunan, membawa masalah tersendiri. Fraktur yang sudah berumur 14 hari menunjukkan tahap awal penyembuhan, yakni organisasi beku darah dan proliferasi jaringan granulasi/jaringan ikat. Beberapa fraktur yang sudah lama, menunjukkan adanya pseudartrosis, yang meliputi perkembangan kapsula fibrus dan tepi fraktur kortikal yang tidak tervaskularisasi dengan baik serta tereburnasi. Fraktur-fraktur jenis ini, paling baik dirawat dengan jalan masuk melalui kutan dan reduksi terbuka. Bagian yang mengalami fraktur dipersiapkan, yaitu jaringan granulasi dan jaringan fibrous dibersihkan, dan tepi-tepi fraktur yang sudah lama diperbarui untuk memaparkan tulang dengan vaskularisasi yang lebih baik. Bila fraktur yang relatif masih baru sering direduksi dan distabilisasi secara langsung, untuk fraktur yang sudah lama mungkin diperlukan graft tulang apabila terjadi kehilangan lengkung rahang yang nyata, atau gangguan oklusi (Gbr. 10-36).

BAB III
PENUTUP


III.1         KESIMPULAN
Trauma dentoalveolar sering lebih dulu diketahui dan diatasi oleh dokter gigi. Biasanya perwatan dasarnya adalah secara konservatif, misalnya dengan splint, imobilisasi gigi-gigi yang goyang dan prosesus alveolaris yang fraktur. Pencabutan dan intervensi terbuka apabila memungkinkan dihindari.
Diagnosis dan penatalaksanaan kebanyakan trauma oromaksilofasial, meskipun parah tergantung pada prinsip-prinsip dasar. Mula-mula dilakukan penelusura riwayat, kemudian pemeriksaan klinis dan radiografis, dilanjutkan dengan penentuan rencana perawatan. Pada trauma oromaksilofasial yang tidak sederhana (terkomplikasi) dapat direncanakan tahapan-tahapan perawatan yang meliputi the outside-inside rule. Jika kerusakan skeletal diperbaiaki lebih dulu, penyembuhan jaringan lunak tidak mudah terganggu. Setelah semua prosedur oral telah selesai, dapat disiapkan penutupan asepsis dari luka-luka pada wajah.
Tindakan bedah pada trauma oromaksilofasial perlu mengharuskan elemen fraktur, khususnya yang bergigi, direposisi secara akurat dan sedapat mungkin distabilkan untuk menghindarkan oklusi yang tidak harmonis pasca bedah. Apa yang baik dilakukan pada tulang panjang, juga berlaku bagi penutupan luka wajah. Tetapi apa yang baik pada penutupan luka insisi abdominal tidak dapat diberlakukan jika kosmetik merupakan tujuan utama.

III.2         SARAN
Penatalaksanaan trauma oromaksilofasial merupakan perawatan yang penuh tantangan. Untuk dapat bekerja secara professional dibutuhkan latihan-latihan dan pengalaman.
Perawatan untuk pasien dengan trauma oromaksilofasial yang baik dapat dicapai dengan pendekatan tim, yakni melalui kerjasama yang baik dari para spesialis dan subspesialis.


DAFTAR PUSTAKA

Arnus, Suprapti dkk, 1989. Ilmu Bedah Mulut. Cahaya Sukma: Medan
Pederson W, Gordon. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut.. EGC: Jakarta
www. PDGI % 20 Online.htm
www. Farmacia % 20 artikel.htm
www. Google.com

Posted by Putri Ferina Aprilia at 12:17 AM  

0 comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Blog Design by Gisele Jaquenod

Work under CC License.

Creative Commons License