Banyak penyakit sistemik telah terlibat sebagai indikator resiko atau faktor resiko yang merugikan kondisi periodontal. Klinis dan ilmu dasar meneliti lebih dari beberapa dekade yang lalu telah membuka lebih banyak pengertian tentang kompleksitas dan patogenesis dari penyakit periodontal.
Secara nyata, terdapat peranan penting dari bakteri, dan ada beberapa bakteri spesifik (periodontal pathogens) yang berhubungan dengan kerusakan pada penyakit periodontal. Bakteri-bakteri patogen ini tidak menyebabkan penyakit hanya karena keberadaannya sendiri, tetapi kesehatan jaringan periodontal bisa dilihat dari tidak adanya bakteri-bakteri tersebut. Mungkin salah satu penemuan terbaru tentang periodontitis mengatakan bahwa respon host bervariasi pada tiap individu dan baik respon imun host yang tidak adekuat maupun respon imun host yang berlebihan dapat memperparah keadaan penyakit. Dengan kata lain respon host terhadap periodontal patogen sangat penting dan dapat membedakan tingkat keparahan penyakit pada satu individu dengan individu yang lain. Fakta-fakta terbaru juga mulai menunjukkan adanya peran penyakit periodontal pada masalah kesehatan sistemik, misalnya penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, dan penyakit pernapasan. Disamping adanya hubungan timbal balik antara infeksi periodontal dan respon imun host, lingkungan, fisik, dan faktor stress psikososial juga bisa mempengaruhi jaringan periodontal dan merubah penampakan penyakit. Pada umumnya, kelainan-kelainan pada beberapa hal di atas tidak memicu terjadinya periodontitis kronis, tetapi bisa memperparah, mempercepat, atau bahkan meningkatkan progresitas hingga menjadi pengrusakan jaringan periodontal.
KELAINAN ENDOKRIN (endocrine disorders)
Kelainan kelenjar endokrin, misalnya diabetes, dan perubahan hormonal yang berhubungan dengan pubertas dan kehamilan adalah contoh umum dari kondisi sistemik yang berefek kurang baik terhadap kesehatan periodontium. Gangguan endokrin dan perubahan hormon mempengaruhi jaringan periodontal secara langsung, merubah respon jaringan terhadap factor local, dan menghasilkan perubahan anatomis pada gingiva yaitu meningkatkan akumulasi plak dan progress penyakit.
Bacterial pathogens
Pada penderita diabetes, kandungan glukosa pada cairan gingiva dan darahnya lebih tinggi daripada orang normal dengan skor Plaque and Gingival Index yang sama. Peningkatan kadar glukosa di cairan gingiva dan darah pada penderita diabetes dapat mengubah lingkungan mikroflora, mempengaruhi perubahan kualitatif dari bakteri sehingga bisa memperparah penyakit periodontal pada penderita diabetes yang tidak terkontrol.
Pasien dengan diabetes tipe 1 yang menderita periodontitis dilaporkan mempunyai flora subgingival yang terdiri dari Capnocytophaga, anaerobic vibrios, dan Actinomycetes sp. Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, dan Actinobacillus actinomycetemcomitans, yang biasanya terjadi pada lesi periodontal individu tanpa diabetes, terdapat sejumlah kecil pada pasien dengan penyakit ini. Pada studi lain mengatakan, sangat jarang ditemukan Chapnocytophaga dan banyak sekali A. actinomycescomitans dan black-pigmented Bacteroides, sebanyak dengan ditemukannya P.intermedia, P. melaninogenica, dan Campylobacter rectus. Spesies Black-pigmented, khususnya P. gingivalis, P.intermedia dan C. rectus, sangat banyak jumlahnya pada lesi periodontal yang parah pada orang Indians Pima dengan diabetes tipe 2. Peranan yang sangat pasti dari mikroorganisme tidak bisa ditentukan.
Polymorphonuclear Leukocyte Function
Peningkatan kerentanan pasien diabetes terhadap infeksi telah di hipotesa berhubungan dengan defisiensi polymorphonuclear leukocytes yang menghasilkan kemotaksis yang lemah, phagocytosis yang tidak sempurna, atau adherence yang juga lemah. Tidak ada perubahan immunoglobulin A,G, atau M yang ditemukan pada pasien diabetes.
Altered Collagen Metabolism
Peningkatan aktivitas kolagenase dan penurunan sintesia kolagen ditemukan pada pasien diabetes dengan hiperglikemia kronis. Menurunnya sintesis kolagen, osteoporosis, dan penurunan tinggi tulang alveolar yang terjadi pada hewan yang diabetes, dengan osteoporosis sebanding di tulang-tulang yang lain. Ligament periodontal dan sementum tampak seperti tidak terpengaruh, tetapi glikogen di deplesi pada gingival. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa inflamasi gingival dan kerusakan tulang yang berhubungan dengan factor local lebih parah pada hewan diabetes daripada non-diabetes. Generalized osteoporosis, resorpsi dari puncak alveolar, formasi poket periodontal dan inflamasi gingival yang berhubungan dengan kalkulus telah diujicobakan pada hamster china yang menderita diabetes herediter dan dibawah perawatan terapi replacement insulin.
Hiperglikemia kronis mempengaruhi sintesis, maturasi, dan maintenance kolagen dan matriks ekstraseluler. Pada tahap hiperglikemic, sejumlah banyak protein dan molekul matriks mengalami sebuah glycosylation nonenzymatic yang menghasilkan Advanced Glycation End Products (AGEs). AGEs dapat terbentuk pada level glukosa yang normal, tetapi dalam suasana yang hiperglikemic,AGE dapat bertambah banyak.. AGE formation cross-link dengan kolagen, membuatnya kurang soluble dan sedikit bisa diperbaiki. Hasilnya. Kolagen jaringan pada pasien diabetes yang kurang terkontrol lebih rentan terhadap kerusakan. AGE memainkan peran yang penting dalam komplikasi klasik diabetes.Mereka juga memainkan peran yang sangat penting dalam kelanjutan penyakit periodontal. Kontrol glikemik yang buruk serta peningkatan AGE membuat jaringan periodontal rentan kerusakan. Migrasi selular melalui kolagen cross-linked terhambat dan yang paling penting, integritas jaringan menjadi lemah sebagai akibat dari kolagen rusak yang tersisa pada jaringan dalam waktu yang lama.
Efek kumulatif dari perubahan respon selular terhadap factor local, melemahnya integritas jaringan, dan perubahan metabolisme kolagen, tidak diragukan lagi memainkan peran yang sangat penting dengan kerentanan individu berpenyakit diabetes terhadap infeksi dan dectructive periodontal disease.
Studi tentang indicator resiko terhadap 1426 pasien, usia 25 sampai 74, menunjukkan bahwa individu yang berusia 45 tahun ke atas, memiliki penyakit diabetes, dan merokok beresiko 20 kali lebih besar mengalami penyakit periodontal daripada pasien tanpa indikator-indikator di atas. Apabila terinfeksi Bacteroides forsythus atau P.Gingivalis pada daerah subgingival, maka resikonya meningkat hingga 30 sampai 50 kali.
Hyperparathyroidism
Hipersekresi parathyroid menghasilkan demineralisasi menyeluruh pada tulang, meningkatkan osteoklas dengan proliferasi jaringan ikat dalam ruang sumsum yang membesar, dan formasi kista tulang serta sel tumor raksasa. Penyakit ini disebut osteitis fibrosa cystic atau Recklinghausen’s bone disease.
Perubahan rongga mulut termasuk maloklusi dan mobilitas gigi,bukti radiografis dari osteoporosis tulang alveolar dengan trabekula yang tersambung, pelebaran ruang ligament periodontal, ketiadaan lamina dura, dan gambaran ruang radiolusen seperti kista ( Gambar 12-2 dan 12-3). Kista tulang menjadi terisi jaringan fibrosa dengan makrofag hemosiderin-laden yang berlebihan dan giant cell.Ini disebut brown tumors , walaupun bukan tumor yang sesungguhnya namun merupakan reparative giant cell granuloma.
Kehilangan lamina dura dan giant cell tumor dalam rahang adalah tanda dari penyakit tulang hyperparathyroid, yang mana bukanlah suatu hal yang biasa. Kehilangan seluruh lamina dura jarang terjadi, dan adalah berbahaya memberikan terlalu banyak arti diagnostic.
Penyakit lain dimana kemungkinan terjadi hal-hal diatas adalah Paget’s disease, fibrous dysplasia, dan osteomalasia.
Penelusuran yang berbeda melaporkan bahwa 25%, 45% dan 50% pasien dengan hyperparathyroidism telah mengalami perubahan pada rongga mulutnya. Hubungan yang telah diketahui antara penyakit periodontal pada anjing dan hyperparathyroidism sekunder terhadap defisiensi kalsium dalam diet. Hal ini belum pernah dibuktikan oleh studi yang lain.
Sex Hormon
Ada beberapa tipe penyakit gingival dimana perubahan hormone seks dianggap sebagai factor pemicunya; tipe-tipe perubahan gingival dihubungkan dengan perubahan hormon fisiologis dan digolongkan oleh perubahan inflamasi nonspesifik dengan komponen vascular predominan yang mengawali kecenderungan hemorrhagic/perdarahan.
Studi eksperimen.
Pemberian progesteron terhadap anjing betina mengakibatkan pembesaran dan peningkatan permeabilitas microvascular gingiva, dimana juga meningkatkan kerentanan terhadap luka dan eksudasi, tapi tidak mempengaruhi morfologi epitel gingiva.
Injeksi estrogen yang berulang pada tikus betina menyebabkan peningkatan pembentukan tulang endosteal pada rahang dan penurunan polimerisasi mucopolisakarida protein komplek pada substansi dasar tulang. Injeksi estrogen juga menetralkan kecendrungan hiperkeratosis epitel gingiva dan fibrosis dinding pembuluh darah ovariektomi pada hewan betina. Mereka juga menstimulasi formasi tulang dan fibroplasia, dan berkompensasi terhadap periodontium yang dirangsang oleh cortison. Penggunaan progesteron, estrogen dan gonadotropin secara lokal tampak mengurangi respon inflamasi akut terhadap iritasi kimia.
Kadar estrogen dan progesteron yang tinggi meningkatkan eksudasi gingiva pada anjing betina dengan atau tanpa gingivitis, kebanyakan karena induksi hormon meningkatkan permeabilitas pada pembuluh darah gingiva.
Ovariektomi mengakibatkan osteoporosis pada tulang alveolar, menurunkan formasi sementum dan menurunkan densitas jaringan dan aktivitas selular dari ligamen periodontal pada tikus dewasa muda, tetapi tidak pada hewan yang lebih tua. Epitelium gingiva atropi pada hewan yang kekurangan estrogen.
Kondisi sistemik dari testosteron memperlambat pertumbuhan ke bawah dari sulkular epithelium yang mengelilingi sementum,merangsang aktivitas osteoblas pada tulang alveolar, meningkatkan aktivitas selular dari ligamen periodontal, dan mengembalikan aktivitas osteoblas, yang ditekan oleh hipophysectomi.
Gingiva Pada Pubertas
Pubertas sering disertai dengan meningkatnya respon gingival terhadap iritasi local. Gejala inflamasi yaitu warna merah kebiruan, odema, dan pembesaran dihasilkan dari factor local yang merupakan respon ringan gingival.
Sebagai pendekatan terhadap orang dewasa, keparahan rekasi gingival berkurang, pengembalian menuju ke normal membutuhkan penghilangan factor tersebut. Meskipun prevalensi dan keparahan penyakit gingival meningkat seiring dengan pubertas, gingivitis bukan merupakan kejadian yang universal selama periode ini, dengan oral hygiene yang baik, maka hal tersebut dapat dicegah.
Perubahan Gingiva yang berhubungan dengan siklus menstruasi
Seperti gejala yang umum, siklus mentruasi tidak disertai dengan perubahan gingival, tetapi pada keadaan tertentu hal tersebut dapat terjadi. Perubahan gingival sehubungan dengan menstruasi karena ketidak seimbangan hormonal dan kadang-kadang disertai dengan riwayat disfungsi ovarian.
Selama masa menstruasi, prevalensi gingivitis meningkat. beberapa pasien mengeluhkan perdarahan pada gingival. Eksudat dari inflamasi gingival meningkat selama menstruasi, tetapi cairan gingival tidak terpengaruh. Mobilitas gigi tidak berubah secara signifikan selama siklus menstruasi. Jumlah bakteri saliva meningkat selama menstruasi dan pada ovulasi sampai hari ke-14 sebelumnya.
Penyakit Gingiva Selama Kehamilan
Perubahan gingival selama kehamilan telah dijelaskan sejak tahun 1898, bahkan sebelumnya beberapa ilmu pengetahuan tentang perubahan hormonal pada kehamilan telah ada.
Kehamilan itu sendiri tidak menyebabkan gingivitis. Gingivitis pada kehamilan disebabkan oleh bakteri plak. Kehamilan merangsang respon gingival terhadap plak dan memodifikasi resultan klinis. tidak ada perubahan yang terjadi pada gingival selama kehamilan tanpa adanya factor local.
Keparahan gingivitis meningkat selama kehamilan dimulai pada bulan kedua atau ketiga. pasien dengan gingivitis kronis sebelum kehamilan menjadi sadar terhadap gingival karena sebelumnya area yang terinflamasi menjadi membesar, odematus dan mengalami perubahan warna. Pasien dengan perdarahan gingival sebelum kehamilan menjadi perhatian terhadap meningkatnya tendensi perdarahan .
Gingivitis menjadi lebih berat pada bulan kedelapan dan menurun pada bulan ke-9, akumulasi plak mengikuti pola yang lama. Beberapa peneliti melaporkan terdapat keparahan antara trimester kedua dan ketiga. Hubungan antara gingivitis dan kuantitas plak lebih besar setelah melahirkan daripada selama kehamilan, dimana disimpulkan bahwa kehamilan membutuhkan factor lain yang merangsang respon gingiva terhadap factor local.
Insiden gingivitis selama kehamilan pada penelitian bervariasi dari 50%-100%. Kehamilan mempengaruhi keparahan dari area yang terinflamasi, tidak merubah gingival yang sehat. Mobilitas gigi, kedalaman poket, dan cairan gingival juga meningkat selama kehamilan.
Reduksi parsial pada keparahan gingivitis terjadi pada dua bulan setelah melahirkan, dan setelah satu tahun kondisi gingival dibandingkan dengan pasien yang tidak hamil. Tetapi gingival tidak kembali normal selama terdapat factor local. Pengurangan setelah kehamilan juga mobilitas gigi, kedalaman poket, dan cairan gingival. Pada pengamatan longitudinal perubahan periodontal selama kehamilan dan untuk 15 bulan setelah melahirkan, tidak ada loss of attachment signifikan yang terlihat.
Tendensi bleeding terlihat pada sebagian besar gejala klinis. Gingival terinflamasi dan bervariasi warnanya dari merah terang hingga merah kebiruan. Margin gingival dan interdental tampak odematus, pit pada fisur, terlihat halus dan mengkilat, lunak dan nampak seperti raspberry. Kemerahan yang ekstrim merupakan akibat dari vaskularisasi, dan terdapat peningkatan tendensi bleeding . perubahan gingival biasanya tanpa gejala kecuali terdapat komplikasi pada inflamasi akut. Pada beberapa kasus inflamasi gingival membentuk massa menyerupai tumor sebagai tumor pregnancy .
Gambaran mikroskopik penyakit gingival selama kehamilan merupakan inflamasi yang non spesifik, tervaskularisasi, dan inflamasi yang proloferatif. Terdapat infiltrasi sel inflamasi dengan odema disertai degenerasi epitel gingival dan jaringan ikat. Epithelium hiperplastik dengan adanya retepeg, mengurangi permukaan yang berkeratin, dan bermacam derajat intraselular dan odema ekstraselular dan infiltrasi oleh leukosit.
Kemungkinan interaksi antara bakteri-hormin dapat merubah komposisi plak dan menyebabkan inflamasi gingival belum diamati secara luas. Kornmen dan loesehe melaporkan bahwa flora subgingiva berubah menjadi anaerob selama kehamilan. Satu-satunya mikro organisme yang meningkat secara signifikan adalah P. Intermedia.
Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan kadar estradiol secara sistemik dan progesterone bersamaan dengan tendensi bleeding yang tinggi.Disimpulkan juga bahwa selama kehamilan, penurunan respon limfosit – T maternal mungkin merupakan factor yang dapat merubah respon jaringan terhadap plak.
Adanya gingivitis selama kehamilan dihubungkan dengan peningkatan kadar progesterone dimana menyebabkan pelebaran mikrovaskularisasi gingival, sirkulatori stasis dan meningkatnya kerentanan terhadap iritasi mekanis, semuanya menyebabkan cairan masuk ke dalam jaringan perivaskuler. Peningkatan progesterone dan estrogen terjadi selama kehamilan, dan berkurang setelah persalinan. Keparahan gingivitis bervariasi sesuai kadar hormonal selama kehamilan.
Gingiva merupakan organ target bagi hormon seks wanita. Formicola dkk, menunjukkan bahwa injeksi estradiol radioaktif terhadap tikus betina terlihat tidak hanya pada saluran genital tetapi juga pada gingival.
Disimpulkan juga bahwa terjadinya gingivitis selama kehamilan terjadi dalam dua periode : yaitu selama trimester pertama, ketika terjadi produksi gonadotropin yang berlebihan, dan selama trimester ketiga, dimana estrogen dan progesterone berada pada level tertinggi. Kerusakan sel mast pada gingival terjadi karena meningkatnya hormone seks dan resultan yang dikeluarkan oleh histamine dan enzim proteolitik yang berperan pada respon inflamasi terhadap factor local.
Kontrasepsi Hormonal dan Gingiva
Kontrasepsi Hormonal membuat respon gingival terhadap factor local sama dengan yang terlihat selama kehamilan, ketika digunakan lebih dari 1,5 tahun dapat meningkatkan kerusakan periodontal.
Meskipun beberapa merk kontrasepsi oral memproduksi perubahan dramatis daripada yang lain, tidak ada hubungan yang ditemukan pada perbedaan progesterone atau estrogen pada bermacam-macam merk tersebut. Kontrasepsi oral tidak mempengaruhi inflamasi gingival atau skor debris indeks.
Menopausal Gingivostomatitis (senile atrophic gingivitis)
Kondisi ini terjadi selama menopause atau selama periode postmenopause. Gejala yang ringan kadang-kadang terlihat, berhubungan dengan perubahan awal menopause. Menopausal Gingivostomatitis bukan merupakan kondisi yang umum. Pola tersebut digunakan untuk memperbaiki anggapan yang keliru yang bervariasi sehubungan dengan menopause. Gangguan pada rongga mulut bukan merupakan gejala yang umum dari menopause.
Gingiva dan mukosa oral tampak kering dan mengkilat, bervariasi warnanya dari pucat hingga kemerahan, dan mudah berdarah. Terdapat fisur pada mucobucal fold pada beberapa kasus dan perubahan dapat terjadi pada mukosa vagina. Pasien mengeluhkan burning sensation dan mulut kering, sehubungan dengan sensitivitas yang ekstrim terhadap perubahan termis, sensasi rasa yang abnormal yang disebut salty, peppery atau sour dan sulit memakai gigi tiruan sebagian lepasan.
Secara mikroskopis gingival menunjukkan atropi pada germinal dan prickle cell layers dari epitel dan pada beberapa kasus daerah tersebut terdapat ulserasi.
Gejala dari Menopausal Gingivostomatitis memiliki beberapa derajat perbandingan terhadap kronik desquamative gingivitis . Gejala tersebut sama dengan Menopausal Gingivostomatitis kadang-kadang terjadi setelah ovariektomi atau sterilisasi oleh radiasi pada saat terapi neoplasma ganas.
Hormon Kortikosteroid
Pada manusia, pemberian sistemik kortison dan ACTH tidak mempunyai efek terhadap insiden dan keparahan terhadap penyakit gingival dan periodontal. Tetapi transplantasi ginjal pada pasien yang menerima terapi immunosupresive (prednisone dan metilprednison dan azatioprin atau siklofosfamid) secara signifikan mengurangi inflamasi gingival daripada kelompok control dengan jumlah plak yang sama.
Pemberian kortison secara sistemik pada eksperimen binatang menyebabkan osteoporosis tulang alveolar, dilatasi kapiler dan penelanan, dengan perdarahan pada ligament periodontal dan jaringan ikat gingival, degenerasi dan reduksi serabut kolagen pada ligament periodontal dan meningkatnya destruksi jaringan periodontal sehubungan dengan inflamasi yang disebabkan oleh iritasi local.
PENGARUH KELAINAN DAN PENYAKIT SISTEMIK TERHADAP PERIDONSIUM
Thursday, January 5, 2012
Posted by Putri Ferina Aprilia at 7:51 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment