II.I Fraktur maksila
II. I. 1 Defenisi
Rusaknya kontinuitas tulang maxillaris sinistra yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. Fraktur maksila dapat menyebabkan robekan pada sinus maxilaris.
Menurut ahli perancis lefort (1901) fraktur maksilari klasifikasinya dibagi tiga pola. Biasanya fraktur maksila merupakan modifikasi atau kombinasi pola klasik. Lefort i adalah fraktura maksilari transversa yang sering akibat dari pukulan pada daerah diatas bibir. Bagian yang lepas terdiri dari proses alveolar, palatum, proses pterigoid. Lefort ii adalah fraktura piramid akibat impak sedikit diatas tengah muka. Segmen maksila yang terisolasi berbentuk piramid. Gerakan dapat diperiksa pada medial lantai orbital dengan menggerakkan gigi atas kebelakang dan kedepan. Lefort iii, atau disjunksi kraniofasial, merupakan separasi yang lengkap tulang fasial dari basis tengkorak.
II. I. 2 Patofisiologi
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
Yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
• osteoporosis imperfekta
• osteoporosis
• penyakit metabolik
II. I. 3 Tanda dan gejala •
- Nyeri hebat di tempat fraktur
- Tak mampu menggerakkan dagu bawah
- Fungsi berubah
- Bengkak
- Kripitasi
- Sepsis pada fraktur terbuka
- Deformitas muka
- Diplopia
- Gangguan sensibilitas pipi dan bibir atas
- Mal occlusi gigi
II. I. 4 Pemeriksaan penunjang •
• X.ray
• bone scans, tomogram, atau mri scans
• arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• cct kalau banyak kerusakan otot.
II. I. 5 Penatalaksanaan medik •
• Konservatif : immobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur.
• operatif : dengan pemasangan traksi, pen, screw, plate, wire ( tindakan asbarg)
II. I. 6 Pengkajian
A. Aktifitas/istirahat :
Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian tulang yang mengalami fraktur, pembekaan dan nyeri.
B. Sirkulasi :
Hypertensi, ansietas karena nyeri.tachikardi, nadi teraba lemah bahkan tidak ada pada bagian distal yang cedera dan pucat pada bagian yang terkena. Pembengkakan jaringan atau hematoma pada bagian yang terkena cedera.
C. Neurosensori
Hilang gerakan,spasme otot, kesemutan (parastesia).
Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. Agitasi mungkin berhubungan dengan nyeri dll.
D. Nyeri/kenyamanan :
Nyeri berat secara tiba-tiba pada saat cedera. Spasme/kram otot setelah imobilisasi.
E. Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan dan perubahan warna. Pembengkakan lokal dapat meningkat atau bertahap.
II. I 7 Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul :
• potensial terjadinya syok b/d perdarahan,nyeri yang hebat
• gangguan rasa nyaman nyeri b/d kerusakan fragmen tulang dan kerusakan jaringan lunak.
• resiko tinggi terhadap infeksi b/d luka terbuka.
• gangguan aktifitas fisik b/d kerusakan neuro muskuloskeletal.
• kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosa, pengobatan b/d kurang familier dengan sumber informasi.
II. I. 8 Rencana keperawatan
No Diagnosa keperawatan Intervensi Rasional
1.
Potensial terjadinya syok sehubungan dengan perdarah-an yang banyak Indenpenden:
• observasi tanda-tanda vital.
• mengkaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan
• memberikan posisi supinasi
• memberikan banyak cairan (minum)
Kolaborasi:
• pemberian cairan per infus
• pemberian obat koagulan sia (vit.k, adona) dan peng- hentian perdarahan dengan fiksasi.
• pemeriksaan laboratorium (hb, ht)
• untuk mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin
• untuk menentukan tindak an
• untuk mengurangi per darahan dan mencegah ke-kurangan darah ke otak.
• untuk mencegah ke ku-rangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)
• pemberian cairan per infus.
• membantu proses pem-bekuan darah dan untuk meng hentikan perdarahan.
• untuk mengetahui kadar hb, ht apakah perlu transfusi atau tidak.
2.
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri berhubungan dengan perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
Independen:
• mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, inten-sitas nyeri dengan meng-gunakan skala nyeri (0-10)
• mempertahankan immobi-lisasi (back slab)
• berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
• menjelaskan seluruh pro-sedur di atas
Kolaborasi:
• pemberian obat-obatan analgesik
• untuk mengetahui ting-kat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindak annya.
• mencegah pergeseran tu-lang dan pe- nekanan pada jaring- an yang luka.
• peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri.
• untuk mempersiapkan men-tal serta agar pasien ber-partisipasi pada setiap tin-dakan yang akan dilakukan.
• mengurangi rasa nyeri
3.
Potensial infeksi berhubungan dengan luka terbuka.
Independen:
• kaji keadaan luka (konti-nuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
• anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
• merawat luka dengan meng-gunakan tehnik aseptik
• mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterba-tasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
Kolaborasi:
• pemeriksaan darah : leokosit
Pemberian obat-obatan :
• antibiotika dan tt (toksoid tetanus)
• persiapan untuk operasi sesuai indikasi
• untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
• meminimalkan terjadinya kontaminasi.
• mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
• merupakan indikasi adanya osteomilitis.
• lekosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
• untuk mencegah kelan-jutan terjadinya infeksi. Dan pencegah an tetanus.
• mempercepat proses pe-nyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.
4.
Gangguan aktivitas b/d kerusakan neuro, muskulerskeletal.
Independen:
• kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
• mendorong parti- sipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton tv, membaca kora, dll ).
• menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak
• membantu pasien dalam perawatan diri
• auskultasi bising usus, monitor kebiasaan elimi-nasi dan menganjurkan agar b.a.b. Teratur.
• memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mi- neral.
Kolaborasi :
• konsul dengan bagi- an fisioterapi
• pasien akan mem- batasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsi-onal)
• memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, me-ningkatkan perasaan me-ngontrol diri pasien dan membantu dalam mengu-rangi isolasi sosial.
• meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi ca yang tidak digunakan.
• meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkat-kan pasien dalam me- ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
• bedrest, penggunaan anal-getika dan perubahan diit dapat menyebabkan penu-runan peristaltik usus dan konstipasi
• mempercepat proses pe-nyembuhan, mencegah pe-nurunan bb, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan bb (20 - 30 lb).
• catatan : untuk sudah dilakukan traksi.
• untuk menentukan program latihan.
5.
Kurangnya pengetahuan ttg kondisi, prognosa, dan pengo- batan berhubungan dengan tidak familier dengan sumber in- formasi.
Independen:
• menjelaskan tentang ke-lainan yg muncul prognosa, dan harapan yang akan datang.
• memberikan dukung an cara-cara mobili- sasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagi- an fisioterapi.
• memilah-milah aktif- itas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.
• mengidentifikasi pe- layanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
• mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
• pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan.
• sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
• mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
• membantu meng- fasilitaskan perawa- tan mandiri memberi support untuk man- diri.
• penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.
II. I. 9 FRAKTUR PROSESUS ALVEOLARIS
Pada fraktur maksila maupun mandibula dapat pula terjadi fraktur dentoalveolaris, berikut uraiannya.
Klasifikasi
Fraktur prosesus alveolaris biasanya terbuka, kadang- kadang terjadi kominusi, dan sering mengalami pergeseran tingkat sedang maupun parah. Penatalaksanaannya bias dilakukan oleh dokter gigi umum. Mengingat bahwa fraktur terbuka maka ini berarti bagian fraktur terpapar terhadap kontaminasi organism rongga mulut, yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Adanya kominusi menunjukkan bahwavperiosteum kemungkinan mengalami cedera berat dan pemisahan. Apabila dinding alveolar mengalami kominusi, akan terjadi peningkatan mobilitas/luksasi dari gigi yang terlibat. Pergeseran yang luas sering melibatkan suatu kondisi dimana pasien tidak mungkin melakukan oklusi sentrik. Diagnosis mengenai luas fraktur bias ditentukan dengan rontgen. Informasi tersebut bias didapatkan dari film periapikal, okusal, atau panoramic.
Penatalaksanaan
Perawatan fraktur prosesus alveolaris yang sebaiknya dilakukan 48-72 jam sesudah kecelakaan, sering dilakukan dengan bantuan anestesi local, dan apabila diperlukan bias ditambah dengan sedasi yang sesuai . segmen fraktur direduksi sebelum pemasangan alat-alat fiksasi atau stabilisasi. Hal tersebut memerlukan usaha ekstra dengan melakukan penekanan yang kuat dengan jari terutama apabila frakmen impaksi. Pemakaian arch bar komersial dengan perluasan paling tidak 2 sampai 3 gigi disebelah distal dari frakmen (bilateral), biasanya diikatkan dengan kawat baja tahan karat ukuran 0,018-0,020 inchi ( 0,45-0,5 mm), pada setiap gigi dari frakmen dan rahang yang utuh didekatnya. Apbila diperlukan stabilisasi tambahn, bias dibantu dengan akrilik swa-polimerisasi. Pada fraktur prosesus alveolaris yang luas, yang melibatkan beberapa gigi atau bila imobilisasi dengan splint kurang memadai, fiksasi maksilomandibular akan memberiakn hasil oklusi pasca perawatan yang lebih baik.
Jangan mencabut gigi
Pencabutan gigi pada segmen fraktur atau prosedur lain yang mengarah pada intervensi terbuka dengan menyertakan pembukaan periosteum sebaiknya dihindari. Pencabutan gigi sering mengakibatkan hilangnya tulang dalam waktu singkat, sedangkan pembukaan flap yang menyertakan periosteum bisa mengakibatkan gangguan suplai darah yang biasanya diikuti dengan resorbsi atau nekrosis tulang. Apabila segmen sudah direduksi dan diimobilisasi dengan baik, luka-luka pada mukosa kemudian ditutup, biasanya dengan chronic gut ukuran 3-0 atau 4-0. Oklusinya diperiksa dan apabila ada kontak prematur, diperbaiki. Rotgen pasca reduksi dianjurkan karena hasilnya bias digunakan sebagi pembanding dengan hasil perawatan pada masa yang akan datang. Perawatan pendukung meliputi diet makanan lunak atau cair untuk menghindar kerusakan segmen karena proses mengunyah, aplikasi dingin pada jaringan lunak di derah tersebut, dan obat analgesik. Banyak kasus fraktur prosesus alveolaris dirawat tanpa menggunakan antibiotik. Apabila terdapat kontaminasi lokalyang luas, atau pasien termasuk dalam kelompok risiko tinggi, maka perlu diberika terapi antibiotic.
Tindak lanjut
Tindak lanjut yang pertama bersifat klinis, meliputi pemeriksaan yang teliti mengenai ada tidaknya infeksi, perubahn oklusi, dan stabilitas alat. Apabila fiksasi dilakukan dengan splint/ fiksasi maksilomandibular , maka fiksasi biasanya diakhiri setelah 4-6 minggu.setelah alat dilepas, maka segmen dites mobilitasnya dan dilakukan rontgen. Pengamatan jangka panjang diarahkan terutama untuk mendeteksi nekrosis pulpa. Perubahan vitalitas gigi ditentukan dengan melihat perubahan warna dan hilangnya opasitas pada mahkota, atau perkembangan radiolusensi periapikal. Pulihnya respon terhadap tes pulpa elektrik, atau tes rangsang termis mungkin memerlukan waktu 6 bulan sampai lebih dari 1 tahun.
PENATALAKSANAAN FRAKTUR PROSESUS ALVEOLARIS
Diagnosis
Klinis
Pemeriksaan: pergeseran segmen, adanya diskontinuitas lengkung rahang dan terjadi halangan oklusi. Juga cedera pada jaringan lunak di atasnya misalnya luka-luka atau hematom
Palpasi: kegoyangan gigi, segmen atau keduanya, nyeri tekan dan rasa tidak enak pada garis fraktur serta pergeseran.
Radiograf:
Proyeksi oklusal dan periapikal.
Garis fraktur dengan /tanpa adanya pemisahan frakmen.
Perubahan ligamentum periodontium, melebarnya celah, atau ruang kosong di apikal atau keduanya jika terjadi luksasi yang cukup besar.
Penatalaksanaan
Menenangkan pasien dan member sedative sesuai kebutuhan.
Anestesi: sering lokal sudah cukup, biasanya dilakukan blok V2 pada kasus maksilar.
Mungkin diperlukan anestesi umum apabila anestesi lokal tidak berhasil,atau pada pasien yang sangat penakut.
Gerakkan semen dengan jari dan periksa hubungan oklusalnya (reduksi).
Imobilisasi segmen pada posisi sudah direduksi dengan pesawat yang dibonding, arch bar atau splint.
Perlu dipertimbangkan untuk melakukan fiksasi maksilomandibular apabila melibatkan segmen yang luas. Rontgen pada posisi reduksi.
Telitilah hubungan oklusi. Apabila mungkin, gigi pada segmen fraktur dibebaskan dari oklusi apabila tidak digunakn fiksasi maksilomandibular.
Resep obat untuk menghilangkan rasa sakit, dan kadang-kadang diperlukan antibiotik.
Instruksi untuk melakukan aplikasi es pada bagian yang fraktur, dan pemberian makanan lunak atau cair, serta tindakan higiene mulut.
Jangan mencabut gigi pada segmen kecuali bila dad kemungkinan terjadi avulse/aspirasi.
Jangan melakukan suatu prosedur diman harus membuka flap dan mengangkat periosteum.
Tindak lanjut
Segera
Lakukan rontgen, jiak tidak dilakukan diakhir perawatan.
Perisalah stabilitas fiksasi.
Periksalah kondisi penyembuhan pada lesi jaringa lunak.
Aturlah pengobatan untuk rasa sakitnya.
Jangka panjang
Alat dilepas setelah 4-6 minggu.
Evaluasi mobilitas gigi dan segmen.
Lakukan pemotretan.
Jadwalkan kunjungan berikutnya ( kunjungan konrol ) untuk melihat status pulpa gigi yang terliabat.
Pertimbangkan untuk melakukan rujukan endodontic apabila terjadi gigi nonvital.
Fraktur maksila
Friday, December 30, 2011
Posted by Putri Ferina Aprilia at 6:33 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment