skip to main | skip to sidebar

About me

My Photo
Putri Ferina Aprilia
View my complete profile

Arsip

  • ► 2018 (6)
    • ► January (6)
  • ▼ 2012 (30)
    • ▼ January (30)
      • GIGI TERPENDAM/ gigi impaksi
      • FRAKTUR
      • fraktur tulang alveolar
      • Infeksi Orofacial
      • PENATALAKSANAAN PASIEN BEDAH OROMAKSILOFASIAL
      • Komplikasi Anestesi Lokal dan Penanganannya
      • ILMU BEDAH MULUT
      • Carcinoma metastatic
      • KEGAGALAN FOTO RADIOGRAFIS ”FOGGED FILM”
      • Apical Scar
      • insufficient contrast
      • AMELOBLASTIC FIBROMA
      • KESALAHAN PADA FOTO PANORAMIK AKIBAT POSISI PASIEN...
      • TORUS MANDIBULARIS
      • “TEKNIK,KEGAGALAN,PROTEKSI RADIASI PADA KEDOKTERAN...
      • KEGUNAAN DAN PENATALAKSANAAN RADIOGRAFIS DI KEDOKT...
      • Radiografi ekstra oral
      • Perawatan Refractory periodontitis, Aggressive per...
      • TEMPOROMANDIBULAR JOINT
      • PENGARUH KELAINAN DAN PENYAKIT SISTEMIK TERHADAP P...
      • Cairan rongga mulut
      • benign Neoplasma
      • Infection sialadenitis
      • Reactive Lessions
      • Malignant gland Salivary neoplasma
      • LINEA ALBA
      • Frictional Keratosis
      • Pengukuran panjang saluran akar dengan alat elektrik
      • cukup klik 1 survey 1 hari dapat 20.000 rupiah
      • $6.00 Welcome Survey After Free Registration!
  • ► 2011 (54)
    • ► December (47)
    • ► April (7)

Mrs Pinky

Infeksi Orofacial

Saturday, January 7, 2012


BAB I
PENDAHULUAN

Gigi dan mukosa yang utuh merupakan pertahanan pertama yang hampir tidak tertembus apabila system kekebalan hospes dan pertahanan seluler yang berfungsi dengan baik. Apabila sifat mikroflora berubah, baik kualitas maupun kuantitasnya ; apabila mukosa mulut dan pulpa gigi terpenetrasi; apabila system kekebalan dan pertahanan seluler ternganggu; atau kombinasi dari hal-hal tersebut diatas, maka infeksi dapat terjadi.

Kerja antibiotic dapat merubah keseimbangan mikroflora tertentu yang menyebabkan bakteri persisiten dan mengalami proliferasi. Kerentana terhadap infeksi dapat juga meningkat karena suatu penyakit misalnya: AIDS, anemia, diabetes atau karena obat-obat tertentu misalnya imunosupresan terapi radiasi dan lain-lain.

Suatu kondisi akut ditandai dengan pembengkakan dan rasa sakit yang hebat dengan manifestasi sistemik dan bentuk kronis berkembang dari penyembuhan sebagian keadaan akut, serangan yang lemah atau pertahanan yang kuat. Bentuk kronis ini ditandai dengan ketidaknyamanan namun, tidak disertai rasa sakit, serta reaksi ringan dari jaringan sekitarnya misalnya edema, nanah dan drainase dengan pembentukan fistula dan manifestasi sistemik episodik yaitu demam ringan, letargi dan lemah badan.

Tindakan untuk menangani infeksi meliputi identifikasi organisme pathogen dengan cara smear dan culture, tes sensitifitas dan terapi antibiotic, terapi pendukung dan pembedahan. Tindakan pembedahan yaitu meliputi insisi dan drainase, pembersihan, dekortikasi, sekuestrektomi.


BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian dan Etiologi
Infeksi oro fasial adalah suatu peradangan di rongga mulut serta jaringan sekitarnya. Kebanyakan peradangan ini berasal dari gigi. Radang dapat berasal dari apeks akar gigi atau tepi gusi. Juga dapat berasal dari jaringan lunak yang mengelilingi korona gigi yang sedang erupsi atau erupsi sebagian (impaksi).
Radang yang berasal dari gigi berada di sekeliling apeks akar dapat menghasilkan pus sekeliling apeks, yang dapat menembus tulang alveolus mencari resistensi rendah dan memasuki jaringan lunak sekitarnya. Abses yang demikian yang berasal dari apeks gigi disebut dengan “Abses Dento-Alveolar”.
Peradangan yang berasal dari gigi-gigi yang telah memasuki jaringan lunak tersebut dapat mengalami hal-hal sebagai berikut:
1.      Resolusi adalah infeksi yang dapat diatasi dan jaringan kembali normal.
2.      Supurasi terlokalisir adalah daerah infeksi mengalami penanahan (supurasi) dikelilingi oleh batas yang jelas (terlokalisir).
3.      Penyebaran dan nekrose yaitu dimana jaringan mengalami infeksi dan nekrose. Ini dapat disebabkan oleh toksin dari organisme atau dapat juga di karenakan tekanan dari odem yang besar sehingga mengganggu sirkulasi darah ke daerah tersebut.
Banyak faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses atau jalannya radang ini antara lain :
a.       faktor organisme,
biasanya daya tahan tubuh dari penderita dapat melawan invasi dari masuknya bakteri yang kecil jumlahnya, tetapi pada invasi bakteri yang jumlahnya banyak, besar pengaruhnya terhadap prognose dari infeksi tersebut.
Sebaliknya beberapa stefilokokus menghasilkan pula suatu zat yang disebut koagulasi yang menghasilkan fibrin dan plasma. Yang mana cendrung menyebabkan infeksi tersebut terlokalisir. Kebanyakan infeksi orofasial disebabkan oleh sterptokokus dan stafilokokus.

b.      faktor penderita,
daya tahan tubuh penderita sangat berpengaruh terhadap penyebaran infeksi. Berbeda untuk setiap individu dan waktu penyebarannya. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antar lain :
-          umur
-          penyakit sistemik yang melemahkan daya tahan tubuh (debilitating disease) seperti diabetes mellitus, nefritis kronis.
-          Kekurangan gizi juga menurunkan daya tahan tubuh dan juga kekurangan vitamin.
c.       faktor anatomi jaringan
infeksi cendrung meluas menyusuri otot-otot dan jalannya dibatasi antara otot-otot dan daratan fasial, terlebih-lebih ada pus. Pus berasal dari infeksi gigi biasanya terbentuk dalam tulang alveolar tersebut lebih dahulu sebelum sampai ke jaringan lunak sekitarnya. Biasanya pus mengikuti jalan dimana terdapat resistensi yang terkecil dan menembus tulang pada sisi yang lebih tipis dan terlemah. Bila pus menembus maksila dari sebelah bukal maka pus akan keluar intra oral, jikalau penembusan ini berada di dalam perlekatan otot dari muskulus buksinatoria. Apabila penembusan ini berada di luar perlekatan otot dari muskulus buksinatoria maka pus akan keluar ekstra oral. Infeksi dari maksila dapat juga meluas ke palatum, cavum nasi dan sinus maksilaris.
Periapikal infeksi yang berasal dari gigi depan maksila dapat menyebar ke bibir atas fossa kanina. Bila infeksi ini dapat menembus ke dalam pleksus nervus labialis superior maka ia dapat melalui vena fasialis dan angularis dan masuk ke kranium menyebabkan thrombose.

II.2 Anatomi infeksi orofasial

ü  Ruang atau bidang fasial
Kepala dan leher dikelilingi oleh ruang fasial yang biasanya dipisahkan oleh jaringan ikat longgar. Spatium tersebut merupakan daerah yang pertahanannya terhadap penyebaran infeksi kurang sempurna. Walaupun dalam batas tertentu ruang ini cenderung melokalisir infeksi, tetapi ruang ini juga saling berhubungan satu sama lain.barier terakhir terhadap penyebaran infeksi di luar processus alvolaris adalah periosteum. Apabila periosteum itu tertembus, maka ruang dari bidang-bidang fasial di dekatnya akan terinfeksi. Infeksi dari gigi tertentu secara konsistenn menyebar ke ruang-ruang tertentu yang berkaitan dengannya. Trismus dan disfagia dapat dikaitkan dengan keterlibatan ruang-ruang tertentu. Pengetahuan anatomis yang berhubungan dengan ruang-ruang ini akan dapat membantu mengidentifikasi daera-daerah yang potensial menjadi tempat penyebaran infeksi dan dalam menentukan bagian yang akan diinsisi dan didrainasi. Untuk memudahkan pemahaman, maka ruan tersebut kiita kelompokkan menjadi: mandibular, maksilar, lateral, faringeal, kranial, dan servikal.

ü  Ruang mandibular
Ruang-ruang mandibular anterior meliputi submandibular, sublingual, dan submental. Submandibular terletak di inferior mandibula dan m. Mylohyoideus, dibatasi di bagian inferior oleh m. Digastricus, dan medial oleh m. Hyoglossus. Infeksi yang menyebar kesini biasanya infeksi yang berasal dari molar bawah. Dari ruang penyebaran infeksi bisa menuju ruang submandibular kontralateral, ke ruang pterigomandibular, parafaringeal dan ruang fasial pada leher. Di sebelah superior dari ruang ini terdapat sublingual yang merupakan bagian yang paling sering menjadi sasaran penyebaran infeksi dari gigi-gigi premolar dan anterior bawah. Infeksi ruang sublingual bisa meluas dengan mudah ke dalam ruang submandibular dan parafaringeal. Ruang submental terletak di sebelah anterior diantara kedua venter anterior musculus digastricus. Daerah ini paling sering terkena perluasan infeksi dari gigi insisivus bawah. Ruang ini ke arah posterior berhubungan dengan ruang submandibular.

ü  Ruang maksiler anterior
Penyebaran infeksi yang timbul pada regio maksiler biasanya melibatkan fossa canina dan regio periorbital. Fossa canina terletak profundus dari m. quadratus labii superioris dan m. levator labii superioris yang lain. Ini merupakan tempat perluasan infeksi yang berasal dari gigi kaninus atas/kadang-kadang dari gigi-gigi premolar dan insisivus. Dalam pengertian klinis cukup penting, karena berhubungan dengan sinus cavernosus melalui vene-vena facialis, angularis, ophthalmica. Perluasan pada regio periorbital bisa berasal dari semua gigi maksilar. Regio periorbital terletak profundus dari m. orbicularis occuli dan seperti pada fossa canina, infeksi pada regio ini bisa menyebar ke sinus cavernosus melalui vena-vena yang sama.

ü  Ruang lateral
Ruang lateral meliputi ruang businator dan ruang parotis. Infeksi pada ruang businator bisa merupakan perluasan infeksi dari gigi premolar dan molar. Ruang ini mempunyai hubungan dengan ruang-ruang mandibular posterior dengan ruang temporal, dan ruang faringeal lateral. Ruang parotid terutama ditempati oleh glandula perotidea dan biasanya merupakan perluasan infeksi yang bukan dari gigi. Apabila terjadi infeksi biasanya melibatkan glandula parotidea itu sendiri. Tetapi infeksi ruang parotis bisa menyebar ke ruang parafaringeal dan ruang temporal profundus.

ü  Ruang faringeal
Ruang faringeal lateral meluas dari basis cranii sampai dengan bagian bawah tulang hioid. Dibatasi m. pterigoideus internus di sebelah lateral dan mm. constrictor pharyngis di sebelah medial. Ruang retrofaringeal terletak posterior dari mm. constrictor pharyngis dan anterior dari selubung karotis serta fascia paravertebralis. Infeksi spatium pharyngealis bisa meluas ke intrakranial/mediastinal. Infeksi yang melibatkan spatium pharyngealis, ditandai dengan adanya disfagia dalam berbagai tingkatan.

ü  Ruang kranial
Ruan kranial lateral meliputi temporal dan infratemporal. Ruang temporal dibagi menjadi superfisial dan profundus oleh m. temporalis. Batas terluar adalah fascia temporalis, sedangkan batas profundus adalah dinding dari tulang fossa temporalis. Di bagian inferior, ruang temporal superfisial dibatasi arcus zygomaticus, sedang ruang temporal profundus berhubungan dengan ruang pterigomandibular. Infeksi orofasial yang melibatkan ruan temporal, apabila berasal dari regio molar bawah atau atas biasanya terlebih dahulu melintasi ruan submaseterik dan pterigomandibular. Ruang infratemporal dibatasi di atas oleh basis cranii, di lateral oleh ramus mandibula dan m. temporalis dan medial oleh mm. pterygoidei. Ke arah inferior ruang infratemporal berhubungan dengan ruang-ruang pterigomandibular dan temporal profundus. Penyebaran infeksi yang paling berbahaya adalah yang menuju sinus cavernosus melalui plexus venosus pterygoideus.

ü  Perluasan servikal
Perluasan infeksi orofasial ke regio servikal bisa juga terjadi. Fascia servicalis dibagi menjadi fascia superficialis yang merupakan kelanjutan dari m. platysma dan fascia profundus yang membungkus struktur-struktur profundus pada leher. Fascia profundus bisa memberikan jalan infeksi melalui ruang viseral dan selubung karotis ke mediatinum.

ü  Perluasan limfatik
Sistem limfatik bisa berperan menjadi agen pertahanan lokal/sistemik terhadap infeksi mikroorfanisma. Limfadenitis regional bisa menjadi petunjuk adanya infeksi yang sedang berlangsung/yang terjadi pada masa lalu, atau suatu pertanda adanya infeksi yang manifestasinya belum tampak. Kadang, fibrosis pada nodus lymphaticus merupakan sisa kondisi infektif yang mengalami penyembuhan.

II.3 Patofisiologi infeksi
           
            Flora mulut biasanya hidup secara komensalitik dengan hospes misalnya, tidak saling menguntungkan maupun merugikan. Apabila keadaan memungkinkan terjadinya invasi, baik oleh flora tetap, atau asing, maka akan terjadi perubahan hubungan (parasitisme). Sekali terjadi infeksi, organisme akan memperkuat diri dan berkembang biak. Lingkungan biokimiawi jaringa setempat akan sangat menentukan kerentanan dan ketahanan hospes terhadap parasit tertentu.Virulensi adalah jumlah total fungsi metabolis dan fisiologis parasit yang bisa mendukungnya untuk bisa bertahan hidup., tumbuh, memperbanyak diri, dan memproduksi perubahan patologis terhadap jaringan hospes. Sedangkan resistensi adalah jumlah total dari fungsi tersebut pada hospes sehingga mampu bertahan dari aktivitas parasit. Serangan mikroorganisme diawali dengan terjadinya kelukaan langsung sehingga memungkinkan mikroorganisma melakukan invasi, mengeluarkan aksotoksin, endotoksin dengan cara autolisis. Sedangkan hospes dapat menunjukkan rekasi alergi terhadap produk-produk mikrobial atau kadang-kadang menimbulkan gangguan langsung terhadap fungsi metabolisme seluler oleh sel-sel hospes.

            Respon lokal dari hospes dari hospes adalah keradangan. Proses ini diawali dengan dilatasi kapiler, terkumpulnya cairan edema, penyumbatan limfatik oleh fibrin. Didukung oleh kemotaksis akan terjadi fagositosis. Daerah tersebut menjadi sangat asam dan protease selular cenderung mengindukis terjadinya lisis terhadap leukosit. Akhirnya makrofag mononuklear yang besar timbul, memangsa debris leukositik, membuka jalan untuk pemulihan terhadap proses infeksi dan penyembuhan.
           
            Respon sistemik hospes adalah pertahanan humoral yaitu reaksi antigen antibodi. Antibodi adalah molekul protein yang diproduksi sel plasma yang tersensitisasi,disebut imunoglobulin. Antibodi ini menetralkan toksin bakteri, mencegah perlekatan dan mengaktifkan komplemen. Komplemen berperan dalam pengenalan hospes terhadap bakteri dan memacu proses fagositosis.

            Akibat perubahan jaringan menimbulkan gambaran klinis infeksi. Rasa sakit tekan,kemerahan (eritem) dan pembengkakan (edema) mudah dikenali sebagai manifestasi suatu keradangan. Kadang-kadang bakteri yang memproduksi gas bisa memacu dan mendukung terjadinya respon pembengkakan. Perananahan walaupun karakter dan bentuknya bervariasi, adalah akibat langsung dari mekanisme lokal pertahanan virulensi bakteri atau hospes.

II.4 Diagnosa Infeksi Orofasial

Pemeriksaan dilakukan dengan hati-hati dan teliti sebelum pemberian pengobatan yang tepat dilakukan. Pemeriksaan meliputi :
-          pembuatan riwayat penyakit yang lengkap
-          pemeriksaan klinis yang teliti
-          pemeriksaan tambahan seperti foto R.O dan laboratorium.

Penderita dengan infeksi akut, kelihatan lemah dan kesakitan. Raut muka menunjukkan :
-          Tipe I, merah dengan kulit kering dan panas, dapat ditemui kenaikan temperatur, denyut nadi cepat, serta nafas nadi dangkal dan cepat.
-          Tipe II, muka pucat dengan   kulit dingin dan basah, dapat ditemui temperatur yang dapat normal, kadang-kadang sub normal serta pandangan pasien sayu. Pada tipe ini juga menunjukkan daya tahan yang rendah dan biasanya keadaan pasien ini dapat dikatakan keracunan (toksis)
Terapi antibiotika adalah pengobatan utama untuk menghindari komplikasi yang lebih lanjut. Pada penderita dapat dicurigai adanya; submandibular selulitis, obsruksi respiratori atau trombosis, harus dikikrim segera ke rumah sakit untuk mendapat perawatan spesialis.
Pada waktu mendiagnosa selalu harus diperhatikan riwayat medis secara umum yakni ; daya tahan tubuh, keadaan umum pasien, kausa, lokalisasi, perluasan, tipe, stadium dan infeksi, seta adanya pus atau tidak dalam jaringan.

II.5 Abses Odontogenik

Etiologi
            Etiologi umum dari kebanyakan infeksi orofasial dapat berupa abses periapikal akut sampai dengan selulitis servikofasial bilateral, adalah patologi,trauma atau perawatan gigi dan jaringan pendukungnya. Riwayat alami dari infeksi odontogenik biasanya dimulai dari kematian pulpa, invasi bekteri dan perluasan proses infeksi ke arah periapikal. Terjadinya keradangan yang terlokalisir atau abses periapikal akut tergantung dari virulensi bakteri dan efektivitas pertahanan hospes. Kerusakan pada ligamen periodonsium bisa memberikan kemungkinan masuknya bakteri dan akhirnya terjadi abses periodontal akut. Apabila gigi tidak erupsi sempurna, mukosa yang menutupi sebagian gigi tersebut mengakibatkan terperangkap dan terkumpulnya bakteri dan debris sehingga mengakibatkan abses perikoronal.

Gambaran klinis
            Suatu abses adalah infeksi akut yang terlokalisir, manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, atau kerusakakn jaringan setempat. Abses periapikal berukuran kecil, dari diameter di bawah 1 cm sampai cukup besar sehingga dapat menutupi vestibulum. Mukosa di atasnya tampak mengkilat, eritematus, tegang dan kencang. Abses periodontal dapat ditandai dengan pembengkakan yang besar dan pergeseran papila interdental yang jelas, atau mungkin akan menjadi abses periapikal dengan penutupan/kelainan vestibular. Abses perikoronal akut/perikoronitis yang melibatkan gigi yang erupsi sebagian (biasanya gigi m3 bawah) menunjukkan tanda pembengkakan yang eritematus, penononjolan dan pergeseran jaringan sekitarnya dan yang menutupinya (overkulum). Film periapikal menunjukkan adanya kerusakan tulang sekitar gigi yang terkena , yang disebabkan karena infeksi kronis yang terjadi sebelumnya.

Tanda dan gejala
            Abses odontogenik akut menmbulkan gejala sakit yang kompleks, pembengkakan , kemerahan, supurasi, gangguan pengecapan dan halitosis. Keluhan utama adalah rasa sakit, denga nyeri tekan regional yang ekstrem dan tidak mempan diobati dengan analgetik biasa yang secara nyata menganggu pada waktu makan, tidur, dan melakukan prosedur higiene mulut. Penderitaan yang dirasakan pasien tergantung pada intensitas dan durasi rasa sakit serta perubahan sehubungan dengan perilaku pasien. Rasa skit yang dialami pasien ini sudah cukup untuk mengelompokkan abses odontogenik ke dalam kategori darurat yang memerlukan tindakan cepat dan efektif untuk menghilangkan rasa sakit. Status darurat didukung oleh adanya bahay potensial dari semua infeksi orofasial yang memerlukan terapi yang cepat dan tepat untuk menghindari penyebarannya.

Penatalaksanaan
            Perawatan abses odontogenik akut dapat dilakukan secara lokal/sistemik. Perawatan lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan perawatan sistemik terdiri atas pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit, terapi antibiotik, dan terapi pendukung. Walaupun kelihatannya pasien memerlukan intervensi lokal dengan segera, tetapi lebih bijaksana apabila diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bakterimia dan difusi lokal sebagai akibat sekunder dari manipulasi perawatan yang dilakukan. Blok saraf dengan anestetikum, walaupun mungkin sulit dilakukan, merupakan tindakan untuk menghilangkan rasa sakit denga efektif dan menjadikan prosedur perawatan lokal lebih mudah juga sebagai jembatan sampai obat-obatan sistemik beraksi. Apabila rasa sakit sudah berkurang, dapat dilakukan pengukuran temperatur oral, dan apabila terjadi penignkatan, diberikan antipiretik.

Inspeksi dan irigasi
            Abses perikoronal dan periodontal superfisial yang teranestesi bisa diperiksa/dicari dengan menggeser jaringan yang menutupinya yaitu papila interdental atau operkulum. Pada daerah tersebut biasanya juga terdapat debris makanan, yang merupakan benda asing yang dapat mendukung proses infeksi. Irigasi dengan hati-hati dengan larutan saline steril dalam volume yang cukup banyak bisa menyingkirkan debris dan merubah lingkunga yang tadinya mendukung perkembangan bakteri menjadi sebaliknya. Apabila perawatn definitif seperti kuretase, operkulektomi, ekstraksi, dan lain-lain ditunda, maka pasien dianjurkan berkumur sesering mungkin sewaktu di rumah.

Insisi dan drainase
Abses fluctúan dengan dinding yang tertutup, baik abses periodontal maupun periapikal, dirawat secara local yaitu insisi dan drainase, maka anestesi yang dilakukan sebelumnya yaitu pada waktu sebelum aspirasi sudah dianggap cukup untuk melanjutkan tindakan ini. Lokasi estándar untuk melakukan insisi abses adalah paling yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi. Insisi yang agak lebih besra mempermudah drainase dan pembukaannya bisa bertahan lebih lama. Drain yang dipakai adalah satu selang karet dan dipertahankan pada posisinya dengan jahitan.

Perawatan pendukung
Pasien diberi resep antibiotik dan obat-obat analgesik. Perlu ditekankan pada pasien bahwa mereka harus makan dan minum yang cukup. Apabila menganjurkan kumur dengan larutan saline hangat, konsentrasinya 1 sendok (teh) garam dilarutkan dalam 1 gelas air, dan dilakukan paling tidak sesudah makan. Pasien dianjurkan untuk memperhatikan timbulnya gejala-gejala penyebaran infeksi yaitu demam, meningkatnya rasa sakit dan pembengkakan, trismus/disfagia.

Tindak lanjut
            Apabila riwayat menunjukkan adanya infeksi agresif yang terjadinya mendadak maka perlu dilakukan pengontrolan terhadap pasien yakni 24 jam setelah perawatan. Apabila infeksi nampak lebih jinak dengan durasi yang lebih lama dan tidak disertai tanda yang membahayakan, maka kunjungan berikutnya bisa ditunda sampai 48 jam. Perkembangan yang terjadi dipantau apakah keadaannya membaik atau memburuk. Perubahan pembengakakan dicatat (ukuran, konsistensi, fluktuasi) apakah tempat drainase masih memadai, dan dicatat pula bagaimana sifat pernanahannya. Temperatur diukur atau diamati dan pasien dianjurlan untuk memperhatikan gejala baru yang timbul. Apabiula kontrol dan resolusi kondisi akut telah berjalan baik, maka faktor-etiologi bisa dihilangkan yakni dengan kuretase, ekstirpasi pulpa, operkulektomi, atau pencabutan. Apabila kondisinya tidak membaik maka diperlukan perawatan yang bersifat segera. Apabila tidak dilakukan kultur, tindakan yang dilakukan biasanya dengan meningkatkan dosis antibiotik dan bkan merubah jenis antibiotikanya. Kadang-kadang perlu dipertimbangkan untuk dilakukan rujukan yakni apabila menjumpai infeksi orofasial akut yang membahayakan kehidupan. Penyesalan yang diakibatkan karena konsultasi lebih awal jauh lebih sedikit dibandingkan kosultasi yang terlambat.

Penghentian terapi  
Apabila infeksi dapat dikontrol dengan baik, pada kunjungan kontrol pertama atau kedua biasanya pertanyaan yang timbul adalah; kapankah pemakaian drain dihentikan. Kadang drain dirasakan sebagai hal yang menguntungkan tetapi bisa merugikan. Hal ini biasanya terjadi apabila drainase telah berkurang secara nyata, karena drain dirasakan sebagai benda asing, dan merupakan tempat terjadinya kontaminasi eksternal. Drainase biasanya dianggap cukup memadai apabila penempatan drain paling tidak 48 jam. Pertanyaan lainnya yang sering timbul adalah kapankah penggunaan antibiotik dihentikan? Standar yang digunakan adalah meneruskan pemberian antibiotik sampai 5-7 hari. Apabila infeksi tetap bertahan sampai waktu tersebut, pemberian harus diteruskan. Penghentian antibiotik umunya didasarkan pada perkembangan klinis yang terjadi pada pasien. Meneruskann terapi antibiotik 3-4 hari setelah hilangnya gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit jarang dilakukan.

Infeksi Akut Pada Tulang Rahang
Infeksi akut pada tulang rahng dapat digolongkan menurut kausa dan lokalisasinya.
a.      Abses periapikal
Disebut juga abses dentoalveolar. Biasanya dimulai di regio periapikal dari akar gigi dan sebagai akibat dari pulpa yang non vital atau pulpa yang mengalami degenerasi. Dapat juga terjadi setelah adanya trauma pada jaringan pulpa.
Dapat terjadi eksaserbasi akut yang disertai dengan gejala-gejala dari infeksi akut.
Pada saat keluarnya toksin dari proses infeksi, pasien merasa sakit dan tidak dapat menentukan gigi mana yang menjadi kausa. Abses periapikal dapat terbatas hanya pada struktur tulang dan selama masa transisi dari pembentukan abses dapat menyebabkan rasa yang amat sakit adanya odem.
Akhirnya abses akan melalui tulang spongiosa dan tulang kortikal, mencapai permukaan  dan sampai ke jaringan lunak dengan adanya penanahan sebagai abses sub periodontal atau abses supra periodontal.
Selama indurasi, perawatan dilakukan secara lokal. Hal ini dapat dilakukan dengan kompres panas dan kumur-kumur air hangat. Ini dilakukan apabila akan dilakukan drainase.
Gigi penyebab harus dipelajari apakah di cabut atau dilakukan perawatan saluran akar. Bila diperkirakan dapaat dilakukan drainase melalui alveolus gigi penyebab maka gigi dapat dicabut sedini mungkin dengan catatan :
-          harus dapat dilakukan anestesi tanpa mengganggu daerah abses (dengan blok anestesi atau nekrose) dan diberi perawatan antibiotik sebelum, selama dan sesusah pencabutan.
-          Apabila abses terbentuk atau terlokalisir pada jaringan ekstra alveolar, maka dilakukan insisi bersamaan dengan pencabutan gigi.
-          Bila gigi hendak dipertahankan, insisi dilakukan bersamaan dengan pembukaan pulpa.
Bila abses intra oral terletak pada bagian bukal vestibular, insisi dilakukan di bawah titik tertinggi dari daerah yang terfluktuasi.
Bila lokalisasi abses pada bagian palatinal atau lingual, maka insisi harus menghindari daerah neuro-vaskuler pada daerah tersebut.
b.      Infeksi perikoronal (perikoronitis)
Infeksi ini sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Infeksi ini pada masa pertumbuhan sering dihubungkan dengan masa pertumbuhan gigi permanen, pada masa ini jaringan supra dental merupakan bagian yang banyak folikel gigi dan jaringan mukoperios, sehingga mudah terjadi inflamasi kronis dan berkembang menjadi selulitis, yang mengakibatkan adanya reaksi sistemik disertai demam yang tinggi. Apabila fluktuasi dapat dirasakan dengan jari dapat dilakukan insisi dan drainase.
Perikoronitis jarang terjadi pada orang tua yang sudah tidak bergigi. Pada umumnya perikoronitis terjadi sebagai akibat dari tekanan protesa karena dibawahnya ada gigi yang tidak bisa erupsi. Pada saat permulaan gigi terpendam tersebut mempunyai jarak yang cukup jauh dengan permukaan sehingga tidak bereaksi terhadap pengaruh tekanan protesa. Tetapi seiring berjalannya waktu terjadi resorbsi dari tulang rahang, sehingga gigi terpendam tersebut menunjukkan reaksi karena tekanan protesa sebagai akibat resorbsi dari tulang antara gigi dan protesa.
Perawatan dari infeksi akut ini berbeda-beda. Bila terdapat abses dengan fluktuasi di atas gigi yang terpandam, maka dilakukan insisi dan drainase. Akhirnya dilakukan pengambilan gigi terpendam tersebut.
Tipe perikoronitis yang paling sering dijumpai adalah yang terdapat di sekitar molar tiga mandibula. Pasien sering merasakan rasa sakit pada daerah peritonsiller sehingga pasien pergi ke dokter umum. Setelah gejala ini sering berulang, barulah diketahui bahwa molar tiga yang menjadi penyebabnya.
Gejala khas dari perikoronitis dari molar tiga adalah adenitis, trismus submandibular, rasa skit pada daerah molar tiga, keadaan malaise dan sering dijumpai adanya kenaikan temperatur tubuh. Gejala ini bervariasi dari ringan samapi berat, dapat juga terjadi sellulitis terlihat adanya odem pada daerah submandibular dan daerah faring. Bila terdapat gejala ini, maka biasanya giginya tertutup. Hubungan kearah rongga mulut mungkin tidak jelas karena odem dan proses inflamasi.
Perawatan dapat dilakukan:
-          masukkan probe-sonde dengan hati-hati melalui celah folikel
-          setelah celah melebar, pus dapat keluar dan bahan-bahan antiseptik dapat disemprotkan untuk membersihkannya.
-          Masukkan rubber dam atau kasa iodoform.
-          Berikan antibiotika.
-          Setelah gejala akut hilang dan berganti dengan gejala sub akut, maka perawatan selanjutnya tergantung pada posisi gigi terpendam tersebut.
-          Bila molar tiga impaksi dapat dilakuka operasi pengambilan molar tiga tersebut. Bila posisi molar tiga normal dapat dilakukan operkulektomi (pengambilan/eksisi operkulum/gingiva yang menutupi korona gigi).
-          Bila dilakukan eksisi jaringan diatas permukaan gigi maka seluruh jaringan diatas permukaan gigi terpendam harus terlihat sepenuhnya.
-          Kemudian luka ditutup dengan surgical pack.

c.       Abses Periodontal
Merupakan suatu proses supurasi di sekitar jaringan periodonsium, biasanya merupakan lanjutan dari pada periodontitis kronis yang lama. Tipe infeksi ini biasanya dimulai pada gingival crevice pada permukaan akar, sering dijumpai ke permukaan apeks. Keadaan ini biasanya merupakan serangan yang tiba-tiba, dengan sakit yang amat sangat.
Suatu abses periodontal dapat dihubungkan dengan gigi nonvital atau adanya trauma, perawatan primer untuk menghilangkan gejala akut adalah dengan melakukan insisi. Insisi harus meliputi jaringan lunak sampai ke permukaan akar. Bila akar terbuka sampai di bawah sepertiga apikal, baik pada satu permukaan atau lebih, maka harus dilakukan pencabutan gigi.
Abses periodontal dapat meluas dari gigi penyebab melalui tulang alveolus ke gigi-gigi tetangga, menyebabkan goyangnya gigi-gigi tersebut. Hal ini dapat menyulitkan dalam diagnosa oleh karena itu diperlukan R.O foto.
d.      Abses sub periosteal
Merupakan suatu proses supurasi di daerah sub-perios, infeksi sub periosteal dapat timbul beberapa minggu setelah penyembuhan luka post-odontektomi gigi impaksi. Secara primer dapat terjadi pembengkakan pada jarinag mukoperiosteal yang meluas jauh ke depan sampai molar satu atau premolar dua. Hal ini dapat menyebabkan pembengkakan yang progresiv, akhirnya terdapat fluktuasi yang diraba.
Perawatan :
-          berikan segera terapi antibiotika
-          bila terdapat fluktuasi, maka dilakukan insisi dan drainase
-          abses tipe ini pembengkakannya dapat terlihat dan diraba pada daerah pipi.
-          Insisi dibuat melalui mukoperios sampai tulang.
-          Masukkan kasa/rubber untuk drainase. 
  e.       Abses pasca bedah
Dapat terjadi beberapa hari setelah pembedahan, misalnya setelah pengambilan molar tiga. Terdapat rasa yang tidak menyenangkan, trismus dan sakit menelan. Pasien hanya membuka mulutnya dengan susah payah. Bila terdapat gejala-gejala ini tidak terlihat adanya tanda-tanda pada wajah atau daerah oklusal dari luka, maka sering diduga abses lidah.
Dalam keadaan ini odem diobservasi, sampai terlihat pembengkakan yang jelas pada jaringan. Terasa sangat sakit. Bila terdapat fluktuasi, masukkan hemostat secara tertutup melalui luka pada molar tiga. Hemostat masuk diantara perios dan permukaan lingual tulang, berjalan sepanjang tulang, sampai hemostat mencapai rongga abses. Lalu hemostat dibuka. Bila di diagnosa tepat, maka segera akan terlihat pus.kemudian pus diaspirasi. Setelah itu masukkan pipa keret untuk drainase, juga berikan terapi antibiotika.
f.       Radang empisema akut
Biasanya disebabkan oleh pemakaian semprotan udara. Pada waktu mengeringkan saluran akar dengan semprotan udara, maka septik material dapat terdorong melalui foramen apikalis ke tulang spongiosa. Hal itu dapat sama terjadi pada waktu melakukan irigasi luka terutama pada regio retromolar.
g.      Selulitis akut
Merupakan peradangan pada jaringan ikat. Bila pertahanan baik maka infeksi yang masuk ke jaringan dapat terlokalisir. Secara fisiologis akan terbentuk “barrier” disekitar infeksi. Bila bakteri sangat virulan atau resisten terhadap antibiotika, infeksi ini dapat keluar dan berjalan mengikuti sirkulasi limfe. Invasi bakteri dapat meluas ke daerah jauh dari daerah infeksi.
Selulitis akut pada daerah gigi biasanya luas. Jaringan menjadi membesar, odematous pada palpasi terasa keras. Pada periode ini infeksi tidak terlokalisir dan selama masa ini tidak ada supurasi.
Temperatur tubuh naik, sel darah putih naik, denyut nadi cepat, dan keseimbangan elektrolit berubah.
Kadang-kadang antibiotika yang spesifik dapat meresolusi proses secara sempurna dan tidak terbentuk pus atau bila terdapat sedikit akan hilang oleh sirkulasi limfe.
Selulitis yang masif akan berubah menjadi selulitis supuratif, terutama bila bakterinya adalah stafilokokus atau organisme-organisme pembentuk pus yang lain.
Materi purulen akan mencari jalan ke permukaan, tergantung pada lokasi dan struktur anatominya, pus dapat jalan ke hidung, sinus maksilaris, vestibular, dasar mulut, muka atau fosa infra temporal. Dapat juga berjalan ke rongga kranial atau dapat berjalan melaui foramina ke dasar tengkorak. Perluasan infeksi ke kranial dapat menyebabkan kematian.
  
h.      Ludwig’s angina
Digambarkan sebagai selulitis septika generalisata yang besar sekali pada regio sub mandibular. Ludwig’s angina merupakan perluasan infeksi dari gigi molar mandibula ke dasar mulut. Perbedaan antara ludwig’s angina dengan tipe-tipe selulitis lainnya adalah :
-          karakteristiknya dengan adanya indurasi ke coklat-coklatan. Jaringan kelihatan membesar dan tidak melekuk bila ditekan, tidak terdapat fluktuasi.
-          Tiga spasia fasial terlibat secara bilateral, yaitu submandibular spasia, submental, dan sublingual spasia. Bila infeksi tersebut tibak terjadi bilateral  maka infeksi tersebut tidak dianggap ludwig’s angina.
-          Pasien memiliki pembukaan mulut yang khas. Dasar mulut terdorong, lidah terjulur dan sulit bernafas. Dua fasial-spasia yang besar terdapat didasar lidah atau keduanya terlibat. Spasia yang dalam terletak diantara m.genioglosus dan m.geniohyoid dan spasia yang sebelah luar terletak antara m.geniohyoid dan m.mylohyoid. setiap spasia dibatasi septum mediana. Bila lidah tidak terngkat maka infeksi ini bukan ludwig’s angina yang sebenarnya.
Keadaan umum pasien yang jelek, merasa kedinginan, demam, bertambahnya ludah, gerakan lidah yang sulit, tidak sanggup membuka mulut meenunjukkan infeksi. Jaringan pada leher kelihatan melebar.
  
i.        Cavernous sinus thrombosis
Infeksi wajah dapat menimbulkan aseptik trombosis pada sinus cavernosus. Penyebabnya sering adalah furunkulosis dan infeksi hidung dan sekitarnya. Hal ini juga bisa disebabkan oleh pencabutan gigi anterior maksila yang mengalami infeksi akut dan terutama bila dilakukan kuretase pada bekas pencabutan. Biasanya adalah infeksi stafilikokus. Pemberian antibiotika harus dalam dosis besar.
Menurut eagleton, diagnosa dari trombosis sinus cavernosus bila terdapat 6 hal sebagai berikut :
1). Sisi dari infeksi diketahui
2). Adanya tanda-tanda infeksi mengikuti aliran darah
3). Adanya tanda-tanda obstruksi vena di retina. Konjungtiva atau kelopak mata.
4). Adannya paresis pada nervus kranialis ketiga, keempat, dan keenam yang diakibatkan karena odem dari inflamasi.
5) pembentukan abses pada jaringan lunak sekitarnya.
6). Jelas adanya iritasi meningeal.
Secara klinis mula-mula terlihat sebelah mata terlibat, akhirnya mata yang satunya terlibat juga.
j. Osteomilitis
Padget mengatakan bahwa istilah osteomielitis sebenarnya menunjukkan peradangan dari sumsum tulang saja.  Akan tetapi pada umumnya pengertian  osteomielitis adalah peradangan dari semua bagian-bagian atau struktur yang membentuk tulang seperti :
a.       Medula
b.      Kortex
c.       Periosteum
d.      Pembuluh darah dalam tulang
e.       Urat syaraf dalam tulang.

Peradangan atau inflamasi dimulai di dalam sumsum tulang dan meluas ke spongiosa kemudian melalui pembuluh-pembuluh darah, jaringan fibroblast sampai ke periosteum. Kita ketahui tulang adalah suatu jaringan hidup. Bila pengaliran makanan untuk sel-selnya terganggu, maka tulang akan mati dan terjadilah sequster.

Proses penghambatan makanan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Radang melalui melalui darah dan limfe masuk ke dalam tulang. Kanalis haversi mengandung banyak anastomose dari pembuluh-pembuluh darah yang menghubungkan bagian-bagian dari sumsum tulang ke periosteum.  Kanalis haversi ini juga berhubungan dengan bagian tulang yang padat. Oleh karena itu kanalis havers ini penting untuk pembagian makanan pada tulang.
Proses radang di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan terjadinya aposisi dari lumen pembuluh tersebut dan penebalan ini menghalangi darah mengalir ke dalam sel-sel tuulang, sehingga terjadi malnutrisi dan akhirnya sel-sel tulang ini mati (nekrose) dan terjadilah sequester. Dengan kata lain osteomielitis adalah hasil radang pyogen yang akut dari sumsum tulang.
Osteomielitis ini disebabkan oleh infeksi bakteri terutama Staphylococus aureus(hemolitika). Dalam beberapa kasus disebabkan oleh Staphylococus albus dan ada juga ditimbulkan oleh pneumococus.
Etiologi
Winter membagi faktor-faktor etiologi yang dapat memasukkan mikroorganisme ke dalam sumsum tulang sebagai berikut :
a. Hal-hal yang dapat mengadakan infeksi langsung ke mandibula dan maksila  yaitu :
1.      Gigi yang telah mengalami devitalisasi
2.      Gigi dengan nekrosis pulpa
3.      Infeksi residif, di dalam atau di sekitar gigi
4.      Corpus alienum dalam jaringan
5.      Gigi yang impaksi
6.      Perluasan dari penyakit hidung
7.      Proses supurasi di sinus maksilaris
8.      Ulcerative atau nekrosis stomatitis (noma)
9.      Intoksikasi chemis (racun)
10.  Nekrosis yang disebabkan radiasi
b. Trauma pada tulang dan periosteum yaitu :
1.  Tuberculosis
2.  Sifilis
3.  Trauma eksterna mengakibatkan kematian pulpa gigi
4.  Trauma akibat pembedahan pada kasus-kasus infeksi primer
5. Kuretase dalam lobang bekas pencabutan gigi yang mengalami infeksi
6. Trauma dari pemakaian bur, panas yang timbul dapat menyebabkan nekrose sehingga perlu diirigasi dengan air garam fisiologis
c. Secara hematogen, biasanya pada anak-anak seperti :
1. Kerusakan periosteum
2. “compound” fraktur dari mandibula dan maksila
3. Actinomycosis                                                           
4. Scurvy
Menurut pengalaman, osteomielitis lebih mudah terjadi bila pertahanan tubuh penderita rendah, baik secara umum maupun lokal, maksudnya bila ada predisposisi faktor karena adanya penyakit-penyakit seperti diabetes melitus, sifilis, TBC, agranulocytosis, malnutrisi yang hebat, penyakit-penyakit dimana vaskularisasi dari pada tulang rahang terganggu seperti Marble bone disease, Paget’s disease.
Menurut Waldron, tulang-tulang rahang jarang dikenai osteomielitis yang disebabkan hematogen. Kebanyakan hasil inflamasi langsung atau trauma pada maksila dan mandibula. Inilah bedanya dengan tulang-tulang panjang lainnya.
Osteomielitis dimulai dengan stadium akut dan biasanya berlanjut ke stadium kronis dan kadang-kadang timbul eksaserbasi akut.
Macam-macam atau tipe osteomielitis menurut bagaian tulang yang terkena yaitu :
1.       Tipe yang terlokalisir yaitu osteomielitis yang hanya mengenai tulang dalam daerah yang kecil atau sempit.
2.       Tipe difus dimana kerusakan tulang mengenai atau meluaske seluruh bagian tulang, mengenai daerah tulang yang luas.
3.       “difuse fulminating type”, yaitu osteomielitis akut yang timbul dengan gejala-gejala yang hebat dan mengadakan destruksi tulang yang sangat cepat.
4.       “sub akut localized type” dalam hal ini terjadi osteomielitis lokalisata yang disebut juga dry soket.
Gejala-gejala osteomielitis akut yang difus pada mandibula dan maksila sama dengan gejala radang akut lainnya yaitu dolor, kalor, tumor, rubor dan fungsio laesa.
Fungsio laesa ini biasanya merupakan kelemahn umum dan kenaikan sel-sel darah putih (leukosit). Pada permulaan penyakit tersebut pada radiograf tidak tampakm enunjukkan kelainan-kelainan. Gejala rontgenologis baru timbul setelah 2-3 minggu (sstadium kronis). Hal ini tergantung umur, resistensi pasien dan virulensi bakteri. Gambaran radiologis adalah daerah radiolusen yang lebih luas daripada gambaran tulang spongiosa. Jika penyakit ini berlanjut maka daerah radiolusen ini bersatu dan memberi gambaran seperti tulang yang dimakan ulat.
Gejala pertama adalah :
1. Rasa sakit di daerah tersebut
2. Demam
3. Rasa sakit yang mendalam sekali pada mandibula dengan radiasi ke telinga.
4. Gigi terasa sakit saat perkusi
Apabila penyakit berlanjut dan terjadi destruksi tulang, maka gigi akan menjadi goyang. Gingiva, mukosa labial dan bukal menjadi merah tua dan odematus akibat dari periostitis. Pus keluar dari servikal gigi bila mukosa sekeliling gigi ditekan. Pada stadium ini terdapat pembengkakan dengan limfadenitis akut.

II.6 Infeksi non odontogenik pada sinus maksilaris

Secara historis, consensus yang berkenaan dengan rahang atas(maxillary) biasanya tidak di kolonisasi oleh bakteri  dan pada dasarnya adalah steril. Kajian yang lebih mutakhir dengan menggunakan teknik diperbaharui kadang-kadang menunjukkan bahwa beberapa bakteri dapat dibiakkan dari sinus paranasal yang sehat. Walaupun mungkin ada beberapa mikroorganisme hadir dalam sinus normal, namun kemunculan itu sangat kecil (minimal), dan sifat dinamis epitel sinus yang aktif dan lapisan mucus yang terus menerus bergerak  dapat mencegah kolonisasi yang signifikan
Mukosa dari sinus adalah suscetible terhadap infeksi, alergi, dan penyakit neoplastik. Penyakit radang sinus, seperti infeksi atau reaksi alergi, menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi dari mukosa dan dapat menyebabkan terhalangnya ostium. Jika obstium menjadi terhambat, lendir yang dihasilkan oleh lapisan sel-sel sekretoris sinus dikumpulkan dalam waktu lama. Bakteri berlebih kemudian mungkin mengakibatkan infeksi yang ditandai dengan gejala-gejala sinusitis, serta perubahan radiografipun dapat dilihat pada kondisi ini.
Ketika peradangan berkembang di salah satu sinus paranasal, baik diesebabkan oleh infeksi atau alergi, kondisi ini disebut sebagai sinusitis. Peradangan sebagian besar atau seluruh sinus paranasal secara simultan, dikenal sebagai pansinusitis dan biasanya disebabkan oleh infeksi. Kondisi serupa dari sinus individu yang diketahui, misalnya, sebagai berkenaan dgn rahang atas atau frontal sinusitis.
Maxillary sinusitis yang akut bisa terjadi pada usia berapa pun. Biasanya Pada tahap Awal, pasien akan lebih sensitive terhadap tekanan, rasa sakit, dan / atau sesak di sekitar sinus yang terinfeksi. Intensitas ketidaknyamanan akan meningkat dan mungkin akan diikuti dengan pembengkakan dan eritema, malaise, demam dan drainase mucopurulent yang berbau fuol ke rongga hidung dan nasofaring.
Maxillary sinusitis  yang kronis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur kelas rendah yang terjadi berulang, penyakit hidung obstruktif atau alergi. maxillary sinusitis  yang kronis ditandai dengan episode penyakit sinus yang pada awalnya deirespon dengan  pengobatan, hanya untuk mengembalikan, atau sisa dari gejala di luar pengobatan
Aerobik, anaerobik atau bakteri campuran dapat menyebabkan maxillary sinusitis. Organisme yang biasanya berhubungan dengan maxillary sinusitis adalah yang termasuk organisme nonodontegenic yang biasanya ditemukan di dalam rongga hidung. Mucostasis yang terjadi di dalam sinus memungkinkan terjadinya kolonisasi organisme ini. Bakteri penyebabnya adalah terutama bakteri aerobik, dengan beberapa Anaerob. Aerob penting adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Branhamella catarrhalis. Anaerob termasuk Sterptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Enterobacterieceae, Porphyromonas, Prevotella, Peptostreptococcus, Veillonella, Propionibacterium, Eubacterium dan Fusobacterium.


II.7  Infeksi odontogenik pada sinus maksilaris

Maxillary sinusitis biasanya disebabkan oleh sumber odontegenic karena anatomi penjajaran gigi dan maxilarry sinus.  Sumber odontogenic kira-kira 10 – 12% dari semua maxillary sinusitis. Kondisi ini kemungkinan menyebar dan akan melibatkan sinus paranasal jika tidak segera diobati atau diobati dengan cara yang salah. Pada kasus yang jarang terjadi, infeksi ini dapat mengancam kehidupan (nyawa) dan dapat melibatkan cavernous sinus thrombosis, meningitis, osteomyelitis, intracranial abscess, dan kematian.
Sumber infeksi Odontegenic  yang melibatkan maxillary sinus  termasuk sinus akut dan periapical, dan penyakit periodontal. Infeksi dan sinusitis dapat juga akibat dari trauma pada gigi atau dari operasi di posterior rahang atas, termasuk pencabutan gigi, alveolectomy, pengurangan tuberositas, pengangkatan sinus  dan penempatan implan, atau prosedur lain yang membuat wilayah theat komunikasi antara rongga mulut dan maxillary sinus.                  
                        Sinus asal odontegenic lebih mungkin disebabkan oleh bakteri anaerob, seperti pada infeksi odontegenic biasa. Terkadang(tapi sangat jarang) H.influenzae atau S.aureus menyebabkan  odontogenic sinusitis. Organisme yang dominan adalah aerobik dan streptokokus anaerob dan anaerob Bacteroides, Enterobacteriaceae, Peptococcus, Peptostreptococcus, Porphyromonas, Prevotella dan Enterobacterium.

II.8 Prinsip penatalaksanaan dan pencegahan infeksi odontogenik

Salah satu masalah yang paling sulit untuk dikelola dalam kedokteran gigi adalah infeksi odontogenik. Infeksi odontogenik muncul dari gigi dan memiliki karakteristik flora. Karies, penyakit periodontal dan pulpitis adalah infeksi awal yang bisa menyebar dari gigi ke prosesus alveolar dan jaringan wajah yang lebih dalam, kavitas oral, kepala, dan leher. Infeksi ini dapat bertingkat mulai dari low grade, well localized infection yang hanya membutuhkan perawatan minimal, hingga severe, life threatening deep facial space infection. Walaupun mayoritas infeksi odontogenik dapat ditangani dengan minor surgical procedures dan supportive medical therapy yang mencakup penggunaan antibiotic, praktisi harus menyadari bahwa infeksi ini kadang kala menjadi parah dan mengancam nyawa dalam waktu singkat.

II.8.1 Mikrobiologi Infeksi Odontogenik
             Bakteri penyebab infeksi biasanya berasal dari bakteri yang hidup pada host secara normal. Tidak terkecuali bakteri penyebab infeksi odontogenik, karena penyebabnya adalah  flora normal mulut terdiri dari bakteri yang ditemukan pada plak, permukaan mukosa, dan sulkus gingival. Bakteri ini terutama bakteri aerobic gram positif kokus, anaerobic gram positif kokus, dan anaerobic gram negatif batang. Bakteri-bakteri ini menyebabkan bermacam penyakit seperti dental karies, gingivitis dan periodontitis. Ketika bakteri telah masuk ke dalam jaringan yang lebih dalam, melalui pulpa nekrotik ataupun poket periodontal yang dalam, akan terjadi infeksi odontogenik. Saat infeksi tersebut berlangsung lebih dalam lagi, akan ditemukan pertumbuhan yang baik dari flora penginfeksi lainnya dan mulai melebihi jumlah spesies dominan sebelumnya.
            Banyak studi mikrobiologis infeksi odontogenik menunjukkan komposisi mikrobiologis dari infeksi ini. Terdapat beberapa faktor :
  1. Hampir semua infeksi odontogenik disebabkan oleh multiple bacteria.
Pada kebanyakan infeksi odontogenik, tes laboratorium dapat mengenali rata-rata 5 spesies bakteri.
  1. Oxygen tolerance dari bakteri penyebab infeksi odontogenik.
Karena flora mulut merupakan kombinasi bakteri aerob dan anaerob, tidak heran jika ditemukan bakteri aerob dan anaerob pada infeksi odontogenik. Infeksi yang disebabkan hanya oleh bakteri aerob tercatat sekitar 6% dari seluruh infeksi odontogenik. Bakteri anaerob ditemukan pada 44% infeksi odontogenik. Sementara infeksi yang disebabkan oleh gabungan bakteri aerob dan anaerob mencapai 50% dari seluruh infeksi odontogenik.
Microorganism
Percent of Cases
Sakamoto et al*
Heimdahl et al.1
Streptococcus milleri group
65
31
Peptostreptococcus species
65
31
Other anaerobic streptococci
9
38
Prevotella species
(e.g. P.Oralis dan P.Buccae)
74
35
Porphyromonas Species
(e.g. P.Gingivalis)
17
-
Fusobacterium Species
52
45
*Sakamoto H, Kato, Sato T, Sasaki J:Semiquantitative bacteriology of closed odontogenic abscesses, Bull Tokyo Dent Coll 39:103-107, 1998.
1Heimdahl A, Von Konow L, Satoh T et al: Clinical appearance of orofacial infections of odontogenic origin in relation to microbiological findings, J Clin Microbiol 22-299, 1985

Setelah awal inokulasi ke jaringan yang lebih dalam, S.Milleri fakultatif dapat mensintesis hyaluronidae, yang menyebabkan organisme penginfeksi menyebar melalui jaringan ikat,mengawali infeksi tipe cellulitis. Produk-produk metabolic dari streptococci kemudian membentuk lingkungan yang menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri anaerob: pelepasan nutrient esensial, menurunkan PH jaringan, dan konsumsi suplai oksigen local. Bakteri anaerob kemudian tumbuh dan seiring dengan potensial reduksi-oksidasi local yang terus menurun, bakteri anaerob mendominasi dan menyebabkan nekrosis likuefaksi jaringan dengan sintesis kolagenase.Saat kolagen rusak dan menginvasi sel darah putih sehingga nekrosis dan lisis, mikroabses terbentuk dan bergabung menjadi abses yang mudah dikenali. Pada fase abses, bakteri anaerobic mendominasi dan bisa menjadi satu-satunya bakteri yang ditemukan dalam kultur. Infeksi awal nampak sebagai cellulitis dapat digolongkan sebagai infeksi aerobic streptococcal dan selalnjutya abses kronik dapat digolongkan sebagai infeksi anaerob.
Infeksi odontogenik melalui 3 tahap, yaitu :
Characteristic
Edema (Inocculation)
Cellulitis
Abscess
Duration
0-3 days
1-5 days
4-10 days
Pain,borders
Mild,diffuse
Diffuse
Localized
Size
Variable
Large
Smaller
Color
Normal
Red
shiny center
Consistency
Jellylike
Boardlike
Softcenter
Progression
Increasing
Increasing
Decreasing
Pus
Absent
Absent
Present
Bacteria
Aerobic
Mixed
Anaerobic
Seriousness
Low
Greater
Less


II.8.2 Natural History Of Progression Of Odontogenic Infection
            Infeksi odontogenic berasal dari : (1)periapical, sebagai akibat dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal, dan (2) periodontal, sebagai akibat dari poket periodontal yang dalam yang menyebabkan inokulasi bakteri ke dalam jaringan lunak di bawahnya. Dari keduanya, periapikal merupakan sebab yang paling sering terjadi pada infeksi odontogenik. Perawatan pulpa nekrotik dengan terapi standar endodontic atau ekstraksi gigi akan menyelesaikan masalah ini. Antibiotik sendiri dapat menahan penyebaran infeksi, namun tidak menyembuhkan, sebab infeksi akan terulang lagi ketika terapi antibiotic berakhir tanpa merawat penyebab dari gigi yang sesungguhnya.
            Lokasi infeksi yang muncul dari dalam gigi ditentukan oleh 2 faktor utama (dijelaskan dalam gambar):
  1. Ketebalan tulang yang menutupi apeks gigi
Infeksi akan menyebar kearah tulang alveolar yang lebih tipis, baik bukal maupun palatal.
  1. Hubungan tempat perforasi tulang dengan perlekatan otot dari maksila dan mandibula.
Apabila infeksi terjadi di bawah perlekatan otot buccinators maka akan terjadi abses vestibular. Sebaliknya, bila infeksi terjadi di atas perlekatan otot buccinators maka akan terjadi infeksi pada buccal space.
Pada mandibula, infeksi incisor, kaninus, dan premolar biasanya menembus lempeng kortikal di atas perlekatan otot bibir bawah dan menyebabkan abses vestibular. Infeksi pada molar mandibula menembus tulang kortikal lingual lebih sering dari gigi anterior. Infeksi molar pertama dapat dikeluarkan melalui bukal atau lingual, dan infeksi molar ketiga hampir selalu menembus melalui tulang kortikal sebelah lingual.

II.8.3 Prinsip terapi infeksi odontogenik
            Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, klinisi mungin saja tidak mendapat hasil yang diinginkan, tapi paling tidak akan mencapai standard perawatan. Yang pertama dari tiga prinsip yang akan dibahas mungkin adalah yang paling penting.

Principle 1 : Determine Severity of Infection
            Kebanyakan infeksi odontogenik bersifat ringan dan hanya memerlukan minor surgical therapy. Ketika pasien datang untuk perawatan, tujuan yang paling penting  adalah mengetahui keparahan infeksi. Penentuan ini didasarkan riwayat lengkap dari penyakit infeksi dan pemeriksaan fisik.

Complete History
Yang paling penting adalah keluhan utama pasien. Misalkan “gigi saya sakit” atau “rahang saya bengkak”, sebaiknya dicatat sesuai dengan kata-kata pasien. Selanjutnya adalah mencari tau sudah berapa lama infeksi ini berlangsung. Kapan pertama kali pasien merasakan gejala sakit, bengkak, dan ada drainase. Lalu, praktisi juga harus menentukan kecepatan progress dari infeksi tersebut, apakah berlangsung cepat selama beberapa jam, ataukah secara bertahap selama beberapa hari atau minggu.
Langkah selanjutnya adalah melihat gejala dan tanda pada pasien, yaitu dolor, tumor, calor, rubor, dan function laesa.
Akhirnya, dokter gigi harus menanyakan apa yang pasien rasakan secara umum. Pasien yang merasa lelah, demam, lemah, dan sakit dikatakan mengalami malaise. Malaise biasanya mengindikasikan reaksi general untuk infeksi sedang hingga parah.
Selanjutnya, perlu diketahui tentang perawatan yang pernah dijalani pasien, baik perawatan professional dari dokter gigi maupun perawatan yang dilakukan oleh pasien sendiri (dengan antibiotic, air hangat, ataupun pengobatan herbal lainnya).

Physical Examination
            Langkah pertama dalam pemeriksaan fisik adalah mendapatkan tanda vital pasien termasuk temperature, tekanan darah, denyut nadi, dan kecepatan pernafasan.
Pasien dengan keterlibatan infeksi sistemik mengalami peningkatan temperature. Pada pasien yang parah, temperature bahkan meningkat hingga 101°F (lebih dari 38,3°C).
            Denyut nadi pasien meningkat seiring dengan peningkatan temperature. Denyut nadi meningkat hingga 100 kali/menit tidaklah mustahil pada pasien dengan infeksi parah dan butuh perawatan yang lebih agresif.
            Tanda vital lainnya adalah tekanan darah. Hanya pasien dengan rasa sakit dan kecemasan yang akan mengalami peningkatan tekanan sistolik darah. Selain itu, septic shock menyebabkan hipotensi.
            Selanjutnya, denyut nafas juga harus di observasi. Pertimbangan utama dalam infeksi odontogenik adalah potensi gangguan saluran pernapasan atas sebagian atau seluruhnya, sebagai akibat dari perluasan infeksi ke dalam facial spaces di leher. Pernapasan normal adalah 14 sampai 16 kali/menit.
            Dokter gigi kemudian melakukan palpasi dn pemeriksaan intraoral untuk menemukan sebab infeksi. Mungkin saja karena karies yang parah, abses periodontal, penyakit periodontal parah, kombinasi karies dan penyakit periodontal, atau fraktur gigi atau rahang yng terinfeksi.
            Langkah berikutnya adalah pemeriksaan radiografis. Biasanya, radiografi ekstraoral seperti panoramic dibutuhkan karena keterbatasan pembukaan mulut atau gangguan lainnya.
            Selanjutnya kita dapat melihat tanda-tanda dalam mulut pasien,seperti edema yang muncul pertama kali merupakan fase inokulasi yang mudah ditangani. Cellulitis adalah fase akut dan sakit dengan lebih banyak pembengkakan dan tidak mengandung pus. Cellulitis dapat menyebar lebih cepat pada infeksi yang serius. Abses akut merupakan bentuk infeksi yang lebih matur dan telah terlokalisasi, dengan sedikit pembengkakan dan batas yang jelas. Abses ini teraba dalam palpasi karena merupakan rongga jaringan yang terisi pus. Abses kronik biasanya lambat tumbuh dan tidak seserius cellulitis, khususnya jika telah mengalami drainase spontan.

Prinsip 2 : mekanisme evaluasi pada pasien dengan pertahanan pada host

Bagian dari evaluasi riwayat medis pasien diatur untuk mengestimasi kemampuan pasien untuk mempertahankan diri terhadap infeksi. Beberapa penyakit dan obat-obatan dapat menurunkan kemampuan bertahan tersebut. Pada pasien ini lebih sering terserang infeksi, dan infeksi tersebut bisa berlanjut lebih parah. Oleh karena itu untuk perawatan yang efektif penting untuk melihat pasien yang memiliki perrtahanan host yang lemah.
Kondisi medis yang dapat melemahkan pertahanan tubuh
Apabila sistim pertahanan tubuh lemah maka akan mempermudah beberapa bakteri memasuki jaringan atau menjadi lebih aktif atau menghalangi antibodi dan imunitas seluler untuk menekan infeksi tersebut.
Di bawah ini adalah beberapa kondisi pasien yang dapat melemahkan pertahanan tubuh :
  1. Penyakit metabolik yang tidak terkontrol dapat menurunkan fungsi leukosit
termasuk menurunkan khemotaksis, fagositosis dan sel NK, terdapat pada pasien dengan :
-    diabetes yang tidak terkontrol
-    pecandu alkohol
-    malnutrisi
-    penyakit ginjal stadium akhir 
  1. penyakit yang menekan sistim imun
-    human immunodeficiency virus/ sindrom imunodefisiensi yang didapat, melawan T limfosit yang mengakibatkan resistensi terhadap virus.
-    Lymphomas dan leukemias, menurunkan fungsi sel darah putih dan sintesis serta produksi antibodi.
-    Berbagai penyakit keganasan
-    Congenital dan acquired immunologic disease.
  1. terapi yang dapat meneekan sistem imun
-    cancer chemotherapy, dapat menurunkan jumlah sirkulasi sel darah putih hingga ke level rendah, hingga kurang dari 1000 sel/ml. Pada saat itu terjadi, pasien tidak dapat memproteksi dirinya secara efektif untuk melawan invasi bakteri.
-    corticosteroid
-    transplantasi organ mudah sekali terserang infeksi, disebabkan mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan sistim imun yaitu; cyclosporin, coricosteroid dan azathioprine (imuran). Obat-obat tersebut dapat menurunkan fungsi limfosit T dan B serta produksi imunoglobulin

Prinsip 3 : menentukan pasien yang akan mendapatkan perawatan dengan dokter gigi umum atau dokter spesialis bedah mulut.

Infeksi odontogenik apabila dirawat dengan prosedur bedah minor dan antibiotik, jika diindikasikan, hampir selalu berespon cepat. Akan tetapi beberapa infeksi odontogenik yang berpotensial mengancam nyawa dan memerlukan pengobatan yang efektif serta tindakan bedah. Pada situasi tertentu, kesadaran akan keparahan dari penyakit tersebut penting dan pasien harus mengacu ke bedah mulut untuk tindakan bedah yang tepat.

Berikut ada beberapa kriteria pasien yang mengacu kepada perawatan bedah mulut dan oromaksilofasial, yaitu :
-          sulit bernafas (dyspnea), pada situasi ini pasien susah bernafas ketika berbaring, kesulitan dalam pengucapan dan selalu mengalami kesulitan dalam bernafas.
-          sulit menelan (dysphagia), pasien dengan infeksi akut serta progressive rongga fasial bagian dalam susah menelan dengan saliva.
-          dehidrasi
-          trismus dengan keparahan yang sedang ( pembukaan interinsisal kurang dari 20 mm), dapat diindikasikan infeksi sudah menyebar ke ruang mastikator (otot dari pengunyahan) atau lebih parah sudah menyebar ke lateral pharingeal dan atau rertopharingeal hingga faring dan trachea.
-          Pembengkakan yang melebihi prosessus alveolar.
-          Temperatur yang naik hingga melebihi 101°F
-          Malaise yang parah dan keracunan
-          Compromised host defenses, Memiliki riwayat cepat terinfeksi. Pada awalya infeksi dimulai 1-2 hari   kemudian berkembang menjadi lebih parah serta peningkatan pembengkakan, sakit dan tanda serta simptom yang berkaitan. Pembengkakan tersebut dapat menutup jalannya nafas.
-          Memerlukan anastesi umum
-          Kegagalan perawatan sebelumnya.

Prinsip 4 : perawatan terhadap infeksi dengan tindakan bedah

Prinsip utama dari menagement infeksi odontogenik adalah untuk melakukan drainase dan menghilangkan penyebab infeksi. Bedah dapat dilakukan dari yang paling sederhana seperti bedah endodontik dan ekstirpasi dari pulpa yang nekrotik.Bisa juga untuk perawatan yang lebih komplek seperti insisi dari jaringan lunak pada submandibular dan regio leher untuk infeksi yang parah.
Keberhasilan utama pada manajemen bedah adalah menghilangkan penyebab dari infeksi. Keberhasilan kedua dari tindakan bedah adalah melakukan drainase untuk mengeluarkan pus dan debris nekrotik.
Masing-masing pasien memiliki tipikal infeksi odontogenik yang berbeda-beda. Kebanyakan adanya karies pada gigi dengan gambaran radiolusent pada periapikal dan abses vstibular yang kecil. Operator dapat melakuka tindakan bedah endodontik atau ekstraksi dengan atau tanpa insisi dan drainase.
Apabila dilakukan insisi dan drainase maka perlu dilakukan kultur dan sensitifitas antibiotik. Ada beberapa indikasi yang menganjurkan operator untuk melakukan kultur dan sensitifitas antibiotik:
-          infeksi yang telah menyebar ke prosessus alveolar
-          infeksi yang berjalan cepat serta progressive
-          sebelumnya telah melakukan terapi dengan mengkonsumsi antibiotik
-          nonresponsive infection (setelah lebih dari 48 jam)
-          recurrent infection
-          compromised host defenses

Prisip 5: Obat-obatan yang menunjang kesehatan pasien

      Pasien dengan kondisi sistemik yang resisten untuk terinfeksi penting untuk menentukan tindakan yang tepat untuk mendapatka hasil yang maksimal. Resistensi host seharusnya mencakup tiga area berikut; immune system compromise, kontrol dari penyakit sistemik, serta psikologis.
      Immune system compromise harus dirawat oleh spesialis, dan mendapatkan konsultasi medis.
Obat-obatan berpengaruh terhadap infeksi odontogenik. Contohnya pasien dengan terapi antikoagulan dengan warfarin (caumadin) memerlukan koagulan sebelum penbedahan. Pasien dengan konsisi sistemik, terutama imunitas, cardiovaskular, respiratori, hematologic dan sistem metabolik selalu memerlukan medikasi yang canggih dari tim dokter spesialis.
Sekalipun pasien dengan tidak memiliki penyakit medically compromise dapat mengurangi atau merubah psikologis untuk membangkitkan seperti melawan infeksi odontogen tersebut. Contohnya pada anak-anak terutama sekali mudah terserang dehidrasi dan demam.
Pada orang dewasa, sekalipun memiliki kemampuan untuk mengatasi demam dan juga rentan terhadap dehirdasi. Oleh karena itu, dianjurkan untuk mengontrol demam yang tinggi dengan pemberian hidrasi serta penunjang nutrisi adalah penting dalam manajemen infeksi odontogenik
Manajemen algoritma untuk infeksi odontogenik

Prinsip 6 : Memilih Dan Menentukan Resep Antibiotik Yang Tepat

Pemilihan antibiotik yang tepat untuk pengobatan infeksi odontogenik harus dilakukan secara hati-hati. Semua faktor harus dipertimbangkan,  dokter boleh menentukan tidak memakai antibiotik sama sekali, sedangkan pada kondisi lain, diindikasikan untuk menggunakan terapi spektrum luas atau kombinasi antibiotik.
  1. Menentukan kebutuhan terhadap antibiotik
Pada beberapa situasi , antibiotik tidak berguna atau mungkin menjadi kontraindikasi. Untuk menentukannya, ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan:
·         tingkat keseriusan infeksi pada saat pasien datang ke dokter gigi. Jika infeksi menyebabkan pembengkakan, mengalami kemajuan yang sangat cepat, dan atau celulitis jangka panjang, mendukung petunjuk untuk menggunakan antibiotik  sebagai obat tambahan dalam terapi bedah.
·         apakah perawatan bedah yang adequat dapat dicapai.
·         status pertahanan host pasien.
Adapun indikasi untuk penggunaan antibiotik terapeutik adalah :
·         Jika serangan infeksi akut disertai pembengkakan dan nyeri sedang sampai parah atau berat. Infeksi ini biasanya pada stadium  selulitis.
·         Jenis infeksi pada pasien dengan medically compromised.
·         Jika kehadiran infeksi mengalami kemajuan sampai melibatkan fascial bagian terdalam. Pada situasi ini, penyebaran infeksi  cukup agresif melebihi prosesus alveolaris pada rahang, indikasinya adalah pertahanan host yang inadekuat terhadap infeksi.
·         Perikoronitis parah dengan temperatur lebih tinggi dari 100O F, trismus dan pembengkakan pada sisi lateral wajah dan sering ditemukan impaksi molar ketiga.
·         Pasien dengan osteomyelitis yang memerlukan  terapi antibiotik
Sedangkan kontraindikasi pemberian antibiotik  adalah :
  • Abses lokal , minor dan kronik dengan pencabutan gigi yang mengganggu mengakibatkan pengosongan abses periapikal secara sempurna,seperti pada pasien yang pertahanan imunnya baik dan pasien yang tidak mempunyai kondisi yang mencurigakan lainnya. Contohnya adalah pasien yang tanpa gejala yang megharuskan ekstraksi gigi dengan abses periapikal kronik, a draining parulis, atau periodontitis berat.
  • Abses dentoalveolar lokal dengan sedikit atau tidak ada pembengkakan pada muka.  Pada situasi ini, terapi endodontik bisa dilakukan dengan insisi dan drainase dari pembengkakan pada prosesus alveolaris.
  • Osteitis alveolar atau dry soket.  Perawatan dry soket adalah terutama hanya untuk meredakan, dan tidak dirawat sebagai suatu infeksi. Walaupun bakteri patogen ada di dalam dry soket, masalah klinis dari dry soket adalah kegagalan pembukan darah.
  • Pasien yang mengalami  perikoronitis ringan dengan gingival edema minor dan nyeri ringan.  Irigasi dengan hydrogen peroksida dan clorheksidine disertai dengan ekstraksi gigi yang erupsi sebagian dapat menjadi solusi dari kasus ini.
  • Permintaan pasien yang mengalami  sakit gigi rutin atau ekstraksi gigi pada pasien tanpa sistem imun yang mencurigakan.
Jadi antibiotik harus digunakan bila terbukti adanya invasi bakteri ke dalam jaringan terdalam yang lebih kuat dari pertahanan imun.  Antibiotik tidak bisa mempercepat penyembuhan luka dan tidak berguna untuk nonbakteri  seperti virus.
  1. Gunakan terapi empiris secara rutin
Antibiotik oral yang efektif digunakan untuk infeksi odontogenik adalah :
ü  Penicilin
ü  Amoxililn
ü  Clindamycin
ü  Azithromycin
ü  Metronidazole
ü  Moxifloxacin
  1. Gunakan Narrowest-spectrum antibiotics
Antibiotik yang diberikan pada pasien, dapat membunuh banyak bakteri yang dicurigai, flora normal pun bisa terkena. Jika menggunakan narrowest spektrum antibiotics hanya akan membunuh bakteri dalam range sempit.  Sebaliknya, broad spectrum antibiotics akan membunuh berbagai macam bakteri , juga berefek terhadap bakteri kulit dan gastrointestinal yang akan menimbulkan masalah jika akibat perubahan flora normal.
American Dental Association (ADA) merekomendasikan kepada dokter gigi untuk hanya menggunakan narrowest spektrum antibiotics pada infeksi  simple. Broad spectrum antibiotics mungkin digunakan untuk infeksi kompleks, yang tidak ditetapkan ADA.

Perbedaan karakteristik infeksi  odontogenik simple dan kompleks dan antibiotik yang digunakan
Sifat infeksi
Infeksi odontogenik simple
Infeksi odontogenik kompleks
Karakteristik
§ Pembengkakan trbatas pada prosesus alveolar dan rongga vestibular
§ Usaha pada perawatan pertama
§ Pasien tanpa immunocompromised
§ Pembengkakan meluas melebihi  prosesus alveolar dan rongga vestibular
§ Kegagalan pada perawatan sebelumnya
§ Pasien dengan immunocompromised
Antibiotik
Narrowest Spektrum Antibiotics
§ Penicilin
§ Clindamycin
§ Metronidaole

Broad Spectrum Antibiotics
§ Amoxicilin
§ Amoxicilin dengan asam clavulanic (untuk infeksi sinus)
§ Azithromycin
§ Moxifloxacin

  1. Gunakan antibiotik dengan toksisitas rendah dan efek samping yang sedikit
  2. Jika memungkinkan gunakan antibiotik bakterisidal
  3. Ketahui harga antibiotik

Prinsip 7 : Pemakaian Antibiotik Dengan Baik

Dalam penulisan resep obat antibiotik untuk pasien, obat harus diberikan dalam dosis yang tepat dan interval yang tepat. Pabrik biasanya merekomendasikan dosis yang baik dan cara pemakaiannya.  Ketentuan level plasma cukup tinggi untuk membunuh bakteri yang sensitif terhadap antibiotik, tapi tidak cukup tinggi untuk menyebabkan toksisitas yang adekuat. Puncak level plasma obat paling kurang 4 atau 5 kali minimal menghambat konsentrasi bakteri dalam infeksi.
Dokter harus menjelaskan pada pasien seluruh resep obat yang harus digunakan. Jika untuk beberapa alasan pasien disarankan mehentikan pemakaian antibiotik lebih awal. Maka semua sisa pill atau kapsul harus dibuang.

Prinsip 8 : Mengevaluasi Pasien

Segera setelah pasien dirawat dengan bedah dan terapi antibiotik telah diberikan, pasien harus diikuti secara hati-hati untuk memonitor reaksi pengobatan dan komplikasinya. Kebanyakan pasien diminta kembali ke dokter gigi 2 hari setelah terapi sebelumnya. Biasanya pasien sudah mulai sembuh. Jika terapinya sukses, pembengkakan dan nyeri akan hilang secara dramatis. Dokter gigi harus memeriksa tempat insisi dan drainase untuk menentukan apakah drain telah hilang. Selain itu,  suhu tubuh, trismus, pembengkakan, dan kemajuan yang dirasakan pasien juga harus dievaluasi.
Jika terdapat respon yang tidak adekuat terhadap perawatan, pasien harus diperiksa secara hati-hati untuk mengetahui alasan kegagalan perawatannya. Penyebab kegagalan perawatan yang sering ditemukan adalah :
  • Pembedahan yang tidak adekuat
Gigi harus diperiksa kembali untuk ekstraksi, atau adanya penyebaran infeksi ke area yang tidak terdeteksi pada perawatan pertama yang mana harus diinsisi dan didrainase. Perlu meminta pasien datang ke rumah sakit untuk keamanan jalan nafas,  pembedahan lebi h lanjut dan terapi antibiotik intravena.
  • Penurunan mekanisme pertahanan imun
Lihat kembali rekam medik pasien dan tanyakan beberapa pertanyaan yang lebih menyelidiki dengan hati-hati. Pada kondisi immunocompromising disease, akan mempengaruhi keadaan fisiologis, seperti dehidrasi, malnutrisi, nyeri, juga harus diperitmbangkan dan jika perlu diperbaiki.
  • Adanya kehadiran  benda asing
Walaupun tidak seperti infeksi non odontogenik, dokter gigi harus mempertimbangkan riwayat kesehatan dan mengambil radiograf di area periapikal untuk membantu memastikan adanya benda asing yang radiopaq yang tidak tampak.  Dental implant adalah benda asing yang sering terus meningkat dan bakteri mampu bersembunyi dari sistem imun pada bagian celahnya.
  • Masalah dengan antibiotik yang diberikan kepada pasien
ü  Pasien yang tidak patuh.
ü  Obat tidak mencapai daerah infeksi
ü  Dosis obat terlalu rendah
ü  Kesalahan dalam mendiagnosis bakteri
ü  Kesalahan dalam memberikan resep antibiotik
Dokter juga harus memeriksa pasien untuk melihat reaksi toksisitas dan efek samping yang tidak baik secara spesifik.  Pasien mungkin akan menyampaikan keluhan seperti nausea,  kram abdominal  tapi diare cair tidak berhubungan dengan pemberian obat tersebut.
Dokter gigi juga harus  mengetahui kemungkinan adanya infeksi sekunder atau superinfeksi.  Infeksi sekunder yang sering ditemui oleh dokter gigi adalah candidiasi oral atau vagina.  Hal ini diakibatkan karena pertumbuhan yang berlebihan dari organisme Candida karena flora normal oral telah dirubah akibat  terapi antibiotik.
Dokter gigi harus mengontrol  pasien untuk memeriksa infeksi yang rekuren.  Kekambuhan dapat dilihat pada pasien yang mendapatkan terapi yang tidak sempurna terhadap infeksi.  Contoh penyebabnya antaralain pasien mungkin menghentian pemakaian antibiotik terlalu cepat, drain yang terlalu cepat hilang dan tempat drainase yang terlalu cepat ditutup dapat menimbulkan penularan.

II.9 Infeksi Jaringan Lunak

Tahap awal
            Banyak infeksi jariangan lunak odontogenik dan nonodontogenik pada mulanya melibatkan peroisteum dengan membentuk abses atau merupakan pengembangan dari periostitis. Regio subperiosteal, karena sifat anatomisnya yang terbatas mudah terkena penyebaran infeksi dari tulang atau infeksi yang terjadi sebagai komplikasi sesudah operasi atau sesudah mengalami kelukaan.apabila peristeum sudh tertenbus, maka jaringan disekitarnya akan segera dengan cepat terinvasi, dan mungkin terjadi selulitis akut. Gejala-gejala yang timbul yaitu rasa sakit, pembengkakan, trismus, disfagia, limfadenitis, demam dam malaise tergantung pada agresivitas dari agen yang terlibat, kemampuan pertahanan tubuh hospes, dan waktu serta efektivitas perwatan.

Selulitis
            Pada mulanya, pembengkakan yang terjadi pada selulitis terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua ruangan fasial yang tidak jelas batasnya. Palpasi pada regio tersebut biasanya mengungkapakan bahwa konsistensinya sangat lunak dan spongius. Pasien juga menunjukkan gejala demam dan malaise. Pada tahap ini akan terjadi leukositosis, dan meningkatnya laju endap darah (ESR). Apabila pertahanan tubuh menjadi lebih efektif, maka akan terjadi pembengkakan infiltrasi regional, dan konsistensi pembengkakan menjadi keras, atau bahkan seperti papan (board like). Pada saat terjadi purulensi dan biasanya difuse (tidak terlokalisir). Pada tahap ini potensi untuk menyebar dengan cepat ke jaringan sekitarnya sangat tinggi.
  
Kedaruratan
            Selulitis akut memerlukan penanganan yang segera, seringkali dengan meningkatkan dosis analgesik dan antibiotik. Aplikasi panas baik eksternal atau oral dengan menggunakan larutan kumur saline hangat bisa memacu lokalisasi yaiut pernanahan.yang perlu dipertimbangkan secara klinis adalah kapan dan dimana aplikasi panas terseut diterapkan. Pernanahan diduga mengikuti aplikasi panas, misalnya pernanahan eksternal memepercepat terjadinya mata abses pada permukan kulit, yang menunjukkan bahwa sudah waktunya dilakukan drainase. Aspek lain dari aplikasi panas adalah meningkatnya pembengakakn dengan cepat. Apabila sudah terbentuk mata abses pada permukaan kulit, yang menunjukkan bahwa sudah waktunya dilakukan drainase. Aspek lain dari aplikasi panas adalah meningkatnya pembengakakan dengan cepat. Apabila sudah terbentuk mata abses yang ditunjukkan pula dengan adanya fluktuan/pembentukan abese, maka insisi dan drainase sudah waktunya dilakukan. Apabula tidak melakukan drainase pada kondisi tersebut, maka akan terjaid drainase spontan, yang biasanya melalui daerah yang tidak kita harapkkan. Tidak adanya pernanahan pada waktu insisi dan drainase menunjukkan bahwa tindakan tersebut dilakukan terlalu awal, apabilaitu sudah terjadi maka cairan serous atau jaringan lunak yang didapat bisa dikulutr. Selain itu, penguranga gas abses dan perubahan tekanan oksigen lokal pada jaringan membewa keuntungan sendiri.

Insisi dan drainase
            Inisisi dan drainase melalui kulit biasanya dilakukan oleh seorang ahli bedah, sedangkan dokter gigi umum biasanya melakukan inisisi melalui mulut. Antibiotik praoperatif dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya bakterimia dan inokulasi lokal yang lebih luas. Prinsip-prinsip drainase perkutaneus sama dengan drainase oral untuk abses yaitu denga memilih daerah yang bebas berdasarkan pertimbangan estetik. Pertam-tama kulit dipersiapkan dengan menggunaka surgical scrub dan kemudian daerah tersebut diusap dengan lap/handuk. Kemudian dilakukan anestesi lokal dan pemberian sedasi. Atau bisa juga dipilih anestesi umum.sebelum inisisi, dilakukan aspirasi eksudat untuk pemeriksaan smesr dan kultur. Insisi dibuat sejajar dengan garis Langer dari lipatan kulit. Supaya bisa mencapai kantung-kantung nanah pada ruang-ruang fasial yang jauh letaknya, maka harus dilakukan diseksi tertutup yang menggunakan hemostat dengan lengkungan kecil.


Makna keberadaan gas
            Insis juga menungkinkan keluarnya gas busuk yang ada di dalam abses. Gas tersebut merupakan indikasi positif bahwa infeksi disesbabkan kuman anaerob, karena kuman aerob umunya membentuk karbondioksida yang dengan cepat terdifusi ke dalam jaringan. Suatudrain karet dimasukkan ke dalam rongga abses dan distabilisasi dengan jahitan. Kemudian pada bagian tersebut dilakukan dressing dengan menggunakan beberapa lapis tampon ukuran 4 x 4, yang ditempelkan pada tempatnya dengan menggunakan plester. Apabila sudah dilakukan drainase, aplikasi panas bisa diteruskan biasanya hanya berupa pemansan kering.

Tindak lanjut
            Pada kunjungan kontrol pertama (biasanya setelah 24 jam), dressing diganti dan bagian yang didrainase diperiksa. Akan lebih baik kalau dilakukan kulutr ulang terhadap bahan drainase, karena flora sangat cepat berubah, khususnya dengan adanya, perubahan lingkungan jaringan lokal. Kadang, perlu dilakukan irigasi pada daerah yang didrainase. Bahan yang digunakan untuk irigasi adalah larutan saline steril, larutan antibiotik topikal dan larutan kimia misalnya, larutan Dankins yang dimodifikasi atau hydrogen peroxide. Semakin ringan larutan, irigai yang digunakan, akan semakin memperkecil kemungkinan kelukaaan jaringan. Maksud dilakukan irigasi adalah untuk melarutkan populasi bakteri, mengeluarkan debris dan jaringan nekrotik. Pasien dianjurkan memperhatikan perubahan-perubahan subjektif yang terjadi dan mengukur temperatur rongga mulut. Sebelum memasang dressing ulang sebaiknya bagian tersebut dibersihkan dahulu. Apabila kondisi pasien memuaskan, terapi antibiotik diteruskan dengan dosis yang sama sambil menunggu hasil tes sensitivitas antimikrobial. Pada kunjungan berikutnya dilakukan tindakan yang sama seperti sebelumnya,dan drain di lepas apabila drainase tidak diperlukan lagi atau biasanya sesudah 3-5 hari. Bagian yang di drainase tidak dijahit karena penyembuhan biasanya berlangsung dengan cepat dengan sedikit jaringan parut.

Tanda-tanda bahaya       
            Tanda-tanda bahaya yang menonjol sehubungan dengan memburuknya kondisi meliputi,peningkatan temperatur yang persisten,perubahan denyut nadi dan tekanan darah,penyebaran ke daerah lain,trimus dan disfagia yang semakin parah dan membahayakan adalah gangguan pada jalan napas. Gejala serta tanda darurat ini menunjukkan memburuknya keadaan dan kemungkinan dibutuhkannya perawatan dirumah sakit dan penanganan serius yang segera, misalnya mempertahankan jalan napas, terapi antibiotik dosis tinggi secara intravena, drainase, pemantauan, dan perawatan pendukung yang memadai.

BAB III
PENUTUP

Infeksi orofasial akut menimbulkan kompleks gejala awal yaitu rasa sakit, pembengkakan, kemerahan, pernanahan, dan gangguan pengecapan serta bau mulut (pada abses). Apabila infeksi tidak diobati, akan timbul gejala sekunder berupa meningkatnya rasa sakit dan pembengkakan disertai trismus, disfagia, limfadenitis, demam dan malaise (selulitis). Pengenalan tahap-tahap proses penyakit infeksi sangat penting untuk menganalisa bahaya potensial yang akan timbul dan efektifitas perawatan.
Sebagian besar infeksi mulut adalah polimikrobial dan biasanya melibatkan bakteri aerob dan anaerob. Untuk mengisolasi bakteri-bakteri tersebut digunakan teknik smear dan kultur, sehingga bisa dilakukan tes sensitivitas untuk menentukan antibiotik yang tepat.
Pengetahuan umum yang luas tentang obat-obatan antibiotik, keefektifannya, efek sampingnya, dan farmakologisnya sangat diperlukan untuk perawatan infeksi. Sebelum memberikan obat, perlu ditinjau apakah pasien alergi atau tidak. Penisilin merupakan obat pilihan untuk sebagian besar infeksi orofasial pada pasien yang tidak alergi sebelum didapatkan data bakteriologi yang lengkap. Efektivitas terapi antibiotik tergantung pada konsentrasi obat yang dapat mencapai daerah yang terinfeksi.
Keberhasilan perawatan infeksi orofasial dapat dicapai dengan pemakaian antibiotik yang benar, tindakan bedah yang sesuai (insisi dan drainase), terapi pendukung yang memadai.
Walaupun infeksi-infeksi orofasial akut jarang ditemukan, namun karena potensinya sangat berbahaya sebaiknya kita harus berhati-hati dan penuh perhatian apabila menghadapi kasus ini.

Posted by Putri Ferina Aprilia at 12:07 AM  

0 comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Blog Design by Gisele Jaquenod

Work under CC License.

Creative Commons License