(CLEFT LIP AND CLEFT PALATE)
Celah pada bibir, alveolus dan palatum lunak (molle) dan palatum keras (durum) adalah kelainan kongenital paling sering pada struktur orofasial. Mereka seringnya muncul sebagai deformitas terpisah namun dapat dihubungkan dengan kondisi medis lainnya, khususnya penyakit jantung kongenital. Kelainan ini juga sebagai temuan yang dihubungkan pada > 300 sindroma yang diketahui.1
Semua anak yang lahir dengan celah bibir dan palatum membutuhkan penilaian pediatrik untuk mengesampingkan kelainan kongenital lainnya. Pada keadaan khusus, konseling genetik harus dicari jika diduga terdapat sebuah sindroma.1
INSIDEN
Insiden celah bibir dan palatum adalah 1 dari 600 kelahiran hidup, dan secara terpisah celah palatum muncul pada 1 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden ini meningkat pada kelompok Asia (1:500) dan menurun pada populasi Negro (1:2000). Insiden tertinggi yang dilaporkan terjadi pada celah bibir dan palatum muncul pada suku-suku Indian di Montana (1:276).1
Walaupun celah bibir dan palatum adalah kelainan kongenital yang sangat beragam dan berubah-ubah, muncul beberapa subgrup berbeda, yang dinamakan celah bibir dengan/tanpa celah palatum (CL/P), celah palatum (CP) sendiri dan celah palatum submukosa (submucous cleft palate/SMCP).1
Distribusi tipikal dari tipe-tipe celah adalah:1
1. Celah bibir saja 15%
2. Celah bibir dan palatum 45%
3. Celah palatum tersendiri 40%
Celah bibir/palatum predominan pada pria, dimana celah palatum saja muncul lebih sering pada wanita. Pada celah bibir unilateral, deformitasnya mempengaruhi sisi kiri pada 60% kasus.1
ETIOLOGI
Pendapat saat ini terhadap etiologi dari celah bibir dan palatum adalah bahwa celah bibir dan palatum (CL/P) dan celah palatum tersendiri memiliki predisposisi genetik dan kontribusi komponen lingkungan. Sejarah keluarga dengan celah bibir dan palatum dimana hubungan keluarga derajat pertama berpengaruh pada peningkatan resiko menjadi 1 dalam 25 kelahiran hidup. Pengaruh genetik lebih penting pada celah bibir/palatum dibandingkan celah palatum sendiri, dimana faktor lingkungan menggunakan pengaruh lebih besar.1
Faktor lingkungan terlibat dalam ‘clefting’ (proses terbentuknya celah) termasuk epilepsi ibu hamil dan obat-obatan, sebagai contoh steroid, diazepam dan fenitoin, walaupun keuntungan suplemen asam folat antenatal adalah untuk mencegah celah bibir dan palatum tetap samar.1
Walaupun kebanyakan celah bibir dan palatum muncul sebagai deformitas tersendiri, rangkaian Pierre Robin tetap merupakan sindroma yang paling sering. Sindroma ini terdiri dari celah palatum tersendiri, retrognathia dan glossoptosis (lidah displasia posterior), yang dihubungkan dengan kesulitan pernapasan awal dan pemberian makanan.1
Celah palatum tersendiri lebih sering dihubungkan dengan sindroma dibandingkan dengan celah bibir/palatum dan celah bibir tersendiri. Lebih dari 150 sindroma dihubungkan dengan celah bibir dan palatum, walaupun Stickler (kelainan oftalmik dan muskuloskeletal), Shprintzen (anomali jantung), Down, Apert dan Treacher Collins adalah yang paling sering dijumpai.1
EMBRIOLOGI
Bibir dan palatum berkembang terpisah, namun keduanya terbentuk sangat awal dalam perkembangan janin. Celah orofasial muncul 5-9 minggu setelah konsepsi jika jaringan pada mulut yang sedang berkembang gagal bergabung bersama dan menyatu sepenuhnya.2
Penyebab celah orofasial diduga multifaktor disebabkan gen juga faktor-faktor lingkungan. Celah orofasial selalu dihubungkan dengan defek kelahiran lainnya sebagai bagian dari sebuah sindroma. Lebih dari 200 sindroma dihubungkan dengan celah orofasial termasuk sindroma Stickler, sindroma delesi 22q11, sindroma Van der Woude. Sindroma yang dihubungkan dengan celah orofasial sering dikenal sebagai sebab kromosomal atau genetik.2
Terkadang celah palatum adalah bagian dari rangkaian Pierre-Robin. Rangkaian Pierre-Robin ditandai dengan kombinasi tiga ciri-ciri yang diduga saling berhubungan: kelainan rahang bawah kecil yang secara abnormal mengecil (micrognathia), perpindahan lidah kebawah (glossoptosis) dan celah palatum.2
DEFINISI
Celah bibir dan celah palatum berada diantara defek lahir yang paling sering, mempengaruhi sekitar 1 dari 700 bayi per tahun di Amerika Serikat. Celah adalah sebuah pembukaan atau belahan pada bibir atas, atap mulut (palatum) atau keduanya.3
Celah bibir dapat mempengaruhi satu atau kedua sisi bibir atas. Celah bibir dan celah palatum seringnya muncul sebagai defek lahir tersendiri, namun celah bibir dan celah palatum juga dihubungkan dengan banyak kondisi genetik.3
ANATOMI
Celah Palatum
Celah palatum muncul ketika atap (langit-langit) mulut tidak menutup sempurna, meninggalkan celah yang dapat meluas kedalam rongga hidung. Celah dapat melibatkan sisi lain palatum. Celah ini dapat meluas dari bagian depan mulut (palatum durum/keras) ke arah tenggorokan (palatum molle/lunak). Seringkali celah juga melibatkan bibir. Celah palatum tidak terlihat sejelas celah bibir karena berada di dalam mulut. Celah palatum bisa saja merupakan satu-satunya kelainan pada seorang anak, atau bisa saja berhubungan dengan celah bibir atau sindroma lainnya. Pada kebanyakan kasus, anggota keluarga lain juga memiliki celah palatum ketika lahir.4
Secara embriologis, palatum utama terdiri dari semua struktur anatomi anterior ke foramen incisivus, disebut alveolus dan bibir atas. Palatum sekunder didefinisikan sebagai sisa palatum di belakang foramen incisivus, dibagi kedalam palatum durum (keras), dan lebih ke belakang lagi, palatum molle (lunak).1
Celah palatum adalah hasil dari kegagalan menyatunya dua lempeng palatina. Kegagalan ini mungkin terbatas pada palatum molle saja atau melibatkan kedua palatum durum dan palatum molle. Ketika celah palatum menempel pada septum nasi dan vomer, celah disebut inkomplit. Jika septum nasi dan vomer terpisah secara total dari prosesus palatina, celah palatum disebut komplit.1
Palatum Molle/Lunak
Pada palatum molle normal, penutupan velofaring, yang penting untuk bicara normal, dicapai oleh 5 otot berbeda yang berfungsi dalam sebuah cara yang komplit dan terkoordinasi. Umumnya serat otot palatum molle berorientasi secara melintang tanpa tambahan berarti ke palatum durum.1
Pada celah palatum molle, serat otot berorientasi pada arah anteroposterior, masuk ke dalam batas posterior palatum durum.1
Palatum Durum/Keras
Palatum durum normal dapat dibagi kedalam tiga zona anatomis dan fisiologis. Pusat fibromukosa palatum sangat tipis dan terletak secara langsung dibawah lantai/dasar hidung. Fibromukosa maksilaris tebal dan terdiri dari berkas neurovaskular palatina mayor. Fibromukosa ginggiva terletak lebih lateral dan berbatasan dengan gigi.1
Dalam melakukan penutupan secara bedah pada celah palatum, perubahannya yang dihubungkan dengan celah harus dipahami untuk memperoleh perbaikan anatomis dan fungsional. Dalam celah palatum komplit bagian tengah kubah palatum tidak dijumpai dan fibromukosa palatum berkurang ukurannya. Fibromukosa maksila dan ginggiva tidak dimodifikasi ketebalannya, lebarnya atau posisinya.1
Celah Bibir
Celah bibir adalah kelainan dimana bibir tidak sepenuhnya terbentuk selama perkembangan janin. Derajat celah bibir dapat sangat bervariasi, dari ringan (takik pada bibir) sampai yang berat (celah lebar dari bibir ke hidung).4
Terdapat beberapa nama berbeda yang diberikan pada celah bibir berdasarkan pada lokasinya dan seberapa banyak bibir terlibat. Celah pada satu sisi bibir yang tidak meluas ke hidung disebut inkomplit unilateral. Celah pada satu sisi bibir yang meluas kedalam hidung disebut komplit unilateral. Celah yang melibatkan kedua sisi bibir dan meluas kedalam dan melibatkan hidung disebut komplit bilateral.4
Celah Bibir Unilateral
Pada celah bibir unilateral, cincin otot nasolabial dan bilabial terganggu pada satu sisi, menghasilkan deformitas asimetris yang melibatkan kartilago nasi eksternal, septum nasi dan maksila anterior (premaksila). Deformitas ini mempengaruhi jaringan mukokutan, menyebabkan perpindahan kulit hidung kedalam bibir dan retraksi kulit labia, juga perubahan ke merah terang dan mukosa bibir. Semua perubahan ini harus diperhatikan dalam perencanaan perbaikan bedah pada celah bibir unilateral.1
Celah Bibir Bilateral
Pada celah bibir bilateral, deformitasnya lebih dalam namun simetris. Kedua cincin otot superior terganggu pada kedua sisinya, menghasilkan hidung yang mengembang (akibat kurangnya kontinuitas otot nasolabial), penonjolan premaksila dan area kulit di depan premaksila, dikenal sebagai prolabium, ketiadaan otot. Sebagaimana celah bibir unilateral, deformitas otot, kartilago dan skeletal mempengaruhi jaringan mukokutan, yang harus dihargai dalam perencanaan perbaikan celah bibir bilateral.1
FAKTOR RESIKO
Demografi dan Faktor Reproduksi
Beberapa studi melaporkan peningkatan resiko celah oral dengan peningkatan usia maternal (Shaw 1991). Bagaimanapun, studi yang lebih besar gagal mengidentifikasi kenaikan usia maternal sebagai faktor resiko untuk celah oral (Abramowicz 2003, Baird 1994, Viera 2002, Vallino-Napoli 2004). Sebaliknya, studi lainnya menemukan resiko lebih besar untuk terjadinya celah bibir diantara ibu-ibu lebih muda (DeRoo 2003, Reefhuis 2004).5
Ada perbedaan ras/etnik pada resiko untuk terjadinya celah oral. Orang Asia memiliki resiko tertinggi (14:10.000 kelahiran), diikuti orang-orang kulit putih (10:10.000 kelahiran), dan Afro-Amerika (4:10.000 kelahiran) (Das 1995). Diantara orang-orang Asia sendiri, resiko untuk celah oral lebih tinggi diantara orang-orang Asia Timur Jauh (Jepang, Cina, Korea) dan Filipina dibandingkan orang-orang Kepulauan Pasifik (Yoon 1997). Populasi Indian Amerika di Amerika Utara telah ditemukan memiliki angka lebih tinggi dibandingkan populasi “campuran” lainnya (Vieira 2002).5
Faktor Genetik diyakini diperhitungkan pada beberapa kelainan, seringnya dalam kombinasi dengan satu atau lebih faktor-faktor lingkungan. Beberapa loci telah diidentifikasi untuk celah bibir dengan atau tanpa celah palatum, dan, pada satu kasus, sebuah gen khusus telah ditemukan. Pada celah palatum saja, sebuah gen telah diidentifikasi, namun banyak lainnya yang mungkin terlibat (Carinci 2003). Ada bukti dua tipe utama dari celah bibir dan palatum pada orang-orang kulit putih (Ardinger 1989, Chung 1986, Chung 1987, Johnston 1989). Tipe pertama dikontrol oleh gen tunggal, yang dapat mengkode untuk varian transforming growth factor-alpha (TGF-α). Tipe kedua sifatnya multifaktorial. Orang Asia, bagaimanapun, tidak terlihat memiliki etiologi gen utama untuk celah oral (Ardinger 1989, Chung 1986, Chung 1987, Johnston 1989). Juga terdapat beberapa bukti bahwa variasi gen maternal dan/atau janin bersama dengan maternal yang merokok dapat mengarah pada celah oral pada janin (Hwang 1995, Shaw 1996, Fallin 2003, Lammer 2004). Sebagai tambahan bagi faktor-faktor ini, elemen tertentu dapat juga menjadi faktor pendukung dalam menghasilkan anak-anak yang terpengaruh (Prescott 2002, van Rooj 2003). Dalam hal ini, hadirnya sebuah gen yang diidentifikasi sebagai MTHFR 677TT bersama dengan diet asam folat rendah dapat mengarah pada peningkatan celah orofasial (van Rooj 2003). Juga terdapat indikasi bahwa bahkan dengan asupan asam folat yang sesuai, celah-celah ini masih akan muncul pada beberapa kasus (Lammer 2004, Prescott 2002). Faktor genetik lainnya yang dapat mempengaruhi munculnya celah orofasial termasuk kemampuan maternal untuk mempertahankan konsentrasi zinc sel darah merah dan konsentrasi mio-inositol (sebuah gula alkohol heksahidrosisikloheksan) (Krapels 2004). Kemampuan maternal untuk mempertahankan tingkat vitamin B6 dan B12 yang sesuai dan kemampuan fetus untuk memanfaatkan nutrien ini juga dilihat sebagai faktor dalam perkembangan celah oral (van Rooj 2004). Ketika nutrien-nutrien ini tidak dimetabolisme dengan tepat, kerusakan pada sintesis dan transkipsi DNA dapat muncul (van Rooj 2004).5
Faktor demografi tidak dianggap mempengaruhi resiko untuk celah oral termasuk musim, lokasi geografis (Christensen 1995), kelas sosial, paritas (Shaw 1991), dan usia paternal. Bagaimanapun, kelahiran yang lebih tinggi telah dihubungkan dengan meningkatnya resiko (Vieira 2002).5
Status sosioekonomi rendah, ketika mengatur pengaturan untuk ras-etnik, asupan suplemen multivitamin/mineral, merokok dan pesta minuman, tidak dihubungkan dengan peningkatan resiko celah orofasial (Carmichael 2003). Bagaimanapun, studi Scottish benar-benar menemukan hubungan dengan kerugian sosioekonomi (tidak biasa untuk faktor lainnya) (Clark 2003).5
Jenis kelamin janin mempengaruhi resiko celah oral. Pria lebih sering dibanding wanita untuk mendapat celah bibir dengan atau tanpa celah palatum, dimana wanita berada pada resiko lebih besar untuk celah palatum sendiri (Blanco-Davila 2003, Das 1995, Owens 1985, Shaw 1991). Sebuah studi mengindikasikan bahwa riwayat keluarga untuk kasus celah, urutan kelahiran, usia maternal saat kelahiran, maternal yang merokok pada trimester pertama dan konsumsi alkohol selama kehamilan tidak menjelaskan perbedaan jenis kelamin (Abramowicz 2003). Janin yang lahir dengan malformasi lainnya seperti keterlibatan sistem pernapasan, mata, telinga, traktus pencernaan bagian atas dan anomali muskuloskeletal lainnya berada pada peningkatan resiko untuk mendapatkan celah bibir dan/atau celah palatum (Shaw 2002). Sebagai tambahan, janin dengan celah oral lebih mungkin terkena penyakit jantung kongenital; bagaimanapun penyakit-penyakit ini lebih mungkin dihubungkan dengan sebuah sindroma dibadingkan dengan celah tersendiri (Barbosa 2003). Malformasi lainnya yang dihubungkan dengan celah termasuk defek sistem pernapasan (Shaw 2003).5
Orofacial cleft
Tuesday, December 27, 2011
Posted by Putri Ferina Aprilia at 7:59 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment