PENDAHULUAN
Bedah mulut adalah bagian kecil dari pada bedah umum,
berdasarkan ilmu pengetahuan pokok yang cukup luas. Seorang ahli bedah mulut
sebagaimana ahli –
ahli bedah lainnya, seharusnya mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam
bukan saja dalam ilmu bedah, tetapi juga mempunyai pengetahuan yang mengenai
ilmu kedokteran dasar seperti anatomi terutama anatomi mulut, tulang dan organ
sekitarnya, selain itu juga Fisiologi, Patologi, Farmakologi, Bakteriologi dan
Anestesiologi.
Ilmu Anatomi merupakan dasar pertama bagi seorang ahli
bedah, dengan perkataan lain seorang ahli bedah haruslah seorang anatomist yang
baik karena tanpa mengetahui anatomi bagian tubuh dengan sempurna bagaimana ia
dapat melakukan pembedahan yang baik.
Pada abad ke – 17, mulailah Pathologi Anatomi diakui
sebagai ilmu pengetahuan dasar bagi ilmu bedah. Kemudian ilmu bedah juga
dihubungkan dengan bakteriologi. Lister adalah orang yang pertama
memperkenalkan atau mempergunakan penemuan- penemuan Pasteur dalam ilmu bedah
dan memperkenalkan “ Antiseptic – Surgery “. Sebelum dikenal “ Antiseptic –
Surgery “ maka 80 % dari pasien yang dibedah mengalami “ Hospital Ganggren “,
sedangkan pada dewasa ini lebih kurang 98 % dari luka bekas operasi mengalami
penyembuhan tingkat I.
Tujuan ilmu bedah pada dewasa ini adalah menghilangkan
bagian – bagian yang sakit beserta menghambat dan memusnahkan mikroorganisme
yang dapat mengkontaminasikan luka.
Pekerjaan haruslah dilakukan
dalam keadaan steril dan untuk ini dibutuhkan sterilisasi dari pada :
-
Alat – alat
-
Ruangan
-
Operator dan lain – lain, yang
berhubungan langsung atau tidak langsung dengan luka. Hal ini harus
diperhatikan benar untuk mencegah terjadinya infeksi.
Masalah asepsis ini dalam
bedah mulut menimbulkan banyak kesukaran dan untuk mencegah infeksi masih
banyak hal – hal yang menjadi pemikiran dan dapat diperbaiki, misalnya teknis
dan prosedur.
Tetapi walaupun demikian
dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknis bekerja serta tindakan profilaktis
dengan penggunaan antibiotika, memungkinkan kita melakukan bedah mulut yang
besar, seperti reseksi rahang, bahkan melakukan transplantasi tulang dari
intrea oral tanpa khawatir akan terjadi komplikasi.
Pada hakekatnya ilmu
bedah mulut bukan saja merupakan ilmu pengetahuan tetapi juga merupakan seni,
karena pada pembedahan kita tidak dapat terlepas dari sudut estetik.
Disamping pengetahuan
dasar seperti yang tersebut diatas tadi, dalam ilmu bedah mulut juga perlu
dipahami ilmu anestesi, yaitu anestesi lokal anestesi umum.
Ilmu bedah mulut dapatlah
didefinisikan sebagai ilmu yang mepelajari segala sesuatu yang berhubungan
dengan pembedahan didalam mulut.
Kita dapat membagi dalam 3 ( tiga ) bagian
:
A.
Eksodonsi ( Pencabutan Gigi )
B.
“ Minor Surgery “ ( Ilmu Bedah
Mulut Sederhana )
C.
“ Mayor Oral Surgery “ ( Ilmu
Bedah Mulut Besar )
Ad. A Eksodonsia : Adalah salah satu cabang ilmu
bedah mulut yang bertujuan untuk mengeluarkan seluruh bagian gigi bersama
jaringan pathologisnya dari dalam socket gigi serta menanggulangi komplikasi
yang mungkin timbul.
Eksodonsia yang sempurna menunjukan
bahwa bagian gigi dan jaringan pathologisnya yang melekat seluruhnya harus ikut
terambil keluar dari dalam socket. Sisa akar gigi granuloma apikalis dan
serpihan jaringan gigi serta tulang alveolar harus diangkat keluar socket.
Eksodonsia merupakan suatu tindakan
bedah dan oleh karena itu segala langkah yang dilakukan harus berdasarkan
prinsip yang sama dengan prinsip tindakan bedah pada umumnya.
Perkembangan ilmu bedah mulut
diawali dengan eksodonsia ini. Perkembangan selanjutnya adalah bahwa bedah
mulut saat ini telah berkembang menjadi ilmu bedah oromaksilofacial.
Pada eksodonsia dipelajari segala
sesuatu yang berhubungan dengan pencabutan gigi, yaitu :
1.
Alat – alat yang dipergunakan
2.
Teknik dan Manipulasi
3.
Anestesi ( lokal dan umum )
4.
Perawatan pasca bedah
5.
Komplikasi yang mungkin timbul
Ad. B Dimana dipelajari segala sesuatu mengenai
pembedahan kecil atau sederhana di dalam mulut, yaitu :
1.
Ilmu bedah mulut untuk
keperluan endodonti
2.
Pengambilan kista yang kecil
3.
“ Praprosthetic Surgery “ (
ilmu bedah mulut kperluan prosthetik )
4.
Pengambilan fraktur akar secara
pembedahan
5.
Pengambilan gigi terpendam
Ad. C Dimana
dipelajari sesuatu mengnai pembedahan besar dan berat dimulut
Dengan
mempergunakan anestesi umum, seperti :
1. Reseksi rahang pada operasi adamantinoma
yang besar
2.
Pengambiln kista yang besar
3. Operasi tumor mulut, lidah yang besar
4. Faktur rahang yang luas dan lain – lain
5.
Pembedahan ortodontik
6.
Rekontruksi cacat- cacat bawaan
Demikianlah
secara garis besar dalam Ilmu Bedah Mulut akan kita uraikan dalam buku ini.
PRINSIP
– PRINSIP DALAM ILMU BEDAH MULUT
Sebagaimana
telah diketahui seorang ahli bedah mulut mempunyai pengetahuan dasar, terutama
mengenai Anatomi, Fisiologi, Farmakologi dan sebagainya.
Prinsip untuk dapat melakukan
pekerjaan dengan sebaik – baiknya yang penting adalah membuat :
I. Diagnosa Yang Tepat
Tanpa mengetahui diagnosa yang tepat, kita
tidak dapat mengadakan terapi yang baik. Dalam Ilmu Bedah Mulut kita harus
dapat memandang orang sakit dalam keseluruhannya, walaupun harus memusatkan
perhatian kedaerah yang menjadi keluhan. Kita harus membedakan struktur yang
normal dengan yang sakit ( abnormal ) dan melatih diri untuk dapat meraba dan
mengenal bagian –
bagian yang abnormal, kemudian menginterprestasikannya keperubahan – perubahan
patologis. Untuk dapat membantu mendapatkan diagnosa yang tepat diperlukan
suatu riwayat kasus.
Riwayat Kasus
Untuk melengkapi riwayat
kasus dibutuhkan pemeriksaan yang seksama yaitu terhadap :
A. Keluhan
utama ( Chief complain )
B. Penyakit sekarang ( Present
illness )
C. Penyakit sebelumnya ( Past history )
D.
Riwayat penyakit keluarga
( Family history )
E.
Kebiasaan – kebiasaan
F.
Dan lain – lain
Ad. A Yaitu
keluhan menurut orang sakit sendiri
Ad.
B Yaitu penyakit – penyakit atau rasa
sakit yang diderita orang sakit sekarang, penyebaran rasa sakit, lamanya rasa
sakit berlangsung, juga penyakit lain yang dirasakannya.
Ad.
C Yaitu penyakit – penyakit yang
diderita sebelum ini, perawatan – perawatan yang pernah didapatkan, tempat-
tempat perawatan dan lain – lain.
Penyakit – penyakit spesifik yang
pernah diderita misalnya :
- Rematik
- TBC
- Penyakit – penyakit kelamin
- Bleeding tendencies
Ad. D Yaitu
perbedaan sosial dan pekerjaan orang sakit.
Ini
penting untuk mengetahui lingkungan orang sakit sehubungan dengan penyakitnya,
seperti emosi, keadaan sosial ekonomi dan lain sebagainya. Juga pekerjaan
penting yaitu exposure terhadap bahan – bahan toxis, radiasi dan lain – lain.
Yaitu untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit keturunan.
Ad. E Kebiasaan,
harus dicatat kebiasaan penderita seperti tidur, diet, dan cara makan dan
sebagainya.
Ad. F Misalnya
alergi terhadap obat – obatan dan lain – lain.
Disamping riwayat kasus ini, tentu dibutuhkan pula
pemeriksaan penanggulangannya seperti pemeriksaan laboratorium dan rontgen
untuk membantu menentukan diagnosa.
II. Rencana Perawatan
Setiap rencana perawatan disusun
sedemikian rupa sehingga meliputi keadaan lokal, kesehatan umum dan sosial
ekonomi daripada pasien.
Seorang
dokter gigi dan ahli bedah mulut tidak boleh melupakan bahwa dia merawat
seorang manusia dan bukan hanya sesuatu gigi atau gusi atau mulut saja. Untuk
dapat melakkukan ini tentunya dibutuhkan pengetahuan yang luas, tidak saja
mengenai keadaaan dalam mulut pasien yang dihadapi, tetapi juga mengenai
keadaan umum daripada penderita tersebut.
Rencana perawatan tidak lepas daripada
perawatan sebelum pembedahan dan tidak kurang penting dari perawatan pasca
bedah.
Dari rencana perawatan ini akan keluar 4 ( empat )
macam hasil yang akan dapat dilakukan yaitu :
a. Observasi
( diamati selanjutnya )
b. Perawatan
konservatif ( dirawat secara konservatif dengan pengobatan saja )
c. Pembedahaan
( diambil tindakan operasi )
d. Konsultasi
( dikirim kesejawat yang lebih ahli untuk dimintakan advis )
III. Perawatan
Secara Pembedahan ( Tidakan Operasi )
Pada tindakan operasi harus diikuti syarat
– syarat sebagai berukut :
-
Asepsis
Prinsip
asepsis telah diakui dalam ilmu bedah mulut. Dengan bantuan antibiotika,
Anestetikum yang tepat, dan keseimbangan cairan yang baik, maka prosedur –
prosedur bedah mulut telah banyak mengalami kemajuan, kasus yang fatal sekarang
telah dapat dikerjakan dengan baik. Tetapi ini saja belum cukup, harus disertai
dengan tindakan asepsis dalam hal ini dibutuhkan kebersihan. Walaupun rongga
mulut tidak dapat disebut suci hama menurut pekerjaan pembedahan tetpi sebelum
tindakan - tindakan operasi daerah
rongga mulut sebaiknya dibersihkan dahulu dengan sesuatu larutan desinfektan,
misalnya tingtura yodii 3 % begitu juga dengan alat – alat yang dipergunakan
dan operator. Untuk menciptakan keadaan asepsis ini, diperlukan sterilisasi
yaitu suci hama .
-
Atraumatic – Surgery
Syarat
– sayrat yang tidak kurang pentingnya yaitu membuat trauma sekecil mungkin.
Bekerja hati – hati tidak boleh kasar dan ceroboh dan dengan gerakan yang
pasti. Tindakan yang kasar menyebabkan terjadinya laserasi mukosa atau jaringan
atau memudahkan terjadinya infeksi dan memperlambat penyembuhan. Alat- alat
seperti skalpel, jarum suntik, jarum jahit haruslah tajam, karena jarum tumpul
skalpel yang tidak tajam akan memperbesar trauma.
Setiap
gigi yang akan diambil melalui eksodosia tidak terlalu sama keadaannya.
Kenyataannya ada gigi yang mudah diambil, ada yang perlu membutuhkan pembukaan
lapisan jaringan lunak ( flap ) dan atau jaringan keras baik secara odontektomi
dan atau seksioning. Pada bedah yng membutuhkan pembukaan lapisan jaringan
lunak ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan yaitu :
(1) Lapisan jaringan lunak
harus direncana sedemikian sehingga persediaan darah akan tetap dipertahankan.
(2) Pola lapisan jaringan
lunak harus memberikan kemudahan dalam refleksinya agar jauh dari tempat daerah
operasi pembukaan tulang, lapisan jaringan lunak itu harus dapat menutup daerah
operasi secara sempurna saat dikembalikan pada posisi semula dan dapat ditahan
jahitan tanpa adanya ketegangan jaringan.
-
Memenuhi Tatakerja Yang
Teratur
Bekerja menurut tatacara kerja yang berurutan dan teratur yaitu cara
kerja yang sistematis, agar dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin dengan
mengeluarkan tenaga sekecil mungkin. Cara kerja ini berbeda untuk setiap operasi atau tindakan bedah mulut dan
akan dibicarakan nanti lebih lanjut.
Penulis
lain ada yang menyatakan bahwa prinsip yang berlaku dalam eksodonsia sama
seperti yang berlaku dalam ilmu bedah yaitu bahwa eksodonsia harus dilakukan
secara : Asepsis, Atraumatik dan dibawah anastesi yang baik serta
mempertimbangkan kesimbangan cairan tubuh.
INFEKSI
Pada
umumnya suatu infeksi ditentukan oleh (a) viruslensi organisme yang ada, (b)
jumlah organisme, (c) resistensi vital dari penderita.
Suatu operasi didaerah infeksi bernanah dianjurkan untuk menggunakan
drin ( drain ) saat luka ditutup.
Macam drin yang digunakan :
(a) Penrose drain yang dibuat
dari kain kasa pipih terbungkus pipa karet tipis dalam berbagai ukuran.
(b) Rubber tissue / rubber dam
yang lebar dan panjangnya tertentu.
(c) Rubber tube, pipa karet
yang ujungnya yang akan dimasukkan kedalam jaringan dan pada sisi – sisi pipa
dilubangi pada beberapa tempat.
(d) kain kasa yodoform 5 %
dengan lebar berbagai ukuran.
Kerja drin. Drin dimasukan kedalam luka insisi / rongga suatu abses
dan dimasukan untuk memberi kemudahan jalan bahan produksi infeksi keluar
kepermukaan luar luka. Saat memasang drin, sisakan beberapa centimeter panjang
drin dipermukaaan luar dengan maksud agar drin tidak menghilang kedalam luka
serta akan mempermudah sat pengambilannya.
Kadang – kadang dihadapi
luka yang besar yang disamping membutuhkan drin juga membutuhkan pembalut (
dressing ) kain kasa. Pembalut kasa ini bekerja lebih banyak sebagai suatu pek
( pack ) dari pada suatu drin ( misalnya pada kasus osteomielitis, kavitas
kista tulang rahang, sinus maksilaris yang terbuka lebar ).
Dalam hal ini suatu pek
diartikan sebagai suatu kain kasa pembalut yang ditempatkan dalam suatu rongga
luka dengan suatu tekanan dan berguna sebagai penghenti pendarahan, penahan
kavitas agar tetap tebuka smpai jaringan baru yang sehat memperkecil kavitas
itu. Bahan pek biasanya dari kain kasa yodoform 5 %. Suatu drin memberi
kemudahan jalan keluar bagi cairan hasil infeksi dari suatu kedalaman luka
kepermukaan.
BENANG JAHIT
Insisi jaringan pada
suatu operasi mukosa, mukoperiosteum, kulit didaerah rongga mulut harus dijahit
kembali pada posisi semula. Berbagai ragam benang bedah dapat digunakan untuk maksud
itu.
Untuk menjahit luka insisi intra – oral biasa digunakan dengan
anyaman sutera hitam ( braided black silk ) dari bebagai ukuran. Bahan bengan
sutera ini tidak mengiritasi lidah, kuat, warnanya mudah terlihat, murah.
Ada beberapa macam cara jahitan :
Untuk penutupan intra – oral dilakukan
dengan cara jahitan terputus ( interupted ), tetapi dapat pula secara kontinyu
( continous ), untuk menjahit luka intra – oral lebih disarankan dengan cara
terputus dari pada cara kontinyu karena bila ada salah satu jahitan yang harus
dilepas tidak perlu mengagngu seluruh deretan jahitan yang ada dan bila disalah
satu jahitan ada yang infeksi maka infeksi tidak dijalarkan kejahitan pada
deretan lainnya. Untuk menjahit luka insisi ekstra – oral pada daerah fasial biasanya
digunakan bengan nilon monofilamen no. 5-0 yang terkait pada jarum tak bermata
( eyeless needles).
Cara jahitan pada kulit daerah fasial
adalah trhough and trhough interupted sutures. Jahitan subkuntan diperlukan agar pada pentutupan
lukas insisi kulit tidak menimbulkan parut luka dan cara ini akan memberi
keuntungan kosmetis. Sebaliknya bila yang dihadapi adalah luka insisi untuk
mengeluarkan eksudat maka jahitan sibkuntan tidak diperlukan.
Macam – macam jahitan :
a. Continous suture ( Jahitan bersambung )
b. Interupted matress ( Jahitan tilam terputus –
putus )
-
datar
-
vertikal
Dipergunakan untuk menjahit dimana ada
tarikan atau tensi otot, karena jahitan
ini tidak menyobek jaringan.
c. Halsted suture
d. Continous : lock suturwe
Baik untuk menutup tepi gusi
sesudah alveolektomi atau untuk menutup insisi yang panjang.
STERILISASI
Untuk menghindarkan atau
memperkecil bahaya infeksi, seharusnya bekerja secara asepsis, artinya
melakukan pekerjaan dengan menjauhkan segala kemungkinan kontaminasi dari pada
kuman. Tindakan mensucihamakan atau desinfeksi, tidak hanya dilakukan terhadap
alat- alat yang dipergunakan saja, tetapi terhadap semua yang berhubungan
langsung atau tidak langsung dengan luka.
1. Operator dan tim
2. Alat – alat yang dipergunakan
3. Pasien terutama pada daerah pembedahan
4. Kamar operasi
1. Operator atau Tim
Syarat – syarat operator
atau tim dikamar operasi adalah bekerja asepsis.
a. Hidung, tenggorokan, tangan dan rambut dari tim operator adalah
sumber pertama untuk terjadinya infeksi.
b. Berpakaian di kamar operasi memakai tutup kepala dan hidung (
masker ) dan sepatu khusus untuk tim dikamar oprasi
c. Membersihkan tangan dan semua alat- alat seperti cincin, gelang,
jam tangan harus dibuka.
d. Untuk mencapai sucihama dari operator dan orang – orang yang turut
dalam operasi, maka sebaiknya berkuku pendek.
Cara Desinfeksi Menurut “ Furbringer “
a. Kuku – kuku jari tangan dipotong pendek.
b. Tangan, kuku dan lengan bawah sampai siku harus dicuci dan digosok
dengan sikat yang
lembut, diberi sabun desinfektan dan disiram dengan iar mengalir. Penyikatan
ini sebaiknya dilakukan dibawah keran air yang memancur / mengalir dan
dilakukan dengan cara yang teratur yaitu :
- Mula – mula tangan satu persatu diberikan
sabun desinfektan dan disikat, dari mulai kuku jari, telapak tangan dan
punggung tangan, melanjutkan kelengan bawah sampai kesiku. Lama penyikatan 5
s/d 10 menit.
- Kemudian kedua tangan dan lengan bawah
diberi sabun desinfektan sampai berbuih dibiarkan beberapa saat baru disiram
dibawah keran sehingga busa sabunnya hilang semua.
- Prosedur
ini diuang – ulang 2 atau 3 kali, masing – masing 5 menit.
- Terakhir kali, kalau anda dapat
dipergunakan sabun spiritus.
c. Tangan dan lengan bawah gosok dengan
spiritus melitus atau alkohol 70 % dilakukan kira – kira 3 menit.
Dengan
ini kedua tangan dan lengan dapat dipandang suci hama urutan selanjutnya :
a. Keringkan tangan dengan lap steril
b. Memakai
baju operasi, caranya sebagai berikut :
- Ambil baju pada bagian dalamnya
- Masukan tangan kanan ke dalam lengan baju
tanpa menyentuh bagian luar baju tersebut.
- Masukan
pula tangan kiri kedalam lengan baju dan baju diikat oleh asisten yang tidak
ikut bekerja.
c. Membuka
bungkus sarung tangan steril apabila dari pabrik
d. Memakai
sarung tangan caranya :
- Dengan
tangan kiri memegang sarung tangan kanan bagian dalam dari mulutnya yang
terlipat.
-
Memasukan sarung tangan
tersebut pada tangan kanan tanpa menyentuh bagian luar dari sarung tangan tersebut.
Mengambil sarung tangan kiri dengan tangan kanan yang telah bersarung tadi,
dengan memasukan jari kedalam lipatan mulut sarung tangan ( hanya boleh
menyentuh bagian luar dari pada sarung tangan ).
-
Memakai sarung tangan pada
tangan kiri, kemudian melipatkan mulut sarung tangan tesebut pada lengan baju.
e. Melipat
sarung tangan kanan pada baju seperti diatas.
Demikianlah
operator atau asisten operasi telah siap melakukan tindakan sterilisasi yang
diperlukan terhadap dirinya dan siap untuk melakukan tindakan operasi dan tidak
boleh menyentuh apapun kecuali alat – alat dan bagian tubuh pasien yang sudah
steril.
2. Alat – alat yang
dipergunakan
Dinegara – negara telah maju pada saat ini
jarang kita lihat penggunaan sterilisasi dengan air mendidih atau “dry heat
oven” didalam ruang klinik. Pemakaian alat atau bahan yang steril dari
pabrik dengan pemakaian sekali pakai lebih banyak dipergunakan pada klinik –
klinik tersebut.
Walaupun demikian teknik – teknik
sterilisasi teebut diatas ( air mendidih atau dry heat oven ) masih
dapat dipergunakan sepanjang masa dan dapat diandalkan sampai batas tertentu.
Prinsip sterilisasi untuk bedah adalah
untuk membunuh atau menghentikan kerja mikroorganisme yang dapat terkontaminasi
dengan luka tersebut.
Macam atau cara sterilisasi
1. “ Autoclave “
Cara Sterilisasi dengan uap bertekanan tinggi.
Ini
merupakan cara atau metode yang dianggap paling efektif dan dapat merusak spora
– spora yang resisten serta fungus. Penggunaan panas yang lembab dengan tekanan
tinggi ini menghasilkan kekuatan penghacur bakteri yang paling efektif terhadap
semua bentuk mikroorganisme.
Alat – alat dan
bahan – bahan yang akan disterilisasi dalam AutoclaveI biasanya
dibungkus dahulu dalam kasa biasanya disteriliser dalam satu paket bedah, untuk
sesuatu jenis operasi.
Pembungkusan
dengan kain kasa ini gunanya untuk mempertahankan sterilitas alat atau bahan
beberapa hari atau minggu diluar autoclave ( dalam lemari ). Ada
beberapa pabrik yang membuat kertas pembungkus sebagai ganti kain kasa. Kertas
ini mempunyai sifat – sifat kain dan juga mempunyai kelebihan – kelebihan dari
pada kain kasa. Sifatnya kurang poreus dari pada kain kasa, dan oleh sebab itu
lebih sukar ditembus oleh debu dan mikroorganisme, tetapi tidak dapat
dipergunakan berkali – kali. Alat – alat atau bahan – bahan yang telah
disterilkan di autoclave dengan pembungkus kertas yang cukup dapat
disimpan dilemari selama 2 – 4 minggu.
Lama
atau waktu sterilisasi dengan autoclave tergantung dari besar kecilnya
paket bedah. Paket yang kecil dapat disterilkan dalam waktu 30 menit pada 250 0
F dengan tekanan 20 pon ( 10 kg ).
Sarung
tangan dari karet merupakan bahan yang lebih peka terhadap tekanan uap dari
pada peralatan lainnya seperti pembalut, seprai dan instrumen dari metal. Oleh
sebab itu bahan dari karet cukup disteriliser dengan tekanan uap 15 pon atau 15
menit pada 250 0 F.
2. Sterilisasi
dengan Air Mendidih
Cara ini dapat dipakai
dengan efektif bila kedalam air yang digunakan dicampurkan bahan – bahan kimia
untuk menaikan titik didih daripada air tersebut. Kenaikan titik didih dari
pada air tersebut gunaya untuk mendapatkan temperatur 250 0 F, yang
bukan saja mematikan bakteri tetapi juga spora – sporanya.
Suatu larutan karbonas 2 % sudah cukup untuk memperoleh hasil
yang baik. Ini dapat diperoleh dengan melarutkan 60 cc karbonas Na dalam 1
galon akuades.
Larutan ini dapat menghemat waktu sterilisasi dan dapat
mengurangi daya korosif pada alat – alat metal dan dengan demikian alat – alat
metal dengan demikian alat – alat tesebut menjadi lebih awet karena berkurangya
kadar O2 didalamnya.
3. Sterilisasi
dengan Panas kering ( Dry Heat Sterilisation atau Hot Oven ).
Sterilisasi
dengan oven panas ini sudah meluas dipergunakan di Kedokeran Gigi pada umumnya
dan Bagian Bedah Mulut pada khususnya. Teknik ini dapat dipergunakan untuk
mensterilkan alat – alat ( instrumen ), powder ( bubuk ), minyak ( petrolatum
), “bone wax”, dan bahan – bahan lainnya yang tidak tahan dengan
sterilisais air mendidih atau uap air bertekanan tinggi.
Kelebihan cara ini ialah :
-
Tidak merusak kaca
-
Tidak mengakibatkan alat – alat
berkarat
-
Banyak kegunaan lainnya di
Kedokteran Gigi seperti membakar plastik.
Kekurangan
lainnya adalah :
-
Membutuhkan waktu yang lama
untuk menjamin efek bakterisidnya yakni minimal 6 jam.
4. Sterilisasi Dingin
Yakni dengan cara
merendam alat – alat yang dipakai dengan bahan – bahan kimia yang dapat
membunuh kuman atau menghambat pertumbuhannya. Caranya ini sangat sedikit
manfaatnya karena bahan kimia yang dipakai untuk ini masing – masing mempunyai
kekurangannya dan tidak dapat dijamin efeknya terhadap spora atau fungus
Bahan – bahan yang dapat
dipakai :
-
Alkohol
Ini
terlalu mahal dan mudah menguap sehingga yang tinggal airnya saja yang dapat
menimbulkan karat.
-
Benzalkonim Chloride
Larutan
1 ; 1000, membutuhkan bahan anti karat ( sodium nitrate ).
Membutuhkan
waktu yang lama ( 18 jam ) untuk mensterilkan alat – alat yang direndam
kedalamnya.
-
Sterilisasi yang terbaru
diperkenalkan, memakai bahan dasar yang aktif. Bahan ini membutuhkan waktu 3
jam untuk mendapat hasil steril dan dipakai untuk bahan – bahan yang tidak
tahan panas.
5. Sterilisasi dengan Gas
Bahan yang dipakai etilen –
oksid cara ini terlalu rumit, membutuhkan alat khusus dan gas etilen oksid
ini sangat mahal. Alat khusus ini berupa
“cartridge “ yang dihubungkan dengan tangki gas etilen. Waktu sterilisasi
dibutuhkan 2 s/d 12 jam.
Hal
– hal yang perlu diperhatikan :
a. Alat
– alat yang berminyak dibersihkan dulu dengan larutan pelarut minyak atau
gemuk. Kemudian disikat dengan sabun baru disterilisasi.
b. Alat
– alat yang disterilisasi basah ( dengan air mendidih ) dan dibiarkan dalam
udara terbuka untuk beberapa lama akan berkarat. Maka untuk menghindari hal ini
alat – alat tersebut harus dikeringkan dengan lap steril sewaktu masih panas.
c. Alat
– alat yang mempunyai engsel dan alat- alat yang berputar tidak perlu diminyaki
terlalu banyak bila disterikan dalam autoclave dibandingkan dengan
sterilisasi air mendidih, terlebih – lebih bila air dipergunakan adalah air
yang mempunyai kadar asam yang tinggi yang akan mengendap pada alat – alat tersebut.
d. Alat
– alat atau bahan yang steri sebaiknya disimpan dalam bungkusan dan kain kasa
atu kertas filter, bila tidak dipakai maka harus disterilkan kembali setiap 30
hari atau sebelumnya bila ada indikasi untuk itu.
e. Alat
– alat dalam paket sebaiknya disusun rapi menurut kebutuhannya untuk sesuatu
operasi rutin. Ini untuk menghindari agar tidak ada alat – alat yang
ketinggalan bila diperlukan untuk operasi.
3. Pasien yang dioperasi
Pasien sendiri juga merupakan sumber
infeksi. Sebelum operasi pasien harus membersihkan giginya ( gosok gigi ),
dengan sikat gigi atau obat kumur – kumur. Untuk pasien yang pulang hari ( out
Pasien), sebaiknya pakaian luar dibuka dan diganti dengan penutup dari klinik.
Bagi pasien opname harus memakai pakaian rumah sakit.
Sebelum
operasi pasien diberi penutup steril, hanya bagian yang kain diopersi saja yang
kelihatan. Penutupan ini dilakukan oleh asisten atau operator yang telah suci
hama. Bagian
yang akan dioperasi diolesi dengan desinfektan.
4. Kamar Operasi
Keadaan kamar
operasi harus sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan. Misalnya : dinding
tegel, porselen atau marmer, lantai tegel, warna sejuk ( putih atau biru muda ).
Alat – alat yang
dipergunakan seperti boor, lampu, meja bedah juga merupakan sumber infeksi.
Untuk mempergunakan sebaiknya dilakukan oleh seorang asisten yang tidak turut
dalam operasi tersebut. Apabila
dalam keadaan terpaksa operator harus memegang alat – alat bantu, maka harus
dilapisi dengan kasa / lap steril.
Proses dasar
pencegahan penyakit yang biasa digunakan untuk mencegah penyebaran penyakit
dari alat – alat terkontaminasi, sarung tangan dan perlengkapan lainnya adalah
:
·
Dekontaminasi
·
Pembersihan dan pencucian
·
Sterilissasi, atau
desinfeksi tingkat tinggi
·
Pembuangan sampah
Tanpa memperhatikan apakah suatu prosedur medik atau bedah,
minilaparotomi atau pemeriksaan pelvik, proses pencegahan infeksinya sama. Tahap
– tahap pencegahan infksi mengikuti langkah – langkah seperti digambarkan pada
Gambar 3 – 1
Langkah 1 : Setelah melakukan tindakan, sewaktu masih menggunakan sarung
tangan, baik dokter maupun asistennya harus membuang barang – barang yang
terkontaminasi ( kasa, kapas dan barang – barang kotor lainnya ) kedalam kantung
atau tempat yang kedap bocor. Hindarkan sampah / kotoran menyentuh bagian luar
dari kantung tersebut.
Langkah 2 : Kemudian seluruh alat – alat bedah dan jarum suntik, alat suntik dan
sarung tangan pakai ulang yang kemungkinan telah kontak dengan darah atau
cairan tubuh harus didekontaminasi dulu dengan
merendamnya selama
10 menit dalam desinfektan (
larutan klorin 0,5 %) segera setelah digunakan. Permukaan seperti meja periksa
yang mungkin juga terkontaminasi oleh cairan tubuh harus di dekontaminasi
sebelum digunakan kembali.
Langkah 3 : Alat –
alat dan sarung tangan pakai ulang harus dicuci dengan air detergen
sebelum diproses selanjutnya.
Langkah 4 : Bila
mungkin benda – benda yang digunakan lebih dari sekali seperti sarung tangan,
jarum dan alat suntik yang kemungkinan kontak dengan aliran darah atau meyentuh
jaringan dibawah kulit, harus disterilisasi untuk membunuh seluruh
mikroorganisme (termasuk endospora bakteri). Jika sterilisasi tidak tersedia,
maka desinfeksi tingkat tinggi
( DTT ) dengan merebus, mengukus atau merendam dalam Desinfektan
tingkat tinggi adalah satu – satunya alternatif. Karena dengan merebus,
walaupun selama 90 menit atau merendam selama 20 menit dalam larutan
desinfektan tingkat tinggi, tidak dapat membunuh endospora bakteri, maka semua
petugas kesehatan harus waspada akan keterbatasan proses DTT ini (
Spaulding, 1939 ).
Gambar 3 – 1. Pemrosesan alat –
alat, sarung tangan dan perlengkapan lainnya.
DEKONTAMINASI
Rendam 10’
dalam larutan klorin 0,5 %
CUCI dan BILAS
Pakai sarung tangan
Hati – hati tertusuk
instrumen tajam
Metoda Terbaik Metoda
Alternatif
STERILISASI DESINFEKSI TINGKAT TINGGI
OTOKLAF OVEN REBUS KIMIAWI
106
kPa (15lbs/in) 1700 C ( 3400
F ) selama 20’ rendam selama 20’
121
0 C (2500 F ) selama 60’
tanpa bungkus 20’ 1600 C ( 3400
F )
terbungkus 30’ selama 120 ‘
DINGINKAN
Siap pakai *
* Instrumen yang terbungkus dalam keadaan steril dapat disimpan hingga 1
minggu. Instrumen tanpa bungkus
harus disimpan dalam wadah steril atau
DTT dengan tutup rapat, atau segera dipakai.
Permukaan, khususnya tempat
pemeriksaan atau meja operasi, yang kontak dengan cairan badan, jug harus
didekontaminasi. Usap dengan desinfektan
( klorin 0,5 % ), sebelum digunakan kembali, saat terlihat
terkontaminasi atau paling sedikit setiap hari, merupakan cara yang mudah
dilakukan, tidak mahal untuk dekontaminasi permukaan luas.
Larutan pemutih
pakaian seperti Bayclin mengandung zat kimia klorin sebanyak 5,25%, larutan ini
dapat digunakan sebagai larutan desinfektan dengan mengencerkannya menjadi
larutan klorin 0,5 %.
Pemeriksaan Pasien Dengan Diagnosa
Rekam Medis
Rekam
medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, serta pelayanan lain yang telah
diberikan pada seorang pasien.
Setiap dokter gigi oleh undang – undang yang telah berlaku di Indonesia
diwajibkan membuat dan menyimpan rekam medis. Umumnya, rekam medis berbentuk
kartu yang isinya terdiri dari ruang untuk menuliskan identitas pasien, kolom
untuk menuliskan hasil pemeriksaan atau diagnosa, serta kolom untuk menuliskan
secara kronologis pengobatan dan tindakan yang telah diberikan pada pasien.
Perlu diperhatikan bahwa rekam medis wajib
diisi lengkap, bila ada kesalahan tidak diperkenankan dihapus melainkan cukup
dicoret dan diberi paraf, masa rekam medis sekurang – kurangnya 5 tahun setelah
pasien terakhir kali berobat.
Anamnesis
Anamnesis adalah proses tanya jawab yang dilakukan oleh dokter
terhadap pasien untuk menggali semua informasi mengenai keluhan sakit atau
kelainan yang dirasakan oleh asien.
Tanya
jawab dilakukan dengan bahasa awam yang dimengerti pasien, seperti nama, umur,
jenis kelamin, alamat, status, agama, pekerjaan, dan suku. Kemudian dilanjutkan
dengan pertanyaan mengenai keluhan pasien yang sekurang – kurangnya terdiri
dari pertanyaan perihal : keluhan utama, lokasi keluhan, kualitas dan kuantitas
keluhan, kapan mulai timbulnya, bagaimana kronologis perkembangannya, apa yang
meringankan dan memberatkan keluhan, serta gejala yang menyertai keluhan. Saat
anamnesis juga ditanyakan riwayat penyakit, riwayat alergi, riwayat pengobatan
oleh tenaga medis, riwayat penyakit dan kelainan dalam keluarga, serta hal lain
yang dianggap perlu.
Pemeriksaan Luar Mulut ( Ekstra Oral )
Pemeriksaan
luar mulut adalah pemeriksaan yang dilakukan didaerah sekitar mulut bagian
luar. Meliputi hidung, mata, telinga, wajah, kepala dan leher.
Pemeriksaan
luar mulut dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan yang terlihat secara
visual, atau terdeteksi dengan palpasi. Seperti adanya kecacatan, pembengkakan,
benjolan, luka, cedera, memar, fraktur, dislokasi, dan lain sebagainya.
Pemeriksaan Dalam Mulut ( Intra Oral )
Pemeriksaan
dalam mulut adalah pemerikasan yang dilakukan terhadap gigi, gusi, lidah,
palatum, dasar mulut, pipi, mukosa mulut, uvula, tonsil, dan jaringan didalam
mulut lainnya.
Pemeriksaan
dalam mulut yang dilakukan dengan bantuan alat dasar berupa : kaca mulut,
sonde, pinset, ekscavator, dan probe : untuk memperjelas pandangan dapat
digunakan kamera intra oral yang dihubungkan dengan monitor.
Rujukan
Rujukan Pemeriksaan Penunjang
Rujukan pemeriksaan
penunjang dilakukan oleh dokter gigi untuk membantu menegakkan diagnosisi,
apabila tidak terdeteksi oleh pemeriksaaan klinis ditempat praktek. Rujukan
pemeriksaan penunjang biasa dilakukan pembuatan Foto Rontgen serta pemeriksaan
patologis klinis.
1. Radiologi
Rujukan
pemeriksaan radiologi dilakukan bila dokter gigi ingin melihat gambaran
radiologis suatu penyakit atau kelainan dengan bantuan foto rontgen. Ada 3 jenis foto rontgen
yang umum diminta oleh dokter gigi umum yaitu foto dental, cephalometerik, dan
panoramik.
Foto dental yang
sering disebut juga foto periapikal memberikan gambaran jelas 1 buah gigi dari
mahkota sampai ujung akar beserta jaringan disekitarnya.
Foto panoramik
adalah foto seluruh gigi pada seluruh rahang dalam 1 film, sama dengan foto
periapikal, gigi terlihat dari mahkota sampai ujung akarnya. Gambaran jaringan
disekitar akan tampak lebih luas tergambar, tetapi proporsi ukuran gigi tidak
seperti aslinya dan gambaran antar gigi banyak yang terlihat menumpuk.
Foto Cepalometri
adalah fioto rahang atas dan rahang bawah beserta gigi dan jaringan
disekitarnya. Gambaran yang dihasilkan lebih luas dibanding foto periapikal dan
panoramik karena juga memotret sendi temporo mandibula dan tulang tengkorak
foto jenis ini biasanya dibuat untuk kebutuhan analisis cepalometri.
Tujuan gambar
rontgen dalam eksodonsia diantaranya adalah : membantu diagnosa penyakit gigi
dan jaringan pendukungnya sehingga dapat disusun perencana prabedah yang
matang. Pengamatan melalui gambar rontgen gigi ini akan membantu usaha
eksodonsia seperti fraktur rahang, kerusakan dinding dasar sinus maksilaris dan
tentunya juga akan mengurangi waktu operasi, menghindari kemungkinan infeksi
pasca – bedah.
Gambar rotgen dapat
digunakan untuk menentukan hal berikut ini :
Daerah patosis
dengan perluasannya. Jaringan padat seperi gigi, tulang, tulang rawan, daerah
penebalan tulang, daerah kalsifikasi, nampak digambar rontgen sebagai gambaran
radiopak sedang jaringan lunak seperti jaringan pulpa gigi, batang saraf,
pembuluh darah, kelenjar getah bening, mukosa, kulit, daerah abces, kista,
daerah nekrosis, granuloma periapikalis, resorpsi periapikal nampak sebagai
gambaran radiolusen.
Resoprsi perapikal
akar gigi decidui adalah pertanda gigi akan diganti dengan gigi permanen
penggantinya, tetapi resorpsi periapikal gigi permanen umumnya karena proses
radang, misalnya granuloma periapikal, kista radikular. Resorpsi akar gigi
permanen yang direimplantasi juga sering nampak pada gambar rotgen setelah
beberapa bulan atau tahun.
Granuloma pada
gambar rotgent terlihat sebagai daerah radiolusen membulat didaerah apeks atau
lateral akar gigi. Granuloma sebagai hasil dari infeksi pulpa gigi merusak
jaringan tulang, dapat berasal pula dari infeksi pulpa gigi merusak jaringan
tulang, dapat berasal pula dari perluasan poket pyorrhoe alveolaris.
Secara dini suatu
kista rahang jarang dapat dideteksi karena umumnya asimtomatis dan belum
menampakan penonjolan tulang, melalui gambar rontgen daerah kista rahang
terbaca sebagai radiolusen membulat dikelilingi oleh batas yang jelas. Gambaran
radiolusensi yang nampak melaui gambar rontgren harus harus ditafsirkan hati –
hati bila bedekatan dengan forammentalis, foramen infra orbitalis yang terbaca
berbatas jelas.
Daerah nekrosis
tulang pada gambar rontgen terbaca sebagai radiolusensi dan gambaran ini makin
menuju daerah tulang yang sehat terlihat gambaran yang makin kearah radiopak
Daerah tulang yang nekrosis dan yang sehat berbatas tak jelas karena daerah
nekrosis tak berkapsul seperti yang ada pada daerah kista.
2. Patologi Klinik
Rujukan pemeriksaan patologi klinik
dilakukan dokter gigi sebagai penunjang diagnosis, bila ingin melihat indikasi
penyakit yang terdeteksi dari hasil pemeriksaan darah, urin, feses, atau apus
mukusa.
Pemeriksaan dilakukan
dilaboratorium klinik dengan pengantar rujukan dari dokter gigi, surat rujukan biasanya
sudah disediakan oleh laboratorium klinik yang bersangkutan.
Pemeriksaan yang umum dilakukan oleh Dokter Gigi adalah
PEMERIKSAAN KEGUNAAN NILAI NORMAL
Hemoglobin Jumlah
hemoglobin dalam darah Laki 12-16
gr/dl
Wanita
13,5-18 gr/dl
Trombosit Jumlah
trombosit dalam darah 150-440
ribu/mm3
Eritrosit Jumlah eritrosit dalam
darah Laki 4,5-6,2 jt/mm3
Wanita
4,2-5,4 jt/ mm3
Lekosit Jumlah lekosit dalam
darah 3800-10.600/ mm3
Glukosa
Puasa Kandungan gula darah
saat puasa 70-110 mg/dl
Glukosa 2 jam PP Kandungan gula
darah 2 stlh makan < 140 mg/dl
Jamur Deteksi
jamur dalam rongga mulut Negatif
Rujukan Medik
Rujukan medik adalah tindakan menginstruksikan pasien untuk menemui
dokter lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan lebih baik, prosedur dilakukan
bila seorang dokter gigi tidak mampu atau tidak berwenang melakukan suatu
pemeriksaan, pengobatan, atau tindakan medis.
Rujukan medik dilakukan dengan membuat surat rujukan yang
ditujukan pada dokter lain, isinya antara lain memuat identitas pasien, kondisi
terakhir, riwayat pengobatan, serta diagnosis atau catatan mengenai keluhan
bila diagnosisi belum bisa ditegakkan.
Gigi
Lakukan pemerikasaan gigi berurutan
mulai sekarang dari rahang bawah kiri, rahang bawah kanan, kemudian rahang atas
kanan, ke rahang atas kiri.
Lakukan Pemeriksaan :
- Inspeksi : Kita perhatikan warna gigi, luas
kerusakan, posisi dan lokasi
- Sonde :
Dengan alat sonde kita bersihkan kavitas gigi dari sisa makanan,
membuang jaringan caries
- Perkusi : Yaitu mengetuk permukaan oklusal gigi
dengan tangkai alat, apakah
ada periodontitis, pyorrhoe alveolaris.
- Palpasi : Yaitu meraba dengan kedua jari telunjuk
bagian bukal dan lingual
maksila maupun mandibula pada bagian tulang
alveolarnya.
Indikasi Eksodonsia
Gigi
Permanen
1. Gigi
yang merupakan fokal infeksi, yaitu gigi yang merupakan sarang mikroorganisme
yang dapat menyebabkan infeksi pada organ lain.
Gigi tersebut antara lain :
-
Gigi gangren
-
Calculus yang menyebabkan
penyakit periodontal yang khronis.
Menyebabkan
infeksi ditempat lain misalnya : demam rheumatik, endokardisis akut, penyakit
kulit khronis, penyakit THT khronis, penyakit – penyakit syaraf.
2. Karies
yang luas yang tak mungkin dapat diperbaiki dengan konservasi.
3. Gigi Impaksi ( Impacted Tooth)
Akibat gigi yang impaksi mungkin timbul karies
pada gigi bersangkutan atau pada gigi tetangganya, atau komplikasi yang
bersifat neurologis.
Termasuk disini gigi imbedded ( gigi yang tidak
erupsi )
( Gbr. Ro mesioanguler. Thoma hal 330 Fy 18 –1 )
Gigi yang terpendam ini bila
menimbulkan keluhan baru dicabut, kalau tidak biarkan saja.
4. Gigi
Supernumerary, yaitu gigi anomali dalam jumlah gigi
- Mesiodent : bila terletak diantara kedua I sentral,
dan di linea mediara
gbr. Supernumerary / mesiodent
gbr. Ro. Mesiodent
Thoma hal 381 flg 18 – 88
- Para
– molar : bila terletak disamping
molar, umumnya dimaksila.
- Distomolar : bila terletak disebelah distal M3
maksila
Biasanya ukuran gigi
Supernumerary sangat kecil hingga kurang berfungsi, juga sering menjadi faktor
pendukung terjadi karies gigi, menganggu estetik terutama pada mesioden.
5. Gigi yang terletak pada garis fraktur, karena
akan menggangu reposisi fraktur rahang.
6. Untuk keperluan perawatan orthodontie
Biasanya dilakukan pada gigi premolar I,
pada prinsipnya c tidak boleh dicabut, karena dapat merusak estetik kalau
pasien tidak menjalankan perawatan orthodontie.
7. Untuk keperluan pembutan prothesa
Mengingat estetis dan retensi maka untuk
pembuatan prothesa sebagian kadang perlu mencabut gigi yang sehat. Bila pada
satu rahang hanya tinggal 1 atau 2 gigi yang sehat, maka sebaiknya dicabut saja
dan kemudian dibuat prothesa full.
8. Gigi yang telah goyah dan tidak dapat lagi
dirawat dengan perawatan periodonti.
-
Fisiologis
Misal : pada orang tua dimana
processus alveolarisnya hilang karena mengalami atrofi.
-
Phatologis
Pada penyakit –
penyakit paradontium ( paradontose ) yaitu gigi yang menunjukan kerusakan
degeneratif yang sangat progresif pada tulang pendukung gigi keadaan ini tak
mungkin untuk dirawat melalui perawatan periodonsia. Tanpa tulang pendukung,
gigi akan kehilangan kekuatannya dalam socket, akhirnya goyah. Pada periodonsia
yang berat, kadang gigi dapat lepas sendiri.
Pada osteomyelitis,
yang dicabut yang causa saja dari penyakit tersebut, sedang gigi yang lain
sesudah proses ini reda dengan sendirinya menjadi kuat lagi.
-
Trauma
Gigi yang goyah
karena trauma tidak perlu dicabut, dilakukan fiksasi yang akan memulihkan
keadaan semula, sedang yang kena trauma hingga akarnya pecah, gigi ini harus
dicabut.
Pada traumatik
oklusi, trauma dapat menyebabkan atrofi pada processus alveolaris hingga gigi
menjadi goyah.
Indikasi Gigi Sulung
1. Gigi
desidui yang telah goyah dan sudah waktunya tanggal
2. Gigi desidui yang persisten, yaitu gigi
desidui yang sudah waktunya tanggal tapi masih kuat, dan sudah ada gigi
penggantinya. Biasanya akar gigi sulung mengalami resobrsi hingga gigi ia akan
goyah, tapi ada kalanya karena gigi sulung ini sudah gangren tak terjadi
resobrsi.
3. Gigi sulung yang menimbulkan ulkus
dekubitalis ( dicubitalezwair ), yaitu sudah terjadi sobekan pada gusi atau
mukosa pipi dan terlihat apek dari akar gigi yang ganggren.
4. Gigi desidui yang menimbulkan abces, karena fungsi
gigi sulung untuk mempertahankan tempat bagi gigi permanen dan rangsangan untuk
tumbuhnya, maka gigi sulung yang ganggren tidak dicabut baik gigi anterior
maupun posterior tapi dipertahankan dengan perawatan gigi gangren, tapi bila
gigi tersebut berkali – laki
menimbulkan abces maka sebaiknya dicabut.
5. Gigi
sulung yang meyebabkan osteomyelitis
6. Gigi
sulung yang merupakan fokal infeksi.
Kontra Indikasi
I. Kontra
indikasi sistemik :
1. kontra indikasi pemberian adrenalin
a. Penyakit jantung
Keadaan
pasien ini biasanya nervus dan jantungnya berdebar – debar jadi tidak boleh
diberikan anestetikum yang mengandung vasokonstriksi.
b. Hipertensi
Ada 2
macam yaitu :
- hipertensi primer
- hipertensi sekunder
Yang
primer disebut juga hipertensi esensial dimana kenaikan tekanan darah tidak
diketahui sebabnya.
Yang
sekunder adalah hipertensi yang disebabkan karena adanya penyakit – penyakit lainnya, misalnya
karena penyakit ginjal, struma dan lain – lain.
Struma
adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang disebut “ hyperthyreoidism “.
Hal ini terjadi karena kekurangan jodium sehingga kelenjar ini membesar untuk
menambah produksi tiroksin dan kalau produksi tiroksin berlebihan, maka timbul
penyakit Basedow dengan gejala sebagai berikut :
- Adanya eksoptalmus ( bola mata tampak keluar
)
- Hipertensi
- Metabolisme bertambah
- Keringat banyak
- Orangnya jadi kurus
c. Arteriosklerose
Keadaan ini biasanya dijumpai pada orang –
orang tua, dimana arterinya mengalami degenerasi dan ada pengapuran sehingga
lumen pembuluh darahnya menjadi sempit karena usianya sudah lanjut sebaiknya
jangan diberi adrenalin.
d. Diabetes Mellitus
Pada penyakit ini jumlah insulin berkurang
( hipoinsulinnisme ), maka metabolisme glukose terganggu, sehingga dijumpai ada
glukose yang meninggi pada urine dan darah.
Gejala – gejalanya :
-
polifagia (
banyak makan ) karena sering lapar
-
polidispia (
banyak minum ) karena selalu haus
-
poliuria (
banyak urine )
-
Gisi bengkak
( odematus )
-
Gigi goyah
-
Banyak karang
gigi
Pemberian adrenalin pada penderita diabetes
kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya “ coma diabeticum”.
Gbr. 11 – 7 atlas hal 27.
2. Pasien dengan “ Trhombocytompenie “
Dalam keadaan ini jumlah trombosit berkurang
sehingga darah lama mengalir dari luka ( darah sangat lambat membeku ). seperti
diketahui trombosit penting artinya dalam proses pembekuan darah, dimana
trombosit pecah maka keluar trombokinase.
Protrombine yang ada dalam darah dengan
trobokinase mengahasilkan trombin. Fibrinogen dengan trombin dan ion kalsium
membentuk fibrin.
3. Pasien dengan epilepsi
Kejadian
ini adanya kerusakan diotak
Gejala
– gejalanya :
-
Petit mal :
pening, lambat bicara, hilang ingatan
-
Gran mal:
Bila ada serangan maka pasien jatuh didahului oleh aura ( gangguan pada lidah seperti
lidah terasa pahit, penglihatan berkunang – kunang,
telinga berdenging ), lalu kemudian terjadi kontak klonus ( kejang – kejang ),
terus koma ( pingsan) dan kemudian “ tretrogaal
amnesia “, yaitu sadar kembali dan tidak ingat apa yang terjadi.
Kalau penderita ini disuntik dapat terus
mengalami gramal. Epilepsi dengan adanya kausa hereditair, ini karena
mengandung kromosom dari orang tuanya. Epilepsi dengan adanya kausa kongenital,
ini karena pada waktu lahir terdapat kelainan itu mungkin / heroditair atau
kesalahan pertumbuhan selama dalam kandungan, misalnya karena ibunya menderita
penyakit tipus selama hamil atau penyakit luas, dapat juga karena ayahnya
peminum alkohol.
4. Leukimia
Yaitu terdapatnya leukosit yang lebih banyak dari normal dalam darah. Leukemia
ini digolongkan dalam penyakit neo - plasma darah. Reticulo- endotelial
menghasilkan leukosit yang lebih muda dari pada yang biasanya yang tidak dapat
melawan penyakit maka dalam keadaan leukimia ini trombosit terdesak
Jadi penderita leukimia ini mudah
mengalami pendarahan karena sedikit trombosit dan akan menimbulkan komplikasi
pada pencabutan gigi.
5. Kaheksia
Yaitu keadaan pasien yang sangat jelek /
kurus karena kurang makan atau sesudah menderita penyakit lama dan berat. Pada
pasien ini semua keadaan menjadi jelek, pendarahan banyak, penyembuhan luka
lambat dan dengan suntikan atau sedikit trauma ia dapat kolaps.
Jadi sebaiknya pencabutan ditunda dan
diperbaiki dulu kondisi pasien. Keadaan ini juga terjadi bila menderita
penyakit tumor.
6. Hemofilia
Ini merupakan suatu penyakit atau
kelainan susunan kelainan darah
“ blood dyscrasia “ yang bersifat heriditer, dan hanya terdapat pada
pada laki – laki.
Penderita penyakit ini bila mendapat luka
yang kecil saja darahnya tidak mau membeku, hal ini karena :
a. Trombosit tidak mau pecah kalau berhubungan
dengan udara, jadi darah terus mengalir.
b. Trombosit tidak dapat pecah karena kurang zat
anti hemofilia dalam serum dan kalau kita berhadapan dengan penderita penyakit
ini maka pembuluh darahnya diikat.
Hal ini sebenarnya bukan kontra indikasi
untuk pencabutan gigi, akan tetapi harus diingat bahwa padanya terdapat sedikit
hipertensi, sedikit nervus dan pada periode pertama sampai tiga bulan biasanya
sering sangat lemah, sering muntah – muntah yang disebut “ hyperemesis
gravidarum “, maka kalau dapat pencabutan ditunda dulu dan kalau terpaksa juga
diadakan pencabutan, jangan pakai adrenalin. Pada wanita yang sering
keguguran ( abortus ) maka
sebaiknya ditunggu sesudah hamilnya 5 bulan keatas dan sampai menpunyai kondisi
yang baik.
II. Kontra Indikasi Setempat
Kecuali larangan eksodonsia yang bersifat
umum seperti yang diuraikan diatas ada larangan eksodonsia yang bersifat
setempat yang umumnya menyangkut suatu infeksi akut jaringan sekitar gigi (
Archer, 1961 )
Misalnya
:
a. Infeksi sekitar gusi, abces tumor, pencabutan
harus ditunda sampai abcesnya sembuh.
b. Infeksi perikoronal akut yang banyak terjadi pada
erupsi partial molar ketiga bawah.
c. Sinusitis maksilaris akut, terutama yang
menyangkut kontra indikasi eksodonsia premolar dan molar maksilar.
Alasan
melarang eksodonsia dengan keadaan seperti tersebut diatas adalah bahwa infeksi
akut yang berada disekitar gigi, akan menyebar melalui aliran darah keseluruh
tubuh dan terjadi keadaan septikemia.
0 comments:
Post a Comment