IMUNOPATOGENESIS INFEKSI HIV/AIDS
HIV pertama kali ditemukan oleh sekelompok peneliti yang dikepalai oleh Luc Montagnier pada tahun 1983,13 merupakan virus RNA diploid berserat tunggal (single stranded)berdiameter 100-120nm.14 HIV memiliki enzim reverse transcriptase, yang mampu mengubah RNA menjadi DNA pada sel yang terinfeksi, kemudian berintegrasi dengan DNA sel pejamu dan selanjutnya dapat berproses untuk replikasi virus.
Sistem imun manusia sangat kompleks, kerusakan pada salah satu komponen sistem imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan. HIV menginfeksi sel T helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya, makrofag, sel dendritik, organ limfoid. Fungsi penting sel T helper antara lain menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai stimulasi pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi, sehingga penurunan sel T CD4 menurunkan imunitas dan menyebabkan penderita mudah terinfeksi .
Walaupun perjalanan infeksi HIV bervariasi pada setiap individu, telah dikenal suatu pola umum perjalanan infeksi HIV. Periode sindrom HIV akut berkembang sekitar 3-6 minggu setelah terinfeksi, dihubungkan dengan muatan virus yang tinggi diikuti berkembangnya respon selular dan hormonal terhadap virus. Setelah itu penderita HIV mengalami periode klinis laten (asimptomatis) yang bertahan selama bertahun-tahun, dimana terjadi penurunan sel T CD4 yang progresif dalam jaringan limfoid. Kemudian diikuti gejala konstitusional serta tanda-tanda infeksi oportunistik atau neoplasma yang memasuki periode AIDS.
Patogenesis infeksi HIV pada anak berbeda dengan orang dewasa, ditandai lebih tingginya kadar muatan virus, progresi penyakit lebih cepat. Manifestasi yang berbeda mungkin berhubungan dengan sistem imun yang belum matang (imature), mengakibatkan berubahnya respon pejamu terhadap infeksi HIV. Perkembangan infeksi HIV pada bayi dan anak tidak dapat ditentukan dengan pasti, sekitar 15-20% mempunyai perjalanan penyakit yang cepat de ngan AIDS dan kematian di dalam 4 (empat) tahun pertama.
Tabel 2. Klasifikasi lesi orofasial pada anak-anak yang terinfeksi HIV.
Kelompok 1. Lesi yang biasa terjadi pada anak-anak yang terinfeksi HIV :
• Kandidiasis (Pseudomembranous, Eritematous, Keilitis angularis)
• Infeksi virus Herpes simpleks
• Linear gingival erythema
• Pembengkakan kelenjar parotis
• Stomatitis aftosa rekuren (Minor, Mayor, Herpetiforme)
Kelompok 2. Lesi yang kadang-kadang dijumpai pada anak-anak yang terinfeksi HIV :
• Infeksi bakteri pada mukosa mulut
• Penyakit periodontal (Necrotizing ulcerative gingivitis,necrotizing ulcerative periodontitis,necrotizing
stomatitis)
• Dermatitis seborrheic
• Infeksi virus (Cytomegalovirus, Human papillomavirus, Molluscum contagiosum, varicella zoster)
• Xerostomia
Kelompok 3 : Lesi yang sangat berhubungan infeksi HIV tetapi jarang terjadi pada anak-anak:
• Neoplasma (Sarkoma kapossi dan limfoma non-Hodgkin’s)
• Oral hairy leukoplakia
• Ulser yang berhubungan dengan tuberkulosis
EFEK HIV TERHADAP KELENJAR SALIVA
Pembesaran Kelenjar Parotis.
Pembesaran kelenjar parotis terjadi 10%-30% anak-anak yang terinfeksi HIV. Sebuah
penelitian terhadap 99 anak-anak yang terinfeksi HIV ditemukan pada hampir separuh subjek
penelitian. Test HIV dianjurkan pada anak-anak dengan pembengkakan kelenjar parotis.
Kriteria presumtif. Pembengkakan jaringan lunak difus bilateral atau unilateral, wajah tampak
tidak normal, dapat disertai rasa sakit.
Kriteria definitif. Tidak ada kriteria definitif untuk memastikan diagnosis.
Imunologic Condition, efek HIV terhadap kelenjar saliva
Tuesday, December 27, 2011
Posted by Putri Ferina Aprilia at 7:51 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment